Resensi Lengkap Film The Skin I Live In, Kisah Dendam Seorang Dokter (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Resensi Lengkap Film The Skin I Live In, Kisah Dendam Seorang Dokter - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Bersama rekannya, Fulgencio (Eduard Fernandez), ia merombak total tubuh pasien istimewanya itu. Fulgencio sebelumnya dibohongi. Robert meyakinkan bahwa si pasien dengan sadar memang telah meminta dia untuk mengoperasinya – menjadi perempuan utuh. Vicente lalu diganti kelamin, dipasangi ’onderdil’ pelengkap, dan kulitnya pun berubah halus layaknya kaum hawa.

Semua tahap operasi bedah telah selesai, kini Vicente jadi perempuan bernama Vera. Ia gamang. Ia terperangkap dalam tubuh baru. Ia mengalami shock, tak bisa menerima dirinya sendiri. Namun, ia tak kuasa menolak kenyataan getir ini. Ia hanya tahanan bagi tuannya – sang ahli bedah plastik yang kelewatan kreatif terhadap tubuhnya. Sekalipun tampak molek, namun ia cantik yang luka. Dalam luka menganganya, masih mendidih darah pemberontakan. Kelak Vicente menemukan cara.

Kalau Vicente atau Vera terlihat amat menderita, sebaliknya Dr. Robert Ledgard merasa amat puas dan bangga dengan hasil kreativitas ilmiahnya. Melihat tubuh menawan Vera menjadi kebiasaan baru baginya. Itu bagai obat penghilang penat amat mujarab, sepulang kerja. Apalagi ia cukup lama menyendiri. Bisa jadi Robert telah jatuh hati pula. Bukankah cinta punya cara sendiri menemukan objeknya? 

Begitulah realitanya. Vera tahu ia sering diperhatikan. Seketika ia terinspirasi. Mungkin solusi cerdas terbebas dari penjara mewahnya adalah berpura-pura menjadi pendamping hidup bagi Robert. Terkadang kepalsuan dibutuhkan demi mewujudkan keinginan. Baginya ini sepadan.

Cerita dalam film ini mulai memasuki ketegangan. Tokoh Seca (Roberto Alamo), perampok berangasan, adik seibu dengan Robert muncul dalam sebuah adegan. Ia mendapat alamat rumah sang dokter setelah membaca sebuah artikel koran lokal. 

Tiba di kediaman Robert, ia disambut Marilia yang tersentuh kata-katanya – rindu bertemu ibu. Dipersilakan masuk dan dihidangkan makanan. Ketika Seca hendak mengambil sebotol minuman, di layar monitor dilihatnya seorang perempuan cantik berada dalam satu kamar.

Ia bertanya pada Marilia. Ibunya berbohong. Katanya itu hanya tampilan film saja, tidak ada siapa-siapa. Seca bersikeras ingin menemui, tetapi ibunya malah mengusir keluar di bawah ancaman sepucuk pistol. Saat Marilia lengah, ia berhasil merebut senjata dan mengikatnya. Lalu mencari perempuan cantik dalam kamar. 

Vera merasa amat cemas. Ia tahu ada yang tak beres setelah mendengar suara tembakan. 

Akhirnya, Seca berhasil merengkuh dan memperkosanya setelah pintu kamar dibuka. Tiba-tiba Robert pulang dan menemukan pembantunya terikat. Ia juga melihat Vera yang sedang digagahi. Ia lalu menembak mati Seca dan membuang mayatnya.

Peristiwa pemerkosaan itu rupanya menjadi jalan pembuka kebebasan Vera. Ia mulai merayu Robert agar mau hidup bersama bagai sepasang kekasih. Sang dokter bersedia. Mereka mulai tidur seranjang, mereguk kehangatan di malam dingin. 

Bagi Vera memang terasa absurd. Namun, ia mesti apik melakoni peran sandiwaranya. Peluang emas akhirnya datang juga menghampiri Vera. Ia segera memanfaatkan dengan cekatan. Di dalam kamar, Robert dan Marilia, ibu kandung sang dokter yang selama ini berpura-pura menjadi pembantu setia, terkulai setelah mereka ditembaknya.

Film produksi El Deseo S.A dengan musik yang ditangani Alberto Iglesias ini cukup menarik, kan? Kita seperti diberi sebuah persepsi mengenai tubuh, konflik identitas diri, absurditas cinta, dan pemahaman soal kehidupan emosional individu yang amat pelik.

Pedro Almodovar bekerja sama dengan produser Agustin Almodovar sepertinya ingin mewacanakan betapa tubuh dipandang amat privat. Tubuh memuat makna tertentu bagi tiap pribadi. 

Melalui tokoh Vera, tersirat bahwa tubuh seseorang yang berubah secara terpaksa rentan menimbulkan distorsi psikologis. Kegamangan melihat diri sendiri yang ganjil dari biasanya. 

Penyimpangan prilaku, penuh kepalsuan yang terbungkus keinginan tersembunyi cepat sekali dipicu oleh tubuh yang termodifikasi. Tokoh Dr. Robert Ledgard seolah hendak mengingatkan kita kembali. Betapa ilmu pengetahuan yang berada dalam jiwa yang sakit, dipengaruhi ambisi dan kebencian, sungguh tidak akan memberikan kebaikan. Sebaliknya, akan jadi senjata berbahaya yang membuat orang lain menderita, dan memberikan kesombongan bagi pemiliknya. 

Related

Film 8693887561938990194

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item