Beberapa Catatan Atas Tindakan Represif Orde Baru di Indonesia

Beberapa Catatan Atas Tindakan Represif Orde Baru di Indonesia

Naviri Magazine - Presiden Soeharto dinilai memulai penekanan terhadap suku Tionghoa, melarang penggunaan tulisan Tionghoa tertulis di berbagai material tertulis, dan menutup organisasi Tionghoa karena tuduhan simpati mereka terhadap komunis. Walaupun begitu, Soeharto terlibat persahabatan yang akrab dengan Lee Kuan Yew, yang pernah manjadi Perdana Menteri Singapura yang beretnis Tionghoa.

Pada 1970, Soeharto melarang protes pelajar setelah demonstrasi yang meluas melawan korupsi. Sebuah komisi menemukan bahwa korupsi sangat umum. Soeharto menyetujui hanya dua kasus, dan kemudian menutup komisi tersebut. Korupsi kemudian menjadi sebuah endemik.

Dia memerintah melalui kontrol militer dan penyensoran media. Dia menguasai finansial dengan memberikan transaksi mudah dan monopoli kepada saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya. Dia juga terus memainkan faksi berlainan di militer melawan satu sama lain, dimulai dengan mendukung kelompok nasionalis dan kemudian mendukung unsur Islam.

Soeharto mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh mengikuti pemilihan, termasuk partainya sendiri, Golkar. Oleh karena itu, semua partai Islam yang ada diharuskan bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan, sementara partai-partai non-Islam (Katolik dan Protestan) serta partai-partai nasionalis, digabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia.

Pada 1975, dengan persetujuan bahkan permintaan Amerika Serikat dan Australia, ia memerintahkan pasukan Indonesia memasuki bekas koloni Portugal, Timor Timur, setelah Portugal mundur dan gerakan Fretilin memegang kuasa yang menimbulkan kekacauan di masyarakat Timor Timur, serta kekhawatiran Amerika Serikat atas tidakan Fretilin yang menurutnya mengundang campur tangan Uni Soviet.

Kemudian, pemerintahan pro integrasi dipasang oleh Indonesia, meminta wilayah tersebut berintegrasi dengan Indonesia. Pada 15 Juli 1976, Timor Timur menjadi provinsi Timor Timur, sampai wilayah tersebut dialihkan ke administrasi PBB pada 1999.

Korupsi menjadi beban berat pada 1980-an. Pada 5 Mei 1980, sebuah kelompok yang kemudian lebih dikenal dengan nama Petisi 50 menuntut kebebasan politik yang lebih besar. Kelompok ini terdiri dari anggota militer, politisi, akademik, dan mahasiswa.

Media Indonesia menekan beritanya, dan pemerintah mencekal penandatangannya. Setelah pada 1984 kelompok ini menuduh Soeharto menciptakan negara satu partai, beberapa pemimpinnya dipenjarakan.

Catatan hak asasi manusia Soeharto juga semakin memburuk dari tahun ke tahun. Pada 1993, Komisi HAM PBB membuat resolusi yang mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia di Indonesia dan di Timor Timur. Presiden AS, Bill Clinton, mendukungnya.

Pada 1996, Soeharto berusaha menyingkirkan Megawati Soekarnoputri dari kepemimpinan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), salah satu dari tiga partai resmi. Di bulan Juni, pendukung Megawati menduduki markas besar partai tersebut. Setelah pasukan keamanan menahan mereka, kerusuhan pecah di Jakarta pada 27 Juli 1996 (peristiwa Sabtu Kelabu) yang dikenal sebagai "Peristiwa Kudatuli" (Kerusuhan Dua Tujuh Juli).

Related

History 7889897920727167917

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item