Fakta-fakta Tentang Shaolin yang Jarang Diketahui

Fakta-fakta Tentang Shaolin yang Jarang Diketahui

Naviri Magazine - Shaolin menjadi populer di dunia setelah kisah tentang mereka kerap diangkat ke layar lebar. Dalam film-film yang biasa kita tonton, Shaolin digambarkan sebagai semacam pendekar sakti yang mahir bela diri. Karenanya, biara-biara Shaolin kuno juga sering dijadikan simbol di dunia bela diri.

Namun, meskipun Shaolin telah menjadi bagian integral dari budaya global kita, kebanyakan dari kita hanya sedikit yang tahu tentang fakta Shaolin sebenarnya. Berikut ini fakta-fakta seputar Shaolin yang masih jarang diketahui.

Shaolin dimulai oleh orang India

Biara Shaolin adalah bagian integral dari budaya Tionghoa, sehingga orang sering terkejut mengetahui bahwa pendirinya sebenarnya bukan orang China. Dikenal sebagai Batuo atau Buddhabhadra, pendiri Shaolin adalah seorang biarawan Budha yang mengembara dari India, yang tiba di Kekaisaran Wei Utara sekitar tahun 464 M.

Dia berkhotbah di sana selama beberapa dekade, sebelum Kaisar Xiaowen memerintahkan pembangunan Biara Shaolin di Mount Song, di provinsi Henan sekarang, dan menjadikan Batuo sebagai abbas pertamanya. Sumber dari periode ini jarang diberitakan, namun vihara pertama tersebut telah berfungsi sebagai pusat untuk menerjemahkan teks-teks Buddhis ke dalam bahasa China.

Di bawah kepemimpinan Batuo, para biksu mengikuti aliran Buddhisme Hinayana. Karena aliran Hinayana sangat sulit diikuti, bahkan bagi para biarawan sekalipun, biara tersebut sangat sulit berkembang. Sejak kedatangan Budhidharma, seorang biksu India lainnya, aliran Hinayana dibuang dan diganti dengan Buddhisme Chan (Zen), yang diikuti para biarawan Shaolin sampai hari ini.

Shaolin bukan satu-satunya pencetak prajurit biksu

Bertentangan dengan kepercayaan yang sudah dikenal, sebenarnya Shaolin tidak memegang monopoli atas bisnis 'prajurit biksu'. Berabad-abad sebelum Shaolin didirikan, biarawan-biarawan Buddha China lainnya telah menyimpan senjata dan berlatih seni bela diri. Shaolin dibangun untuk menjadi pusat pembelajaran yang damai.

Menurut legenda, saat kedatangan Budhidharma pada abad ke-5 atau ke-6 Masehi, para biksu Shaolin mulai mempraktikkan keterampilan bertarungnya pada abad ke-14. Di India, Naga Sadhus pernah menjadi pejuang yang paling banyak menggunakan senjata dan berperang dari semua sekte Hindu.

Para pemuja Siwa, para Sadhus, dikenal oleh wisatawan saat ini sebagai orang suci Hindu yang mengenakan celana jepit dengan rambut kusut, tapi selama masa Mughal mereka termasuk di antara prajurit yang paling ditakuti. Para biksu Budha juga berlatih bela diri dan seni, yang disebut Bool Kyo Mu Sool (Buddhist Temple Martial Arts).

Di Jepang, Sohei, atau "prajurit biksu", pernah menguasai wilayah-wilayah besar, bahkan di Tibet ada persaudaraan biksu prajurit di bawah komando Dalai Lama.

Kung Fu bukan dari Shaolin

Ada ungkapan, "semua seni bela diri muncul dari Shaolin." Ungkapan itu kurang tepat. Tidak ada pelatihan tempur yang dilembagakan selama beberapa abad setelah Shaolin didirikan. Para bhikkhu berpartisipasi dalam pertempuran dan membantu mendirikan Dinasti Tang (618-907 M), namun tidak ada bukti bahwa mereka telah mengembangkan bentuk pertarungan yang unik.

Sejarawan percaya bahwa para bhikkhu selama Dinasti Tang hanya menggunakan persenjataan umum, dan tidak begitu ahli dalam seni bela diri dibandingkan tentara lainnya. Sementara catatan paling awal tentang seni bela diri Shaolin berasal dari abad ke-14, para biksu mungkin mulai mengkhususkan diri dalam bertarung selama abad ke-12.

Keahlian Shaolin dalam pertarungan langsung hanya bisa dilakukan pada abad ke-16. Sementara itu, sejarah kung fu dapat ditelusuri kembali jauh sebelum biara Shaolin didirikan.

Sejarah Musim Semi dan Musim Gugur, yang mungkin terdiri antara 800-500 SM, merujuk teknik bela diri "hard" dan "soft", menjadi filosofi kung fu inti saat ini. Pada masa Dinasti Ming (1336-1644 M), ketika Shaolin pertama kali dikaitkan dengan keunggulan bela diri, justru kung fu sudah umum di seluruh China.

The Jieba

Penggemar film kung fu pasti sering melihat dan memperhatikan bahwa biksu Shaolin sering digambarkan dengan sembilan titik melingkar (tiga baris dari tiga titik) di dahi mereka. Titik-titik itu dikenal dengan sebutan Jieba. Jieba adalah tanda suci yang ditempatkan pada seorang bhikkhu oleh tuannya atau Abbas, sebagai tanda bahwa ia telah menyelesaikan pelatihannya.

Jieba memiliki arti penting dalam Shaolin; setiap titik menandakan salah satu aturan dasar perilaku yang harus diikuti setiap bhikkhu. Sayangnya, Jieba adalah hal yang dilarang sampai saat ini. Penyematan Jieba melibatkan upacara panjang, dimana para biksu harus melakukan meditasi intens dan pengkondisian fisik selama satu bulan.

Pada klimaks upacara tersebut, sembilan batang dupa ditempelkan di bagian atas kepala dengan pasta. Tongkat dupa ini kemudian dibiarkan menyala sampai kulit kepala hangus, dan benar-benar hitam.

Pada tahun 2007, pemerintah China akhirnya mengumumkan pencabutan sebagian dari larangan tersebut, yang memungkinkan para biarawan untuk menghidupkan kembali tradisi kuno itu. Hanya 100 bhikkhu yang dianggap siap secara fisik dan mental untuk menerima Jieba, dan hanya 43 yang benar-benar menjalani upacara pemberian 'merek' tersebut.

Related

Insight 2218497170035786096

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item