Mengenal Stuntman, Orang-orang di Balik Aksi Berbahaya

Mengenal Stuntman, Orang-orang di Balik Aksi Berbahaya

Naviri.Org - Film-film action kerap memperlihatkan adegan-adegan berbahaya, semisal tabrakan, terjun dari ketinggian, bergelantungan di pesawat yang sedang terbang di angkasa, dan lain-lain. Sering kali, dalam adegan-adegan berbahaya tersebut, artis yang menjadi pemerannya akan diganti oleh orang lain, yang disebut stuntman atau pemeran pengganti.

Penggantian itu umumnya terjadi karena dilatari oleh kekhawatiran jika si artis pemeran utama mengalami kecelakaan ketika melakukan adegan berbahaya. Misalnya, Daniel Craig memerankan tokoh utama sebagai James Bond. Ketika James Bond harus terlibat dalam adegan berbahaya, Daniel Craig akan diganti oleh stuntman.

Karena, jika Daniel Craig sendiri yang melakukan adegan berbahaya, dan kemudian mengalami masalah atau kecelakaan, proses produksi film bisa terhambat atau bahkan terhenti. Karena itulah, stuntman dibutuhkan dalam penggarapan film. Kalau pun si stuntman kebetulan mengalami kecelakaan, dia bisa diganti orang lain atau stuntman lain, dan proses produksi film bisa jalan terus.

Meski begitu, ada pula aktor-aktor tertentu yang tidak mau digantikan oleh stuntman, saat harus memerankan adegan berbahaya dalam film. Tom Cruise dan Jackie Chan adalah dua orang yang terkenal tidak mau digantikan stuntman. Hasilnya, mereka melakukan sendiri adegan-adegan berbahaya dalam film, dan beberapa kali harus mengalami kecelakaan, bahkan sampai patah tulang.

Para stuntman bisa dibilang sebagai daredevil, istilah untuk menyebut orang-orang yang melakukan hal-hal berbahaya untuk kesenangan, dan tidak berpikir tentang risiko. Namun, tentu saja karena industri film semakin maju, risiko ini bisa semakin diperkecil hingga ke titik nol.

Meski demikian, kecelakaan di profesi ini adalah sesuatu yang lumrah. Organisasi Screen Actors Guild (SAG) pernah melakukan penelitian pada 1982 hingga 1986 tentang aktor dan aktris yang mengalami kecelakaan ketika syuting. Hasilnya, ada 4.998 anggota SAG yang mengalami kecelakaan saat pengambilan gambar. Dalam studi itu juga dijelaskan, ada peningkatan kecelakaan sebesar 41 persen secara total.

Selain itu, juga diketahui bahwa tingkat kematian untuk syuting adegan berbahaya adalah 2,5/1.000, rasio yang lebih tinggi dibanding polisi, pekerja jalan raya, atau pekerja tambang.

Menurut Michael McCann, Ph.D, yang pernah menulis artikel Stunt Injuries and Fatalities Increasing, semakin tingginya tingkat kecelakaan dan kematian dalam syuting disebabkan karena dua faktor. Pertama karena adanya tren realisme. Dulu, adegan-adegan berbahaya hanya berupa uji coba dan tidak nyata. Sekarang, kalau ada adegan kecelakaan mobil atau kecelakaan helikopter, adegan itu nyata. Kedua, meningkatnya penggunaan efek spesial seperti api ataupun ledakan.

Di Hollywood, dari 1959 hingga 2012, tercatat sudah 23 orang tewas saat melakukan adegan berbahaya. Ini termasuk tewasnya Brandon Lee, anak aktor legendaris Bruce Lee, karena kesalahan prosedur dalam penggunaan senjata api dalam film The Crows. Kemudian seorang stuntman bernama Harry O'Connor, yang menjadi pemeran pengganti Vin Diesel di film XXX, tewas saat menubruk tiang Jembatan Palacky, Republik Ceko, ketika melakukan adegan terjun payung.

Meski berbahaya, profesi stuntman akan selalu ada. Sebab ada adegan-adegan film yang tak akan bisa digantikan oleh teknologi sekalipun. Dan, selama masih ada daredevil, para peminat profesi ini pasti akan terus ada.

"Aku pernah bilang kalau CGI akan membuatmu tak kreatif. Waktu itu aku meratapi berkurangnya adegan stunt karena semakin majunya teknologi," kata sutradara legendaris Steven Spielberg. "Jika sebuah adegan bisa dilakukan stuntman secara aman, aku memilih itu ketimbang menggunakan CGI."

