Kumpulan Mitologi Bencana Air Bah dari Seluruh Dunia (Bagian 2)

Kumpulan Mitologi Bencana Air Bah dari Seluruh Dunia

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kumpulan Mitologi Bencana Air Bah dari Seluruh Dunia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Manusia masuk ke dalam buluh itu bersama istri dan semua binatang yang baik, sepasang demi sepasang. Air naik, dan meliputi segala sesuatu, kecuali bagian puncak buluh dan kepala-kepala monster. Seekor penyu kemudian membunuh monster-monster itu dengan menggali di bawah mereka, dan mencabut mereka. Air kemudian menyurut dan angin mengeringkan permukaan bumi.

Menominee

Dalam mitologi Menominee, Manabus, sang penipu, "terbakar oleh nafsunya untuk membalas dendam", menembak dua dewa bawah tanah ketika dewa-dewa itu sedang bermain. Ketika mereka semua terjun ke dalam air, muncullah banjir yang besar. "Air naik... ia tahu betul ke mana Manabus telah pergi."

Ia belari dan berlari terus, tetapi air itu, yang datang dari Danau Michigan, mengejarnya semakin lama semakin cepat, bahkan ketika ia naik ke atas gunung dan mendaki puncak pohon pinus. Empat kali ia memohon kepada pohon untuk bertumbuh sedikit lagi, dan empat kali pohon itu mengabulkannya, hingga ia tidak dapat bertumbuh lebih tinggi lagi.

Tetapi, air itu terus mendaki "terus, terus, hingga mencapai dagunya, lalu berhenti": tidak ada lagi yang lain kecuali air yang merentang hingga ke cakrawala. Dan kemudian Manabus, yang ditolong oleh binatang-binatang yang menyelam, khususnya yang paling berani di antara semuanya, Muskrat, menciptakan dunia yang kita kenal sekarang.

Mi'kmaq

Dalam mitologi Mi'kmaq, kejahatan dan kekejian di antara manusia menyebabkan mereka saling membunuh. Hal ini menyebabkan sedihnya dewa-matahari-sang-pencipta, yang meratap sehingga air matanya menjadi hujan yang cukup untuk menyebabkan banjir.

Manusia berusaha menyelamatkan diri dengan menaiki kano-kano dari batang kayu, tetapi hanya sepasang laki-laki dan perempuan tua yang selamat untuk memenuhi dunia kembali.

Tiongkok

Shanhaijing, "Cerita Klasik tentang Gunung dan Lautan", berakhir dengan penguasa Tiongkok, Da Yu, yang selama sepuluh tahun berusaha mengendalikan air bah yang "banjirnya meluap [hingga ke] langit" (lihat: Shanhaijing, Bab 18, alinea kedua dari yang terakhir; penerjemah Anne Birrells. Catatan: Nuwa tidak disebutkan dalam terjemahan ini dalam konteks banjir).

Ada banyak sumber tentang mitos air bah dalam literatur Tionghoa. Sebagian tampaknya merujuk kepada air bah di seluruh dunia.

Shujing, atau "Kitab Sejarah", barangkali ditulis sekitar 700 SM atau sebelumnya, menyatakan dalam bagian-bagian pembukaannya bahwa Kaisar Yao sedang menghadapi masalah dengan air bah yang mencapai ke langit. Ini adalah latar belakang dari campur tangan Da Yu yang terkenal, yang berhasil mengendalikan banjir. Ia kemudian mendirikan dinasti Tiongkok yang pertama.

Nuwa menambal langit

Catatan Sejarah Agung, Chuci, Liezi, Huainanzi, Shuowen Jiezi, Siku Quanshu, Songsi Dashu, dan lain-lain, serta banyak mitos rakyat lainnya, semua mengandung rujukan kepada seseorang bernama Nuwa. Nuwa pada umumnya digambarkan sebagai perempuan yang memperbaiki langit yang rusak setelah air bah atau bencana, dan memenuhi dunia kembali dengan manusia. Ada banyak versi tentang mitos ini.

Menurut catatan buku sejarah yang disebut di atas, dewa air Gònggong memberontak, dan berperang dengan dewa api Zhùróng. Gònggong dikalahkan oleh Zhùróng, dan dalam amarahnya Gònggong membenturkan kepalanya ke pilar penahan langit barat, yaitu gunung Bùzhou, sehingga langit miring, air dari sungai langit melimpah ke bumi.

Nuwa tidak tega melihat manusia menderita, sehingga ia melebur dan menggunakan Batu Lima Warna (Wusèshí) untuk menambal langit (ada yang mengatakan tujuh warna, sebagai bentuk dari warna pelangi sekarang).

Peradaban Tiongkok kuno yang terpusat di tepi Sungai Kuning dekat kota Xi'an, sekarang juga percaya bahwa banjir yang parah di sepanjang tepi sungai itu disebabkan oleh naga-naga (yang mewakili para dewa) , yang hidup di sungai akibat marah oleh kesalahan manusia.

India

Matsya (Ikan, dalam bahasa Sanskerta) adalah Awatara pertama dari Wisnu. Menurut Matsyapurana dan Shatapatha Brahmana (I-8, 1-6), mantri raja Dravida, Satyabrata, yang juga dikenal sebagai Manu, sedang mencuci tangannya di sebuah sungai, ketika seekor ikan kecil masuk ke tangannya dan memohon kepadanya untuk menyelamatkan nyawanya.

Ia meletakkan ikan itu di sebuah bejana, yang tak lama kemudian menjadi terlalu kecil untuknya. Ia berturut-turut memindahkan ikan itu ke sebuah tangki, sungai, dan kemudian samudra.

Baca lanjutannya: Kumpulan Mitologi Bencana Air Bah dari Seluruh Dunia (Bagian 3)

Related

Mistery 6883500292275826540

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item