Basic Income, Upaya Menggaji Para Pengangguran

Basic Income, Upaya Menggaji Para Pengangguran

Naviri.Org - Banyak orang yang bekerja sebagai petugas tertentu di sebuah pabrik atau perusahaan atau kantor. Pekerjaan mereka bisa dibilang hanya mengulang-ulang sesuatu secara rutin. Karenanya, para pekerja di bidang semacam itu kerap kali merasa bosan, dan menganggap pekerjaannya tidak penting.

Namun, para pekerja itu terjebak kebutuhan. Bagaimana pun, mereka harus terus bekerja—mengerjakan hal-hal yang mereka anggap membosankan dan tidak penting itu—demi bisa mendapatkan uang atau gaji.

Sementara itu, perkembangan teknologi makin membuat banyak pekerjaan tersingkir, khususnya pekerjaan-pekerjaan yang mudah atau yang hanya bersifat rutin dan mengulang-ulang. Robot dan teknologi kecerdasan buatan bisa menggantikan pekerjaan semacam itu, sehingga tidak perlu lagi dikerjakan oleh manusia.

Dalam kenyataan itu, robot dan teknologi kecerdasan buatan bisa menggantikan pekerjaan manusia yang dianggap membosankan. Lalu si pekerja bisa melepaskan pekerjaannya, untuk diserahkan kepada robot. Sampai di sini, muncul masalah baru. Jika si pekerja harus melepaskan pekerjaannya dan menganggur, lalu bagaimana dia bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya?

Pertanyaan itulah yang lalu memunculkan ide yang disebut Basic Income, yaitu mekanisme pembayaran yang ditujukan untuk orang per orang tanpa mereka harus bekerja.

Philippe Van Parijs, ekonom asal Harvard University, menjelaskan pengertian dasar Basic Income (BI) dalam bukunya, Arguing for Basic Income: Ethical Foundation for Radical Reform. Menurutnya, Basic Income merupakan pendapatan tanpa syarat yang dibayarkan oleh negara ke setiap warga negara produktif (usia kerja) pada level individu, bukan keluarga, tanpa disertai syarat apa pun, dan bukan merupakan program yang sifatnya uji coba.

Berdasarkan penjelasan di situs Basic Income Earth Network (BIEN), organisasi transnasional yang mengampanyekan skema redistribusi Basic Income, BI setidaknya memiliki lima karakteristik penting.

Pertama, setiap warga harus mendapatkannya pada jangka waktu tertentu, entah setiap minggu atau setiap bulan. Yang jelas, dalam skema ini, pendapatan tidak diberikan sekali seumur hidup. Kedua, BI harus dibagikan dalam bentuk uang tunai, macam Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada era Susilo Bambang Yudhoyono, bukan seperti program KJP, KIP, apalagi Raskin.

Ketiga, pendapatan ini harus ditujukan untuk masing-masing individu, bukan keluarga. Keempat, BI harus bersifat universal, tanpa memandang kelas sosial dan gender. Terakhir, kelima, BI harus dibayarkan tanpa disertai syarat apapun.

Itu artinya, dalam skema BI, siapapun, entah orang kaya atau miskin, pekerja atau pengangguran, akan memperoleh pendapatan minimum secara cuma-cuma dari negara. Dengan begitu, tanpa bekerja pun, masyarakat masih bisa hidup, dan justru bisa menjalani hidup dengan cara yang mereka inginkan.

Sampai saat ini, beberapa negara secara serius mempertimbangkan penerapan skema Basic Income. Finlandia telah mengadakan uji coba atas penerapan skema itu sejak Januari 2017, dengan membayar 2.000 pengangguran di negara tersebut.

Belanda sedang mengkaji langkah uji coba skema tersebut. Begitu pun Kanada yang kemungkinan akan segera melakukan uji coba di Ontario.

Di negara-negara berkembang, India telah menginisiasi Basic Income kepada 6.000 rakyat miskin. Sementara di Kenya, organisasi GiveDirectly—yang didanai perusahaan-perusahaan teknologi Sillicon Valley—telah menerapkan skema itu di lebih dari 40 desa di Kenya, sampai 12 tahun ke depan.

Baca juga: Mengapa yang Kaya Makin Kaya, dan yang Miskin Makin Miskin?

Related

Money 1366735877215725137

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item