Perusahaan, Pekerjaan, dan Masalah Kesehatan Mental

Perusahaan, Pekerjaan, dan Masalah Kesehatan Mental

Naviri.Org - Ketika seseorang melamar kerja di sebuah perusahaan, biasanya salah satu persyaratannya adalah melampirkan surat tanda sehat dari dokter yang berkompeten. Sehat yang dimaksud di situ tentu saja kesehatan fisik atau tubuh. Lalu bagaimana dengan kemungkinan kesehatan jiwa atau kesehatan mental?

Sebuah perusahaan tentu akan menerima calon karyawan yang bisa membuktikan memiliki fisik sehat. Tapi apakah perusahaan juga akan menerima calon karyawan, jika mereka mengetahui kalau calon kayawan tersebut memiliki masalah kesehatan mental?

Isu kesehatan mental memang kerap kali dikesampingkan dalam pembicaraan sehari-hari. Tidak sedikit yang menganggapnya tidak pantas untuk dibicarakan, menyiratkan aib seseorang, atau bahkan menyamakannya dengan perubahan suasana hati biasa yang tidak menuntut terapi atau perawatan intensif.

Dalam situs The Guardian diungkapkan, studi dari Time to Change—lembaga asal Inggris yang memperhatikan isu-isu kesehatan mental—menunjukkan bahwa 67 persen responden mengaku takut menyatakan diri mengidap gangguan kejiwaan kepada perusahaan atau calon perusahaan tempatnya akan bekerja. Mereka takut, begitu mengungkapkan masalah kesehatannya, kesempatan kerja atau naik jabatan akan melayang.

Kondisi semacam itu tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara-negara lain. Belum banyak perusahaan yang memiliki perhatian khusus atas kesehatan mental para karyawannya. Hanya segelintir perusahaan yang menggalakkan kesadaran terhadap penyakit mental. EY (dulunya Ernst & Young) adalah salah satunya.

Diwartakan Forbes, perusahaan konsultan bisnis ini merilis program bernama “r u ok?” sejak Oktober 2016, yang bertujuan melepaskan stigma-stigma terhadap karyawan penderita gangguan kejiwaan.

Dr. Sandra Turner, pemimpin program tersebut, menyatakan bahwa “r u ok?” telah meraup sukses sejak tiga bulan pertama peluncurannya. Ada sekitar 30,2 persen lonjakan jumlah telepon ke EY Assist Line terkait isu kesehatan mental. Artikel-artikel terkait isu ini pun telah dibaca lebih dari 23.000 kali, dan situs mereka dikunjungi sebanyak 21.000 kali.

Turner juga menambahkan, orang-orang perlu memahami bahwa perjuangan yang dilalui orang-orang berproblem mental tidak melulu mengganggu atau memengaruhi pekerjaannya. Dengan berubahnya cara pandang mengenai kesehatan mental, karyawan tak lagi mesti menutupi masalahnya, dan perusahaan tak harus khawatir dan diskriminatif dalam mempekerjakan orang-orang dengan rekam jejak sebagai pengidap gangguan mental.

Baca juga: Memahami Masal Depresi yang Memicu Bunuh Diri

Related

Psychology 8114146155597315020

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item