Bullshit Jobs, Pekerjaan Hebat yang Sebenarnya Sia-sia

Bullshit Jobs, Pekerjaan Hebat yang Sebenarnya Sia-sia

Naviri.Org - Pekerjaan memiliki berbagai bentuk dan ragam, dari yang penting sampai tidak penting, dari yang tampak penting sampai yang benar-benar penting. Belakangan, ada istilah “Bullshit Jobs”, yaitu pekerjaan-pekerjaan yang mungkin tampak penting atau bahkan hebat, tapi sebenarnya sia-sia.

Pernahkah Anda melihat profil orang di situs semacam LinkedIn, dan menemukan jenis pekerjaan yang tampak mentereng, karena menggunakan istilah bahasa asing?

Ada banyak pekerjaan, khususnya di Indonesia, yang penyebutannya menggunakan bahasa asing (misalnya Inggris), karena pekerjaan itu memang tidak memiliki istilah atau nama khusus dalam bahasa Indonesia. Dalam hal itu, pekerjaan-pekerjaan yang namanya tampak keren tersebut belum tentu benar-benar penting. Sebagian malah masuk dalam kategori Bullshit Jobs.

Antropolog London School of Economic and Political Science, David Graeber, mengatakan sejak 1930 ekonom John Maynard Keynes telah memprediksi bahwa pada akhir abad ke-20, ketika teknologi di negara-negara seperti Inggris atau Amerika Serikat telah begitu maju, para pekerja di negara-negara tersebut hanya akan bekerja 15 jam per minggu.

Tapi seperti peribahasa jauh panggang daripada api, prediksi Keynes ternyata keliru. Di era teknologi serba canggih ini, alih-alih bekerja 15 jam per minggu, banyak bidang pekerjaan yang sengaja diciptakan untuk—meminjam istilah Graeber—just for the sake of keeping us all working. Dengan kata lain, banyak manusia dengan pekerjaan di tangan mereka yang sebetulnya tidak bermakna apa-apa.

Di Inggris, orang-orang yang merasa punya pekerjaan sia-sia—atau Bullshit Jobs dalam istilah yang diperkenalkan David Graeber—sedang gencar-gencarnya mengampanyekan isu Basic Income.

Bagi mereka, daripada punya pekerjaan yang tak bermakna, lebih baik dibayar untuk leyeh-leyeh saja di rumah, sambil berupaya menyumbang sesuatu yang bermakna bagi masyarakat.

Maka, dengan meminjam kutipan David Graeber, mereka mulai mengampanyekan kesadaran kelas pekerja terhadap isu ini, dengan menyebarkan pamflet-pamflet di kereta-kereta bawah kota London bertuliskan: It’s as if someone were out there making up pointless jobs just for the sake of keeping us all working.

Terkait fenomena itu, Graeber, dengan memparafrasakan ucapan Fyodor Dostoyevsky, pernah mengatakan, kalau ingin menghancurkan sisi psikologis seseorang dengan cara yang jauh lebih buruk dari penyiksaan fisik, cukup dengan mempekerjakan mereka pada pekerjaan yang sia-sia.

Karena tidak ada yang lebih kejam dibanding mempekerjakan seseorang untuk membaktikan hidup mereka ke profesi yang sepenuhnya sia-sia.

Misalnya, mempekerjakan orang untuk memindahkan tandon air raksasa, hanya untuk mengembalikannya lagi ke tempat semula (ya, mungkin sebagian dari anda langsung teringat pada sosok Sisifus pada mitologi Yunani yang dihukum mengangkat batu besar ke atas bukit untuk digelindingkan ke bawah, hanya untuk mengangkat dan menggelindingkannya lagi dari tempat yang sama).

Bagi Graeber, pekerjaan sia-sia bisa jadi merupakan pekerjaan yang terlalu administratif, seperti tukang cap, atau pegawai birokrasi pemerintah yang mengurus bertumpuk-tumpuk persyaratan dokumen untuk diisi masyarakat.

Atau yang lebih buruk: pegawai kantoran yang saban hari, selama kurang lebih 8 jam, hanya menonton YouTube atau Facebook di meja kerja sambil bersungut-sungut merutuki nasib mereka, tanpa bisa berbuat apa-apa karena mereka masih membutuhkan gaji.

Ya, terlihat santai menyenangkan, memang. Tapi sesungguhnya, dari kacamata lain bisa dibilang menyedihkan dan membosankan.

Satu pekerjaan, menurut Graeber, bisa tampak keren di Curriculum Vitae atau LinkedIn seseorang, namun sama sekali tak disukai oleh mereka, atau setidaknya mereka menganggap yang mereka kerjakan sama sekali tak punya manfaat bagi masyarakat.

Jenis pekerjaan semacam itu adalah pekerjaan yang, kalau pun para pekerjanya mogok, dampaknya tak dirasakan signifikan oleh masyarakat atau perusahaan. Menyedihkan, memang.

Pendapat Graeber bukan isapan jempol belaka. Pada 2015, survei YouGov UK mengungkap bahwa 37 persen pekerja di Inggris menganggap pekerjaan mereka sama sekali tak berguna untuk masyarakat.

Menurut Graeber, salah satu metode untuk mengatasi persoalan bullshit jobs ini adalah dengan menerapkan Basic Income. Lewat program itu, Graeber membayangkan orang-orang yang mempunyai karier di lingkup pekerjaan bullshit memiliki keberanian untuk keluar dari pekerjaan mereka, sekaligus dapat memilih cara untuk berkontribusi bagi masyarakat.

Satu opsi terbaik yang didukung oleh Graeber adalah dengan menerapkan skema Basic Income. Menurut dia, pada dasarnya manusia, meski seorang kriminal sekalipun, punya keinginan besar untuk berkontribusi dan bermanfaat bagi masyarakat.

Untuk tahu lebih lanjut mengenai apa itu Basic Income, baca artikel berikut: Basic Income, Upaya Menggaji Para Pengangguran.

Related

Career 9045159684439950246

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item