Benarkah Umar bin Khattab Mengubur Putrinya Hidup-hidup? (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Benarkah Umar bin Khattab Mengubur Putrinya Hidup-hidup? - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Ringkasnya, pada riwayat Umar radhiyallahu ‘anhu dan mursal Qatadah rahimahullah, Qais mengubur 8 putrinya, sedangkan pada riwayat Qais bin ‘Ashim  radhiyallahu ‘anhu sendiri adalah 12 atau 13 putri. Namun, ketiga riwayat ini yakni riwayat Umar, mursal Qatadah, dan riwayat Qais bin ‘Ashim sepakat pada riwayat berupa perintah Nabi kepada Qais, “Sembelihlah seekor unta untuk masing-masing dari mereka!”

Jika kita perhatikan, riwayat ini mirip redaksinya dengan kisah tanpa sanad yang dibawakan tentang Umar radhiyallahu ‘anhu yang mengubur hidup-hidup putrinya tersebut. Inilah barangkali kisah yang dimaksud, yakni kisah Qais bin ‘Ashim radhiyallahu ‘anhu yang pernah mengubur hidup-hidup putrinya.

Namun, sepertinya sebagian ulama tersebut keliru dengan menjadikan kisah tersebut adalah kisah Umar radhiyallahu ‘anhu, padahal beliau hanya meriwayatkan kisah tersebut, bukan pelakunya.

Riwayat kedua

Kisah Umar mengubur putrinya dalam riwayat kedua juga sama keadaannya. Hanya disebutkan dalam beberapa kitab tanpa diketahui sanad maupun sumbernya. Ini adalah kisah fiktif yang tidak diketahui dari mana asalnya. Tidak didapati dalam kitab-kitab riwayat sedikit pun.

Tak menutup kemungkinan ini adalah hasil gubahan para tukang kisah. Atau mungkin kisah buatan sekelompok orang yang tidak suka kepada Umar radhiyallahu ‘anhu demi menjelek-jelekkan beliau dengan mengada-ada tentang perjalanan hidup beliau di masa Jahiliyah.

Sebab kisah ini tidak ditemukan sedikit pun dalam berbagai referensi sejarah yang memiliki mata rantai periwayatan sejarah. 

DR. Abdu as-Salam bin Muhsin Alu Isa hafidzhahullah mengatakan, “Adapun Umar radhiyallahu ‘anhu, maka disebutkan bahwa beliau pernah mengubur putri beliau hidup-hidup di masa jahiliyah. Namun, aku tidak menemukan seorang pun yang meriwayatkan kisah tersebut (dengan sanad) dari Umar menurut berbagai referensi sejarah yang telah aku telaah.” (Dirasah Naqdiyah fi al-Marwiyat fi Syakhsiyyah Umar bin Khatthab wa Siyasatihi al-Idariyah, Abdu as-Salam bin Muhsin, 1/111—112)

DR. Abdu as-Salam bin Muhsin hafidzhahullah adalah seorang ulama peneliti yang melakukan telaah secara menyeluruh terhadap sejarah personal Umar radhiyallahu ‘anhu dan berbagai kebijakannya semasa hidupnya.

Beliau memiliki karya khusus yang memuat studi kritis mengenai Umar radhiyallahu ‘anhu dan disebarkan oleh Dekanat Riset Ilmiyah Universitas Islam Madinah.

Maka tidak berlebihan menukil pendapat DR. Abdu as-Salam bin Muhsin di atas untuk mengonfirmasi ketiadaan referensi yang otentik mengenai kisah Umar radhiyallahu ‘anhu yang mengubur hidup-hidup putrinya yang masyhur diceritakan oleh sebagian dai hari ini. 
Urgensi Sanad

Baik riwayat pertama maupun kedua, sama-sama diriwayatkan tanpa sanad. Sebagian kitab fikih maupun tafsir hanya sekadar menyebut matannya tanpa menyertakan sanadnya. Sementara hal itu amat dibutuhkan untuk memeriksa benar atau tidaknya riwayat tersebut.

