Kim Jong-un, Perokok Berat yang Bermimpi Menghancurkan AS

Kim Jong-un, Perokok Berat yang Bermimpi Menghancurkan AS

Naviri Magazine - Dini hari tanggal 4 Juli 2017, satelit mata-mata Amerika Serikat yang terbang di atas Korea Utara melihat kegiatan di lapangan udara di Provinsi Pyongang Utara. Pengangkut peluncur dengan 16 roda masuk ke lapangan udara. Peluru kendali besar diletakkan di atasnya.

Selama satu jam berikutnya, petugas intelijen AS menyaksikan peluru kendali berdiri dan diisi bahan bakar, siap untuk diluncurkan. Ada pria yang sedang mengisap rokok, sangat dekat dengan roket penuh bahan bakar yang mudah terbakar, kemungkinan besar adalah Kim Jong-un.

Tidak lama setelah dini hari, mesin utama peluru kendali dihidupkan, dan terbang di langit, terbang hampir 3.000 km ke angkasa luar sebelum jatuh di Laut Jepang. Kim Jong-un sangat senang. Sejumlah foto yang disebarkan kemudian memperlihatkannya tertawa dan memeluk beberapa perwira senior militer. Dan di tangannya, terlihat sebatang rokok.

Pyongyang menyatakan roket tersebut adalah peluru kendali balistik antarbenua baru yang dapat mencapai Amerika Serikat, dan peluncuran pada 4 Juli itu adalah hadiah untuk Presiden Donald Trump.

Korea Utara terus menjalankan program nuklirnya, meskipun memakan biaya besar, dan mereka menghadapi tekanan dunia agar hal tersebut dihentikan.

Setelah berkuasa di tahun 2011, Kim Jong-un dengan dramatis meningkatkan program nuklir dan peluru kendali, melakukan lebih banyak tes peluru kendali balistik dalam rentang waktu yang lebih pendek dibandingkan ayahnya.

Tanggal 29 November tahun lalu menjadi puncaknya lewat peluncuran peluru kendali baru yang besar, Hwasong 15. Kantor berita resmi Korea Utara, KCNA, melaporkan peluru kendali baru ini dapat membawa 'hulu ledak kelas berat' dan bisa dipakai untuk menyerang seluruh daratan Amerika Serikat.

KCNA melaporkan, Kim Jong-un 'dengan bangga menyatakan sekarang akhirnya kita telah merealisasikan langkah bersejarah merampungkan kekuatan nuklir negara'.

Banyak pengamat asing setuju bahwa sekarang Kim dapat mendaratkan serangan di AS.

Ada jeda sekitar sebulan antara pernyataan itu dan pesan Tahun Baru 2018 Kim Jong-un, di mana dia menawarkan pengiriman delegasi ke Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan.

Pesan tersebut dibaca banyak orang di dunia luar sebagai perubahan dramatis yang dilakukan Kim.

Sejumlah pertanyaan sangat penting tetap ada: Mengapa Kim begitu berkeinginan mengembangkan senjata jarak jauh yang mampu mencapai AS? Apa kegunaan peluru kendali nuklirnya?

Bagaimana Anda menjawab berbagai pertanyaan ini akan menentukan apakah Anda percaya bahwa Kim menginginkan 'hidup bersama secara damai' dengan Korea Selatan, dan siap merundingkan diakhirinya program nuklir atau tidak.

Pada KTT dengan Presiden Moon, Kim Jong-un mendesak 'penghapusan nuklir sama sekali di Semenanjung Korea' dan menjanjikan penghentian tes penembakan rudal dan perlucutan fasilitas pengujian nuklir. Tetapi menurut ahli senjata nuklir, Duyeon Kim, dari Forum Masa Depan Semenanjung Korea, ini bukan berarti Kim Jong-un siap melucuti secara sepihak, jauh dari itu.

"Dia benar-benar mengatakan Korea Utara adalah sebuah kekuatan nuklir," katanya. "Itulah yang dinyatakan, kekuatan nuklir canggih yang bertanggung jawab. Mereka tidak lagi perlu melakukan tes setelah menguji enam nuklir. Jadi, Kim Jong-un sedang memperbaiki citranya, ikut serta dalam KTT, dipandang sebagai pimpinan negara kuat, pada posisi sejajar dengan Amerika Serikat."

