Kisah Para Pekerja Kantoran yang Menyesal Jadi Wirausaha


Akhir-akhir ini, menjadi bos bagi diri sendiri terkesan sebagai hal yang glamor. Tetapi ternyata tidak semua orang yang berhenti bekerja kantoran untuk buka usaha sendiri, berakhir bahagia.

Sam Schreim telah menjadi bos bagi dirinya sendiri selama hampir 20 tahun. Dia mendirikan firma konsultan, meluncurkan beberapa perusahaan rintisan, dan mendampingi klien berpenghasilan tinggi sebagai konsultan independen. Tetapi, andai dia bisa mangulang waktu, dia mungkin tidak akan pernah mengambil risiko ini.

“Kalau saya punya bola kristal, saya tidak akan pernah melakukan lompatan itu,” kata Schreim yang berbasis di Boston, AS.

“Saya menyesal sepanjang waktu. Seandainya saya tetap bekerja dengan perusahaan besar, sekarang saya pasti sudah mencapai pendapatan tujuh digit sebagai konsultan manajemen," kata dia.

Resign dari pekerjaan kantoran untuk menjadi "bos bagi diri sendiri" sedang sangat populer. Pada tahun 2022, misalnya, pendaftaran bisnis baru di AS melonjak ke level tertinggi sejak tahun 2004, dengan lebih dari 5 juta perusahaan baru. 

Tapi pada bulan Maret 2023 Bank Silicon Valley kolaps, membuat banyak perusahaan kecil tak bisa mengakses rekening mereka. Ini menjadi salah satu bukti beratnya risiko dan tanggung jawab yang dipikul pendiri perusahaan, begitu berat sehingga membuat beberapa orang menyesal pernah melepaskan pekerjaan kantoran mereka.

Schreim mendapat pelajaran keras pada tahun 2008, ketika dunia dilanda resesi hebat. Dia harus membayar gaji timnya yang terdiri dari 15 orang dari tabungannya sendiri. Dia menjalani malam-malam tanpa tidur dan menumpuk utang dalam jumlah besar. Start-up yang kemudian dia luncurkan semuanya gagal.

Sekarang Sam adalah seorang solopreneur, menjadi konsultan freelance sekaligus menulis buku dan mengembangkan produk berbasis informasi. Hingga saat ini, dia masih sering menoleh ke belakang dengan penyesalan karena tidak bertahan dengan pekerjaannya di sebuah konsultan manajemen besar di Beirut.

“Teman-teman saya iri pada saya,” katanya. “Tapi mereka tidak tahu apa yang saya alami. Setiap pengusaha adalah pengambil risiko, dan dibutuhkan oleh dunia, tapi itu bukan gaya hidup yang mudah."

Tidak jarang kenyataan menjalankan bisnis sendiri berbenturan dengan harapan, kata konsultan karier yang berbasis di Inggris, Ayesha Murray.

“Sebagai pemilik bisnis, kita ingin sukses, tetapi kita sering kali memiliki ekspektasi yang tidak realistis sejak awal terkait angka penjualan, pendapatan, atau batasan kehidupan kerja,” kata dia. “Orang yang memiliki karier sukses sebelum memulai sendiri, mungkin menganggap bahwa apa pun yang dicoba selanjutnya juga akan berhasil.”

Selain itu, ada risiko membandingkan realitas pahit dari pengalaman sebagai wirausahawan dengan pengalaman orang lain yang tampaknya indah di media sosial.

Itulah yang terjadi pada Catherine Warrilow, yang pertama kali mendirikan agensi humasnya sendiri pada tahun 2006, setelah menyadari dia kesulitan dengan hierarki tempat kerja tradisional. Dari luar, langkah itu tampak positif. Agensinya tumbuh menjadi bisnis yang sukses, dengan tujuh staf dan klien-klien top.

“Tapi saya tidak pernah bisa berhenti memikirkan pekerjaan,” kata Warrilow. “Saya merasa kewalahan dan cemas sepanjang waktu. Rasanya selalu ada yang kurang."

Stres mengubahnya menjadi "orang gila kontrol", selalu mengatur timnya sampai hal terkecil. Bukan itu kehidupan yang dibayangkan perempuan dari Oxford, Inggris itu.

“Kesalahpahaman terbesar saya adalah bahwa punya bisnis sendiri sama dengan kebebasan. Bisa datang dan pergi sesukanya dan mengatur waktu sendiri,” katanya.

Kenyataannya, justru hidupnyalah yang harus menyesuaikan dengan pekerjaan, dengan klien yang mengharapkan dia selalu siap sedia. Itu sebabnya, pada 2015, setelah ditawari pekerjaan oleh salah satu calon kliennya, ibu dua anak ini memutuskan untuk menyerah.

“Hari ketika saya memutuskan untuk berhenti jadi wiraswasta mungkin merupakan salah satu hari terbaik dalam kehidupan profesional saya,” katanya. "Rasanya beban besar telah terangkat."

Sekarang, sebagai direktur pelaksana di perusahaan agen perjalanan, dia menikmati banyak kebebasan yang dahulu dia harapkan ketika menjalankan usahanya sendiri. Dia bisa keluar kantor untuk bertemu klien, dan kadang-kadang selesai kerja lebih awal untuk minum kopi bersama teman.

Adapun Schreim, dia akan tetap menjadi bos bagi dirinya sendiri, untuk saat ini. Pada 2017 dia mencoba bekerja penuh waktu untuk sebuah perusahaan besar, namun tidak dapat melakukan transisi.

“Saya merasa saya benci punya atasan, atau harus melapor untuk bekerja dan harus menangani tugas admin,” katanya.

Namun, dia mengatakan, elemen-elemen ini mungkin tidak mengganggunya jika dia tidak pernah menjadi bos sendiri. 

Tentu saja, ada banyak kisah sukses, dan banyak orang yang memulai bisnisnya sendiri tidak akan pernah menoleh ke belakang. Tetap saja, Schreim memperingatkan mereka yang ingin mengikuti jejaknya: "Siapa pun yang ingin terjun menjadi wirausaha, perlu menyadari kelebihan dan kekurangan dunia tersebut."

Related

Career 6144649034130942817

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item