Imam Abdullah bin Al-Mubarak rahimahullah mengatakan, “Sanad bagian dari agama. Andaikan bukan karena sanad, niscaya orang akan berbicara (tentang agama) semaunya.” (Shahih Muslim, Muslim, 1/15)

Mengisahkan sesuatu yang tidak valid riwayatnya atau yang tidak diketahui kebenarannya termasuk dari larangan Allah Ta’ala, “Janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak memiliki ilmu dengannya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan, dan hati seluruhnya akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra: 36)

Dan termasuk pada dugaan yang Allah cela, sebagaimana kaum musyrik yang membangun keyakinan mereka tanpa dasar yang jelas, “Dan tidaklah mereka memiliki ilmu tentangnya. Mereka tidak lain hanya mengikuti dugaan semata dan sesungguhnya dugaan tidak akan mencukupi kebenaran sedikit pun.” (QS. An-Najm: 28)

Dari sini jelas, tiadanya sanad yang menyebut tentang kisah Umar radhiyallahu ‘anhu yang mengubur putrinya hidup-hidup tersebut menunjukkan bahwa kisah tersebut batil, palsu, dan tidak halal untuk diriwayatkan dan dikisahkan. Mengisahkannya termasuk kebohongan dan kedustaan serta mengada-ada atas nama Umar radhiyallahu ‘anhu.

Jika mengada-ada atas nama seorang muslim saja merupakan suatu dosa yang besar, maka bagaimana jika kedustaan itu dilakukan atas nama seorang sahabat besar yang dijamin masuk surga, wali Allah, mertua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan khalifah kedua umat Islam yang setan pun takut bersua dengannya? Tentu dosanya jauh lebih besar lagi!

Tinjauan Matan Kisah Umar Mengubur Putrinya

Selain ketiadaan mata rantai periwayatan (silsilah sanad), kisah Umar mengubur putrinya tersebut juga amat ganjil.

Sebab anak pertama Umar radhiyallahu ‘anhu adalah seorang perempuan yang dengannya beliau diberi kunyah, yakni Hafshah binti Umar radhiyallahu ‘anhuma yang juga salah satu istri Rasulullah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Jika memang Umar radhiyallahu ‘anhu pernah mengubur hidup-hidup anak perempuannya, apa yang menghalangi beliau mengubur Hafshah radhiyallahu ‘anha? Padahal Hafshah radhiyallahu ‘anha lahir sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus dan pastinya Umar radhiyallahu ‘anhu masih berada dalam kejahiliyahan?

Diriwayatkan bahwa Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu bercerita tentang putrinya sendiri Hafshah radhiyallahu ‘anha, “Mengabarkan kepada kami Muhammad bin Umar (al-Waqidi). Menceritakan kepadaku Usamah bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Umar. Umar berkata, “Hafshah dilahirkan ketika kaum Quraisy membangun Ka’bah 5 tahun sebelum diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak, 6752; HR. Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat, 8/65)

Hanya saja muara riwayat di atas adalah Muhammad bin Umar, yaitu al-Waqidi. Baik riwayat Ibnu Sa’ad maupun al-Hakim. Namun, al-Hakim meriwayatkan dari al-Waqidi melalui al-Husain bin al-Faraj, bukan dari Ibnu Sa’ad. Sementara telah masyhur bagaimana dahsyatnya celaan para ulama terhadap al-Waqidi.

Meski demikian, sebagian ulama memberi toleransi memakai riwayat dari al-Waqidi jika berkenaan dengan sejarah, selama tidak memiliki sangkut paut dengan akidah maupun syariah.

Al-Hafizh adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan, “Telah jelas bahwa al-Waqidi adalah perawi yang dhaif. Akan tetapi, boleh berargumen dengannya dalam masalah kisah-kisah peperangan maupun sejarah. Kami sendiri memaparkan berbagai riwayatnya tanpa berhujah dengannya. Adapun dalam masalah hukum, tidak seyogianya riwayatnya dipertimbangkan.” (Siyar A’lam Nubala, adz-Dzahabi, 9/469)

Baca lanjutannya: Benarkah Umar bin Khattab Mengubur Putrinya Hidup-hidup? (Bagian 3)

Related

Moslem World 1561878671525475285

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item