Polemik Penertiban Juru Parkir Liar di Indonesia (Bagian 1)


Sejumlah daerah tengah gencar menertibkan parkir liar menyusul ramainya keluhan warga di media sosial tentang keberadaan juru parkir liar yang disebut sudah meresahkan.

Pasalnya para juru parkir liar ini dikeluhkan kerap memaksa pengendara membayar sejumlah nominal tertentu dan jika menolak bakal berbuat kekerasan.

Pengamat tata kota Nirwono Yoga mengatakan langkah penertiban dengan menangkap para juru parkir liar tidak akan efektif memberangus parkir liar yang sudah tumbuh subur.

Sebab di balik keberadaan juru parkir liar, tambahnya, ada kesalahan dari pemerintah daerah (pemda) yang tak menegakkan aturannya sendiri serta dugaan keterlibatan ormas hingga aparat.

Lalu, adakah solusi untuk persoalan ini?

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang gencar menertibkan juru parkir liar yang beroperasi di minimarket hingga rumah toko (ruko). Itu dilakukan usai banyaknya keluhan warganet di media sosial soal keberadaan juru parkir alias jukir liar yang memaksa memungut biaya ke konsumen di sejumlah minimarket.

Dalam sebuah video yang viral di X misalnya jukir liar sampai bertindak nekat seperti menarik motor konsumen yang hendak pergi karena menolak membayar. Si konsumen disebut ogah bayar lantaran di minimarket tersebut terdapat plang bertuliskan: parkir gratis.

Akibatnya terjadi keributan antara jukir liar, konsumen, dan pegawai minimarket tersebut.

Baru-baru ini juga ada kasus jukir liar yang mematok biaya parkir ke pengunjung Masjid Istiqlal sebesar Rp150.000. Video ini viral di media sosial dan berujung penangkapan terhadap para jukir liar tersebut.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, mengatakan pihaknya telah menindak 127 jukir liar sejak 15-16 Mei lalu. Penindakan itu dilakukan bersama tim gabungan yang terdiri dari personel Dishub DKI Jakarta, Satpol PP dan TNI/Polri.

Dia menjelaskan pada 15 Mei, tim menjaring sebanyak 55 jukir liar di berbagai titik pusat perbelanjaan dan minimarket di wilayah Jakarta. Kemudian pada 16 Mei, terjaring setidaknya 72 jukir liar di 66 lokasi.

"Penindakan yang dilakukan adalah pembinaan secara persuasif, humanis, dan diberikan surat pernyataan," kata Syafrin Liputo dalam keterangan tertulis, Jumat (17/05).

Jukir liar: Saya kerja halal, enggak merugikan orang

Seorang juru parkir liar di kawasan Jakarta Pusat, Junaedi -bukan nama sebenarnya- mengaku agak waswas dengan razia yang kini digencarkan Dishub DKI Jakarta. Pasalnya dia cuma bisa pasrah kalau sampai terjaring operasi tersebut.

Pria yang menjadi jukir liar di sebuah rumah makan ini bercerita sudah menjalani pekerjaannya sejak akhir 2016.

"Awalnya saya kerja di bengkel, terus di daerah saya ada kekurangan orang untuk jaga parkir. Jadilah saya gantiin teman yang sakit, eh sampai sekarang," ujarnya.

Tempat parkir yang dijaga Junaedi cukup besar. Lokasinya berada di seberang rumah makan dan bisa menampung sampai 20 mobil. Dia mengaku tidak memasang tarif kepada pengunjung. Ada kalanya pengunjung yang mengendarai mobil memberikan Rp5.000 atau Rp10.000 sedangkan untuk sepeda motor digratiskan.

Uang yang didapat dari hasil memarkir itu sepenuhnya dikantongi Junaedi. Tak ada setoran kepada pemilik tempat yang juga si empunya rumah makan tersebut. Termasuk ke ormas tertentu.

"Hitungannya kalau saya masuk kerja, dapat duit. Kalau enggak, ya enggak dapat duit. Makan dan minum saya bawa atau beli sendiri. Saya juga enggak pernah pasang tarif. Seikhlasnya aja. Tapi saya kerja bener, kalau masuk saya parkirin, kalau mau keluar saya arahin. Enggak pernah ada keluhan atau hilang barang pengunjung."

Dalam sehari dia bisa mengantongi antara Rp100.000-Rp150.000. Kalau diakumulasikan, sebulan uang yang didapat berkisar Rp3,7 juta. Baginya angka segitu terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup di Jakarta.

"Bersyukur aja masih bisa kerja daripada menganggur?" ucapnya sambil tertawa.

Sepanjang menjadi jukir liar, Junaedi berkata ada kalanya Dishub DKI Jakarta melakukan razia jika ada laporan dari warga yang mengeluh soal kemacetan di wilayah kerjanya. Dan setiap kali didatangi petugas, dia mengaku tak pernah kabur.

Kepada petugas Dishub, pria bertubuh gempal ini bakal menjelaskan bahwa kemacetan tersebut bukan gara-gara tempat parkirnya semata. Namun ada ulah pengendara yang berputar arah seenaknya. Selain itu dia juga merasa profesinya sebagai jukir liar adalah pekerjaan halal.

"Kan saya kerja halal, saya enggak nodong, nyopet, atau ngerugiin orang. Makanya kalau disamperin, saya ladenin."

"Kalau ditanya kenapa macet begini, saya pasti bilang kalau jam makan siang wajarlah macet, apalagi warung di pinggir jalan. Mereka juga ngerti kok."

Sepanjang berhadapan dengan petugas Dishub, Junaedi tak pernah ditangkap atau dilarang menjadi jukir liar. Sebagai gantinya jika mereka ingin dibelikan sesuatu maka akan dipenuhi.

"Misalnya dia mau rokok, ya saya mesti beliin. Ya namanya parkir liar, enggak ada izin."

Mengenai setoran ke pihak tertentu, dia bilang praktik semacam itu terjadi di tempat parkir yang jukir liarnya bukan orang setempat alias orang suruhan. Atau lokasi parkir liar tersebut milik orang tertentu. "Setahu saya setoran biasanya ke ormas yang pegang wilayah."

Mengapa parkir liar sulit diberantas?

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengatakan operasi penertiban seperti penangkapan jukir liar yang dilakukan Dishub DKI Jakarta dan beberapa wilayah lain beberapa hari belakangan ini sebetulnya tidak efektif sama sekali untuk membenahi persoalan parkir liar yang telah bertahun-tahun dibiarkan tumbuh subur.

Ia menyebut akar masalah dari parkir liar adalah tidak tersedianya tempat parkir yang memadai dan lemahnya penegakan hukum.

Baca lanjutannya: Polemik Penertiban Juru Parkir Liar di Indonesia (Bagian 2)

Related

News 3171470537546347283

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item