Transaksi Kartu Kredit dan Polemik Urusan Pajak

Transaksi Kartu Kredit dan Polemik Urusan Pajak

Naviri.Org - Para pengguna kartu kredit mulai was-was, akhir-akhir ini, setelah Ditjen Pajak akan punya keleluasaan dalam mengakses dan membuka data transaksi kartu kredit yang digunakan pemiliknya. Tujuannya tentu untuk memaksimalkan pemasukan pajak. Semenara dalihnya adalah keterbukaan informasi perbankan untuk keperluan perpajakan.

Sekilas, kenyataan ini memang seperti seorang anak yang menggunakan uangnya sendiri, tapi diawasi orang tuanya. Hasilnya, bisa jadi, ada yang merasa tidak nyaman. Karena itu pula, urusan ini menimbulkan polemik bagi sebagian kalangan.

Rencana pemerintah untuk menarik data nasabah kartu kredit dari penyelenggara kartu kredit sebenarnya bukan hal yang baru. Sejak akhir Mei 2016, kewajiban itu sudah berlaku, hanya saja sempat ditunda karena program amnesti pajak.

Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 39/2016 tentang rincian jenis data dan informasi, serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan.

Kini, seiring dengan berakhirnya program amnesti pajak pada 31 Maret 2017, kewajiban pelaporan data nasabah kartu kredit muncul kembali. Hal itu ditandai dengan terbitnya Surat Kemenkeu No. S-119/PJ. 10/2017 tentang penyampaian data kartu kredit.

Namun, surat itu ternyata ditarik oleh Kemenkeu, sehingga kewajiban pelaporan data nasabah kartu kredit sebagaimana yang diatur di dalam PMK No. 39/2016 masih belum dapat dilaksanakan.

Sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip self assessment. Artinya, wajib pajak diberi kepercayaan penuh untuk menghitung, menetapkan, dan menyetorkan kewajiban pajaknya. Kendati wajib pajak diberi kepercayaan penuh, toh tidak menutup kemungkinan pajak yang disetorkan wajib pajak tidak sesuai dengan fakta sebenarnya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

Sehingga, Ditjen Pajak membutuhkan data/informasi untuk dapat menilai apakah nilai pajak yang disetor wajib pajak benar atau tidak. Apabila terindikasi tidak benar, maka Ditjen Pajak akan melakukan pemeriksaan.

Data nasabah kartu kredit merupakan salah satu sumber data/informasi yang dapat digunakan Ditjen Pajak untuk menilai apakah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dari wajib pajak dilakukan secara benar, lengkap, dan jelas. 

Sebagai contoh, Ditjen Pajak mendapatkan data bahwa Tuan A melakukan transaksi kartu kredit senilai Rp100 juta per bulan. Setelah itu, data itu akan dibandingkan dengan penghasilan Tuan A yang tercantum pada SPT yang dilaporkan oleh Tuan A.

Apabila penghasilan Tuan A yang tertera di SPT hanya sebesar Rp10 juta per bulan, maka bisa dikatakan pengeluaran kartu kredit Tuan A sebesar Rp100 juta per bulan itu menjadi tidak masuk akal, sehingga patut diperiksa.

Saat ini, kewajiban pelaporan data nasabah kartu kredit tidak lagi mengacu dari PMK No. 39/2016. Pasalnya, PMK No. 39/2016 tersebut sudah direvisi oleh Kementerian Keuangan, sehingga aturan yang berlaku saat ini adalah PMK No. 228/2017 tentang rincian jenis data dan informasi, serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan.

Pada PMK 228/PMK.03/2017 memang tak diatur secara rinci hal-hal ketentuan pelaporan data transaksi soal kartu kredit oleh bank. Namun, dalam lampiran, PMK membuat soal daftar penyelenggara kartu kredit. Perbankan memang hanya satu dari sekian banyak pihak yang punya kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Ditjen Pajak. Selebihnya, ada instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain.

Penyampaian data kartu kredit oleh perbankan/penyelenggara kartu kredit kepada Ditjen Pajak akan diatur. Agar konsisten dengan penerapan UU Nomor 9 Tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk tujuan perpajakan, maka beberapa poin akan ditetapkan.

Antara lain, tidak semua nasabah kartu kredit yang datanya akan dilaporkan oleh penyelenggara kartu kredit, dalam hal ini perbankan. Hanya untuk total pembelanjaan (tagihan) paling sedikit Rp1 miliar dalam setahun.

Penyampaian data kartu kredit untuk pertama kalinya adalah data kartu kredit untuk tagihan sepanjang 2018. Bank diberi waktu paling lambat akhir April 2019 untuk menyampaikan data tersebut.

Nanti, data nasabah kartu kredit tersebut disampaikan oleh bank penyelenggara kartu kredit setiap tahun, sesuai periode penyampaian data keuangan untuk saldo rekening per 31 Desember setiap tahunnya.

Baca juga: Berapa Banyak Orang Indonesia yang Memakai Kartu Kredit?

Related

Money 7743329960923627277

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item