Bumi Manusia: Dulu Dilarang, Sekarang Masuk Kurikulum (Bagian 1)


Novel 'Bumi Manusia' karya Pramoedya Ananta Toer sempat dilarang pada masa Orde Baru. Di masa itu, membaca, memiliki, ataupun menjual buku-buku Pramoedya bisa membuat Anda dijebloskan ke penjara. Kini, pemerintah Indonesia memasukkan buku itu dalam daftar rekomendasi sastra kurikulum agar dibaca dan dipahami oleh siswa di seluruh Indonesia.

Novel Bumi Manusia menceritakan perjuangan anak bupati bernama Minke melawan diskriminasi Belanda terhadap pribumi pada masa kolonial di awal abad ke-20. Minke, yang bisa bersekolah karena privilese, menggunakan pengetahuannya untuk melawan kolonialisme Belanda.

Pramoedya Ananta Toer sendiri menjadi tapol (tahanan politik) di bawah pemerintahan Orde Baru karena afiliasinya dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang dibubarkan karena terkait dengan Partai Komunis Indonesia.

Di Pulau Buru, Pramoedya masih tetap produktif menulis: salah satunya adalah tetralogi Bumi Manusia yang mencakup Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1981), Jejak Langkah (1985), dan Rumah Kaca (1988)

Bumi Manusia dilarang Kejaksaan Agung dengan surat larangan nomor SK-052/JA/5/1981 setahun setelah terbit - sementara tiga buku sisanya langsung dilarang tak lama setelah dipublikasikan.

Beberapa mahasiswa pernah dipenjara dengan tuduhan menyimpan dan mengedarkan Bumi Manusia – salah satunya adalah Bonar Tigor Naipospos, yang diseret aparat dari kamar kosnya di Pondok Pinang, Jakarta Selatan pada Agustus 1989.

Bonar kemudian diinterogasi, dituntut, dan dijebloskan ke penjara hampir sembilan tahun. Dia dianggap sebagai aktor intelektual penyebar novel itu sekaligus menyebarkan ideologi komunisme.

“Ironis” adalah kata yang digunakan Bonar beberapa kali saat menanggapi kabar Bumi Manusia, novel sastrawan kawakan Pramoedya Ananta Toer, masuk daftar rekomendasi buku sastra ke dalam Kurikulum Merdeka mulai tahun ajaran baru.

"Saya enggak pernah membayangkan bahwa saya terkena hanya karena kasus buku. Bukan kita pula juga penulisnya. Ironisnya di situ," ujar Bonar, Selasa (22/05).

Bonar kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Nasional Setara Institute – LSM yang fokus terhadap riset dan advokasi untuk demokrasi, kebebasan berpolitik, dan hak asasi manusia.

Bagi Bonar, Bumi Manusia “sangat baik” dan “harus dibaca” semua anak muda yang “memiliki kecintaan kepada negeri ini”. Dia berpendapat pemerintah “sangat naif” apabila tidak memasukkan karya-karya Pramoedya Ananta Toer dalam rekomendasi sastra di kurikulum.

“Pemerintah tidak bisa mengabaikan bahwa Pramoedya Ananta Toer adalah raksasa dalam sejarah Indonesia. Bukunya diterjemahkan dalam banyak bahasa [asing] dan [nama Pramoedya sempat didiskusikan] beberapa kali untuk mendapatkan Nobel [Sastra],” ujarnya.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) menempatkan sastra ke dalam Kurikulum Merdeka per tahun ajaran baru untuk tingkatan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Dalam konferensi pers pada Senin (21/05), Kemendikbud-Ristek menyebutkan ada 177 karya sastra termasuk novel, cerita pendek, puisi, dan non-fiksi yang bisa digunakan tenaga pengajar dalam menunjang proses pembelajaran di sekolah.

Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud-Ristek, Anindito Aditomo, mengatakan bahwa Sastra Masuk Kurikulum ini bukan mata pelajaran tersendiri.

“Buku-buku yang direkomendasikan bisa digunakan sebagai bahan belajar mata pelajaran yang sudah ada, mulai bahasa Indonesia sampai IPA dan IPS,” ujar Anindito.

“Sebagai contoh, buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer bisa didiskusikan dan dianalisis di kelas sejarah untuk memahami pengalaman menjadi orang Indonesia di zaman kolonial Belanda dan dampak kolonialisme terhadap alam pikir masyarakat Indonesia pra-kemerdekaan.”

Ditanya tentang pemilihan Bumi Manusia – yang dulu dilarang Orde Baru – Anindito hanya mengatakan pemilihan karya yang direkomendasikan dilakukan tim kurator yang terdiri dari sastrawan mumpuni dan guru-guru yang berpengalaman menggunakan karya sastra di kelasnya.