Terdapat pandangan umum bahwa kekuatan senjata militer Korea Utara adalah untuk pertahanan. Dinasti Kim menyaksikan jatuhnya Saddam Hussein dan Kolonel Gaddafi, dan memutuskan nuklir adalah satu-satunya cara untuk menghentikan 'perubahan rezim' yang didesakkan oleh Amerika Serikat.

Para pengamat yang berpandangangan seperti ini mengatakan baik Kim Jong-un, maupun ayahnya, tidak memerlukan rudal balistik antarbenua untuk melindungi diri. Salah satunya adalah Profesor Brian Myers dari Universitas Dongseo di Busan.

Lewat sebuah pidato di Royal Asiatic Society, dia mengatakan, "Ketidakmampuan kita menghentikan rezim ini memiliki senjata nuklir, menunjukkan hal ini tidaklah penting untuk melindungi. Jika Korea Utara tanpa nuklir, sama rentannya dengan Libia tanpa itu, maka negara itu paling tidak sudah dibom pada tahun 1998."

Alasan ini tidak terjadi karena kerapuhan Korea Selatan dalam melancarkan serangan balik. Ibu kota Seoul, yang hanya berjarak 50 km dari DMZ, masuk dalam jangkauan artileri Korea Utara.

Jadi, jika Anda sepakat bahwa peluru kendali nuklir Kim tidak diperlukan untuk membela diri, lantas apa kegunaannya?

Jawabannya, menurut Duyeon Kim, adalah untuk meraih apa yang disebut sebagai pemisahan, mencegah Amerika Serikat memberikan bantuan ke Korea Selatan, jika Pyongyang memutuskan 'bergabung menjadi satu negara Korea'.

"Berdasarkan pernyataan terbuka Korea Utara, tindakan mereka dan pernyataan pribadi para pejabat mereka, sepertinya senjata nuklir digunakan untuk mencegah dan sekaligus untuk memaksakan penggabungan kembali (dua Korea). Ini adalah sesuatu yang mereka sampaikan, baik secara terbuka maupun diam-diam."

Myers sepakat bahwa senjata nuklir Kim adalah untuk reunifikasi, tetapi tidak harus dengan menggunakan kekerasan.

"Korea Utara memerlukan kemampuan untuk menyerang Amerika Serikat dengan menggunakan senjata nuklir, untuk menekan kedua musuh agar menandatangani kesepakatan damai. Ini adalah satu-satunya hal besar yang diinginkan.”

"Kesepakatan dengan Washington akan mensyaratkan penarikan pasukan AS dari Semenanjung Korea. Langkah selanjutnya, seperti yang sering dijelaskan Pyongyang, adalah sejenis konfederasi Utara-Selatan yang telah diusung sejak tahun 1960. Kita akan sangat naif jika tidak mengetahui apa yang akan terjadi."

Pemikiran bahwa Korea Utara yang miskin dan terbelakang akan melakukan penggabungan dengan Korea Selatan yang modern, kaya dan lebih maju militernya, sepertinya tidak masuk akal, dan kemungkinan memang seperti itu adanya.

Tetapi, Bradley K Martin mengatakan, betapa pun itu tidak mungkin, hal ini tetaplah tujuan Pyongyang.

"Saya selalu meyakini penggabungan kembali adalah tujuan utama mereka," katanya. "Banyak orang mengatakan mereka telah meninggalkannya sejak lama, mereka sadar akan ketidakmampuannya. Mereka menganggap rendah kepercayaan diri yang dapat Anda ciptakan jika diperoleh dukungan semua orang. Jika Anda menerapkan sistem propaganda dalam kediktatoran satu orang, Anda dapat meyakinkan orang bahwa mereka dapat melakukan apa pun."

Baca juga: Di Turki, Aneka Produk Amerika Dibakar dan Disingkirkan

Related

Insight 6169435833025465483

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item