Benarkah Umar bin Khattab Mengubur Putrinya Hidup-hidup? (Bagian 3)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Benarkah Umar bin Khattab Mengubur Putrinya Hidup-hidup? - Bagian 2). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Andaikan riwayat al-Waqidi tersebut tidak dapat dijadikan hujah, tetap itu tidak menghalangi Hafshah radhiyallahu ‘anha lahir di masa jahiliyah atau sebelum Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu masuk Islam.

Sebab di awal dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Makkah, Hafshah radhiyallahu ‘anha telah masuk Islam bersama suaminya Khanis bin Hudzafah as-Sahmi radhiyallahu ‘anhu hingga akhirnya ia menjanda setelah suaminya wafat di Madinah karena Perang Uhud dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahinya pada tahun ke-3 Hijriyah, sebagaimana yang dirajihkan oleh al-Hafizh al-Asqalani rahimahullah dalam al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah (8/86).

Ini menunjukkan bahwa Hafshah radhiyallahu ‘anha telah baligh di awal diutusnya Rasulullah, sekaligus menunjukkan bahwa ia lahir sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus di mana Umar radhiyallahu ‘anhu pada saat itu masih berada dalam masa kejahiliyahan.

Terlebih Umar radhiyallahu ‘anhu masuk Islam beberapa tahun agak lama dari sebagian sahabat yang masuk Islam di awal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus. Mustahil Hafshah radhiyallahu ‘anha lahir dalam keadaan Umar radhiyallahu ‘anhu telah masuk Islam.

Jika demikian adanya, apa yang menghalangi Umar radhiyallahu ‘anhu untuk tidak membunuh putrinya tersebut ketika Hafshah radhiyallahu ‘anha masih bayi jika memang Umar radhiyallahu ‘anhu pernah mengubur putrinya hidup-hidup? Ini semakin menambah kebatilan kisah tersebut.

Menepis Syubhat Umar Mengubur Putrinya

Sebagian orang ada yang berusaha membela kisah Umar mengubur putinya dengan mengatakan, “Tidak menutup kemungkinan kisah itu terjadi. Andaikan pun terjadi, itu bukan masalah bagi Umar radhiyallahu ‘anhu. Karena Islam telah menghapus dosa-dosanya sebelumnya.”

Perlu diperhatikan, mungkin atau tidaknya kisah tersebut haruslah membutuhkan bukti berupa sanad dan keshahihan riwayat.

Tidak halal bagi seorang muslim berasumsi dengan dugaan terhadap masa lalu orang lain tanpa ada bukti dan keterangan yang jelas. Ini sama saja dengan prasangka buruk yang muncul dari kebohongan yang diharamkan. Terlebih jika itu seorang sahabat besar sekaliber Umar radhiyallahu ‘anhu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah oleh kalian prasangka. Karena berprasangka adalah ucapan paling dusta.” (HR. Muslim no. 2563 dari Abu Hurairah)

Di samping itu, kisah fiktif tersebut bisa menjadi tuduhan serius bagi Umar radhiyallahu ‘anhu. Melihat adanya beberapa kelompok yang berkepentingan untuk menjatuhkan kredibilitas dan kapasitas Umar radhiyallahu ‘anhu dalam panggung sejarah Islam.

Bukankah kaum Rafidhah dan orientalis Barat berusaha mengait-ngaitkan perselisihan antara Ali dan Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhum dengan peristiwa masa lalu berupa persaingan antara bani Hasyim dan bani Umayyah, sehingga jadilah perselisihan tersebut terkesan sebagai perselisihan kekuasaan dan kepentingan dunia semata? Padahal perselisihan tersebut murni karena perbedaan cara pandang (ijtihad) dalam menyikapi kasus pembunuhan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.

Bukan mustahil jika suatu hari nanti kisah fiktif Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu yang mengubur hidup-hidup putrinya tersebut dijadikan sebagai senjata dan legitimasi untuk membunuh karakter Umar radhiyallahu ‘anhu dengan mengait-ngaitkan kepemimpinan beliau dengan masa lalunya yang fiktif tersebut.

Seakan-akan ajaran Islam adalah hasil gubahan Umar radhiyallahu ‘anhu yang masih terpengaruh dengan kejahiliyahannya, sebagaimana kaum Rafidhah menuduh Umar radhiyallahu ‘anhu sebagai sosok munafik yang masih menyembah berhala karena mempertahankan kejahiliyahannya dan mengacak-acak ajaran Islam selepas wafatnya Rasulullah.

Mereka juga menuduh bahwa al-Quran adalah hasil distorsi Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu ‘anhum. Karena ketiga sosoknya inilah yang terlibat langsung dalam pengumpulan dan pembukuan al-Quran.

Jika umat Islam telah ragu terhadap Umar radhiyallahu ‘anhu, maka umat Islam pun akan ragu terhadap Al-Quran. Karena Umarlah yang mengusulkan kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu agar al-Quran dikumpulkan. Sampai-sampai Umar radhiyallahu ‘anhu melarang keras dan menghukum siapa saja yang lebih mengutamakan penulisan hadits daripada al-Quran di masanya.

Umar radhiyallahu ‘anhu juga yang menjadi sebab terpilihnya Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai pengganti Rasulullah dan menjadi sebab terpilihnya Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu sebagai penggantinya sendiri.

Ketiga khalifah inilah yang menjadi sebab terjaganya syariat, sunnah Rasulullah di tengah-tengah kaum muslimin, dan tersebarnya Islam ke penjuru dunia, hingga Romawi dan Persia bertekuk lutut di bawah kedigdayaan Islam.

Alangkah benarnya ucapan Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu ketika ditanya mengenai “pintu” yang menjadi pembatas antara fitnah agama yang akan menimpa umat Islam. Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Pintu itu adalah Umar.” (HR. Al-Bukhari No. 525; HR. Muslim No. 144)

Tak ayal lagi, jika kaum Rafidhah Majusi dan orientalis Barat memberikan perhatian lebih terhadap Umar radhiyallahu ‘anhu dan kepribadiannya. Di antara sekian sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Umar radhiyallahu ‘anhu adalah sahabat yang mendapat porsi terbanyak untuk dikaji oleh para peneliti Barat.

Maka tak heran jika serangan demi serangan pembusukan karakter ditujukan kepada Umar radhiyallahu ‘anhu. Meski kaum orientalis harus berkolaborasi dengan kaum Rafidhah yang sedari dulu menaruh dendam terhadap Umar radhiyallahu ‘anhu atas keberhasilan beliau dalam meruntuhkan keangkuhan peradaban Majusi Persia Raya. Karena “pintu pembatas” itu adalah Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu.

Kesimpulan

Kisah bahwa Umar radhiyallahu ‘anhu pernah mengubur putrinya hidup-hidup adalah kisah fiktif yang tidak memiliki mata rantai periwayatan (sanad) yang jelas dan tidak bersumber sama sekali. Kemungkinan itu adalah kekeliruan atau bisa jadi sengaja diada-adakan untuk kepentingan tertentu.

Tidak halal bagi seorang muslim menceritakan kisah tersebut dengan menyandarkannya pada Umar radhiyallahu ‘anhu, padahal beliau tidak pernah melakukan hal itu sama sekali.

Hendaknya kita waspada dari setiap riwayat tidak shahih jika telah menyangkut kehormatan para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum. Karena merekalah penjaga agama ini dari berbagai distorsi dan kesesatan orang-orang yang hendak membuat ragu umat Islam terhadap agamanya sendiri, khususnya Khulafaurasyidin radhiyallahu ‘anhum. 

Related

Moslem World 4820412727312807121

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item