“Jadi silakan gali dari tim kurator untuk menanyakan mengapa karya Pram masuk dalam daftar rekomendasi,” ujarnya.

Okky Madasari, sastrawan dan sosiolog yang masuk ke dalam tim kurator Sastra Masuk Kurikulum, mengatakan Bumi Manusia dipilih berdasarkan kriteria tujuan pembelajaran untuk jenjang SMA “antara lain [untuk] memahami sejarah kebangsaan”.

“Karya Pramoedya memang sudah seharusnya diperkenalkan di bangku sekolah. Ketika memperkenalkan karya sastra, kita juga sedang memperkenalkan sejarah pergulatan intelektualisme dan capaian-capaian penting kreativitas Indonesia,” ujarnya, Selasa (21/05).

“Karya Pramoedya tidak mungkin luput dan sudah seharusnya masuk. Bumi Manusia ditempatkan di jenjang SMA, karena mempertimbangkan kompleksitas cerita dan ketebalan.”

Selain Pramoedya, buku Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul, penyair dan aktivis yang dinyatakan hilang sejak 1998, dan Laut Bercerita karya Leila S. Chudori yang mengisahkan penculikan aktivis tahun 1998 juga masuk ke dalam daftar.

Okky menyebut puisi-puisi Wiji Thukul “penting dibaca untuk membangun kesadaran politik dan berpikir kritis [sehingga] direkomendasikan untuk dibaca pelajar SMA yang baru punya hak pilih.”

Adapun Laut Bercerita, menurut Okky, “cocok digunakan untuk mempelajari apa yang terjadi di seputar Reformasi 98”.

“Mempelajari sejarah juga merupakan tujuan pembelajaran,” jelasnya.

Walaupun peluncuran program ini bertepatan dengan peringatan 26 tahun kerusuhan Mei 1998 – dan ada buku-buku yang berkelindan dengan represi Orde Baru, Okky menyebut Sastra Masuk Kurikulum tidak berhubungan dengan Mei 1998.

“Pemilihan 20 Mei karena dalam rangkaian Hari Buku Nasional,” ujar Okky. “Jika dianggap memperbaiki citra, citra yang ingin diperbaiki oleh Sastra Masuk Kurikulum adalah citra dunia pendidikan kita.”

Okky menyebut setelah perilisan rekomendasi, program dilanjutkan dengan penyusunan modul ajar yang diharapkan bisa menjadi contoh bagaimana buku-buku ini digunakan.

“Pekerjaan rumah besarnya sekarang ada pada peningkatan kesadaran dan pelatihan guru. Juga pada upaya agar buku-buku yang direkomendasikan tersedia luas. Perlu kerjasama dengan institusi lain seperti Perpustakaan Nasional, juga penerbit swasta,” ujar Okky.

Salinan digital Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra dari situs Kemendikbud-Ristek menyebut seluruh 177 judul karya sastra yang menjadi rekomendasi.

Tim kurator beranggotakan 17 orang yang terdiri dari sastrawan, akademisi, guru-guru sekolah memulai proses pemilihan buku sejak pertengahan tahun 2023. Kurasi buku dibagi dalam tiga jenjang – SD, SMP, SMA – untuk menyesuaikan tingkat kemampuan dan tujuan pembelajaran.

"Hanya ada satu buku dari satu nama penulis. Selain untuk pemerataan representasi, diharapkan guru dan siswa akan terpancing untuk mencari karya-karya lainnya dari penulis tersebut," jelas Okky.

Pedoman juga meliputi bagian-bagian dari buku mana yang perlu dijadikan perhatian staf pengajar – seperti penggunaan kata dan istilah yang mungkin perlu dijabarkan kepada para siswa.

Komik Mahabharata (2001) dari R.A. Kosasih dan Majalah Bobo: Edisi Koleksi 50 Tahun (2023) masuk ke daftar rekomendasi untuk tingkatan SD.

Adapun untuk tingkat SMP, judul-judul seperti Laskar Pelangi (2008) karya Andrea Hirata, Negeri 5 Menara (2012) karya A Fuadi, dan Madre (2015) karya Dewi Lestari.

Di buku 99 Cahaya di Langit Eropa (2017) karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, pedoman mencantumkan penafian (disclaimer) karena ada kata-kata “pasangan sesama jenis juga tanpa malu-malu memamerkan romantisme mereka [di tempat umum di Eropa]” yang menurut tim Kemendikbud-Ristek “mengandung LGBTQ+”.

Baca lanjutannya: Bumi Manusia: Dulu Dilarang, Sekarang Masuk Kurikulum (Bagian 2)

Related

News 6284983718099775442

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item