Salam 4 Jari, Bagaimana Fenomena Ini Muncul di Pemilu 2024? (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Salam 4 Jari, Bagaimana Fenomena Ini Muncul di Pemilu 2024? - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Ia mengatakan pihaknya akan terus memperjuangkan paslon 02, Prabowo dan Gibran, untuk pemilu yang akan datang. Ia juga mengatakan bahwa TKN tidak akan mengajukan laporan terkait gerakan itu karena dinilai pengaruhnya kurang signifikan.

“Kalau soal pelanggaran aturan, silakan Bawaslu menanggapi. TKN tidak akan mengajukan bahwa itu pelanggaran atau tidak,“ kata Viva Yoga.

Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadiala merespons fenomena itu. Ia menilai gerakan itu tidak akan berjalan dan hanya dibuat oleh orang-orang yang khawatir paslon mereka akan kalah.

“Kami di [kubu] pasangan nomor urut 2 tidak pernah memikirkan orang-orang lagi galau, kami benar-benar berpikir tentang masa depan bangsa, itu terserah mereka, tapi saya tinggal lah, rakyat sudah pintar," ucapnya, Sabtu (27/01).

Apakah melanggar aturan pemilu?

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Totok Hariyono, mengatakan bahwa ia baru mendengar tentang gerakan Salam 4 Jari dan timnya akan mempelajarinya lebih lanjut jika ada yang melaporkan gerakan itu ke Bawaslu.

“Kami berharap dalam pemilu ini tidak ada saling menghasut, saling menjatuhkan. Karena kalau menghasut itu jelas SARA, itu [Pasal] 280 ada larangannya. Untuk ujaran kebencian, menghasut, itu ada tindak pidananya. Dengan kekerasan atau suku ras agama,“ ujar Totok.

Peneliti Perludem, Ihsan Maulana, mengatakan bahwa timnya melihat gerakan Salam 4 Jari tidak menyalahi aturan dalam UU Pemilu. Karena gerakan itu merupakan bagian dari kampanye yang dilakukan masyarakat.

Peneliti dari Perhimpunan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Ihsan Maulana, mengatakan bahwa fenomena seperti Salam 4 Jari tidak melanggar aturan berkampanye dalam pemilu karena merupakan bagian dari kebebasan berekspresi.

“Kami di Perludem tidak pada porsi menilai itu benar atau salah. Karena itu merupakan bagian dari kampanye yang disuarakan oleh masyarakat yang secara alami,” kata Ihsan pada Minggu (28/01).

Bahkan, Ihsan menyebut gerakan-gerakan yang menganjurkan masyarakat agar tidak memilih calon tertentu sudah tergolong lumrah karena pernah digaungkan juga pada Pemilu 2019 dan Pemilu 2014.

“Yang tidak diperbolehkan dalam UU pemilu itu kalau dalam konteks kampanye mempersoalkan misalnya dasar negara atau misalnya menggunakan atribut atau partai dari paslon lain. Itu baru tidak boleh dilakukan,“ kata Ihsan.

Ia mengatakan gerakan itu berbeda dengan anjuran golput (golongan putih) karena masih mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya, serta tidak ada unsur uang politik yang digunakan untuk membiayai gerakan itu.

“Jadi itu bagian dari kebebasan berekspresi, selain itu juga memang, kebebasan berekspresi itu selama tidak menyalahi aturan di dalam UU pemilu. Itu hal-hal yang biasa saja terjadi,“ ujarnya.

Apakah gerakan ini berpotensi menggagalkan wacana satu putaran?

Peneliti Perludem, Ihsan Maulana, mengatakan gerakan-gerakan yang mencoba mengarahkan masyarakat agar tidak memilih calon tertentu memang muncul setiap tahun politik.

“Itu kampanye yang rame di 2019 itu #GantiPresiden, itu juga bagian dari ekspresi publik yang tidak menyalahi UU pemilu karena itu bagian dari bagaimana publik mengekspresikan dirinya.”

Pada Pemilu 2019, muncul gerakan #2019gantipresiden yang dimulai untuk menjatuhkan elektabilitas Presiden Joko Widodo dalam Pemilu 2019 saat ia melawan Prabowo Subianto. Gerakan tersebut diinisiasi oleh politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera.

Mardani, yang partainya saat itu mengusung Prabowo Subianto pada Pilpres 2019, menganggap setiap orang berhak mengutarakan sikap soal kelanjutan kepemimpinan negara.

Gerakan tersebut mengumpulkan massa dari seluruh Indonesia dan sempat ada rencana mendeklarasi gerakan tersebut di beberapa kota. Namun, rencana itu dibatalkan karena tidak mendapatkan izin dari aparat keamanan.

Selain itu, ada pula muncul gerakan #AsalBukanAhok menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada 2017 silam.

“Jadi kampanye yang soal empat jari itu kampanye sama saja kalau kami melihat dari narasi-narasi yang disampaikan soal perubahan, melanjutkan kepemimpinan, atau kampanye-kampanye lain yang diinisiasi oleh publik,” jelas Ihsan.

Namun, Ihsan cukup optimistis bahwa masih ada peluang besar terbentuknya poros gabungan antara 01 dan 03, terutama jika terjadi putaran kedua, Namun, untuk membawa dampak signifikan, gerakan Salam 4 Jari harus menjaga momentum hingga putaran kedua terjadi.

Dosen Ilmu Politik dari Universitas Indonesia, Aditya Perdana, mengatakan Pilpres 2024 sangat mungkin diselenggarakan dengan putaran kedua.

“Saya yakin dua putaran. Karena Prabowo sendiri belum sampai 50%. Masih di 40%-an. Jadi di satu sisi, kubu Pak Prabowo terlalu percaya diri untuk bikin satu putaran. Dan yang gelisah 01 dan 03,” ujar Aditya.

Meski begitu, menurut Aditya, gerakan Salam 4 Jari kurang relevan jika tidak ada putaran kedua sehingga ia kurang yakin bisa membawa dampak yang signifikan.

“Tidak masuk akal ketika mereka mau dorong 01 dan 03 untuk mulai bergabung dan berakumulasi untuk menjatuhkan 02. Karena mereka harus menentukan dulu, 01 atau 03, yang peringkat nomor dua [terbesar] siapa. Memang harus pemilu dulu,” tutur Aditya.

Related

News 2834991238202219092

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item