Di Hollywood, para aktor stunt sangat dihormati. Mereka dianggap pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka rela melakukan adegan berbahaya, tanpa wajah tersorot kamera.

Karena ini profesi dengan tingkat risiko tinggi, wajar kalau ada sekolah khusus untuk stuntman. Akademi Stunt Park, misalkan. Berdiri sejak 22 tahun lalu, akademi yang berdiri di tiga negara—Amerika Serikat, Australia, dan Thailand—ini menawarkan berbagai pelatihan dan kelas untuk stuntman. Dari kelas dasar yang hanya butuh empat jam, hingga kelas Hollywood Stunt Course Master Class yang memakan waktu hingga 100 jam dengan biaya 4.400 dollar.

Di kelas pemula, siswa akan diajari teknik-teknik gerakan dasar. Seperti adegan pertarungan, permainan pedang, dan terbang dengan kabel. Di kelas master, para peserta akan diajari teknik berguling, bersalto di udara, jatuh dari ketinggian, hingga menaiki kuda.

Ada pula akademi International Stunt School, yang dikelola oleh United Stuntmen's Asscociation. Peminatnya selalu melimpah. Kuota untuk semua kelas di 2016, sudah terisi penuh. Padahal biayanya tak murah. Kelas dibagi dua, The Utility Stunt Course yang memakan waktu 150 jam pelatihan dengan biaya 4.300 dolar; dan The Aerial Intesive Course yang berlangsung selama 50 jam pelatihan dengan biaya 2.000 dolar.

"Sekolah ini amat bermanfaat, seimbang dengan waktu dan biaya yang kamu keluarkan. Dalam sebulan setelah lulus, aku mendapat peran stuntman utama di film Jack Reacher 2," kata salah satu alumni, Ashley Wilks.

Alumni sekolah ini memang cukup dikenal. Ada Roy Taylor yang bermain di film Star Wars: The Force Awakens dan James Bond's Spectre. Ada pula Jessie Graff yang bermain di Marvel's Agents of S.H.I.E.L.D, menjadi stuntwoman untuk salah satu peran utama yang dimainkan Adrianne Palicki. Ada pula Maya Santandrea dan Eric VanArsadle yang menjadi pemeran pengganti di film laris Captain America: Civil War.

Apakah semua biaya yang dikeluarkan oleh para stuntman itu sebanding dengan hasilnya? Meski tak sebesar pendapatan aktor utama, dompet stuntman bisa tebal. Apalagi kalau melakukan adegan yang nyaris musykil, di film berbujet besar. Untuk film-film aksi tertentu, studio film punya bujet khusus untuk tim spesial efek dan juga stunt. Seperti saat James Cameron menyediakan dana 51 juta dolar khusus untuk efek spesial dan stunt dalam film Terminator 2.

Honor stuntman beragam, tergantung aksi dan durasinya. Hollywood, sebagai sebuah industri film yang punya standar, sudah mengatur honor layak untuk para stuntman. Pada 2013, honor harian para stuntman adalah 859 dolar, atau sekitar Rp11 juta. Untuk para stuntman yang disewa mingguan, honor mingguannya adalah 3.200 dolar, atau sekitar Rp41 juta.

Tentu jumlah itu akan jadi berkali-kali lebih besar kalau seorang stunt punya nama besar, dan untuk adegan yang berbahaya. Rick Sylvester, yang menggantikan Roger Moore dalam film James Bond: The Spy Who Loved Me (1977) dibayar 30.000 dolar untuk sekali adegan melompat dari gunung salju.

Dar Robinson, yang menggantikan Steve Mc Queen dalam film Papillon, pernah mendapat rekor dunia sebagai stuntman dengan honor termahal, mencapai 100.000 dolar untuk satu kali aksi. Tapi bayaran termahal untuk satu adegan dalam satu film, jatuh pada aksi Simon Crane di film The Cliffhanger, yang mendapat 1 juta dolar untuk adegan berjalan di atas tambang di antara dua pesawat di ketinggian 4.500 meter.

Namun, sama seperti kebanyakan daredevil di industri ini, para stuntman awalnya melakukan hal berbahaya ini bukan untuk uang. Melainkan untuk kesenangan. Jika mau bertahan dalam profesi yang berbahaya ini, kuncinya bukan melulu pada keuntungan finansial, ataupun kenekatan belaka. Tetapi kecintaan pada profesi.

Baca juga: 5 Film Pembunuhan yang Terinspirasi Kisah Nyata

Related

Entertaintment 5140164290507649180

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item