Buat Orang Tua, Anak Sebaiknya Tidak Dibawa Menonton Film Joker

Buat Orang Tua, Anak Sebaiknya Tidak Dibawa Menonton Film Joker

Naviri Magazine - Beredar poster peringatan untuk tidak mengajak anak nonton film Joker di beberapa group diskusi dan lini media sosial. Entah siapa yang membuat dan menyebarkan poster tersebut. Apakah Anda menerimanya juga?

Memang, film produksi Warner Bros yang satu ini, oleh Lembaga Sensor Film (LSF), sudah diberi label D17+ alias untuk penonton dewasa di atas 17 tahun. Tapi nama Joker telanjur lekat dengan sosok superhero yang jadi idola banyak anak, Batman.

Hal pertama yang perlu diketahui orang tua: ini bukan film superhero dan sama sekali tidak seperti film DC atau Marvel yang mungkin sudah ditonton anak-anak kita.

Anda tak akan menemukan jagoan berkostum keren, alien jahat dari luar angkasa, atau senjata canggih dengan teknologi mutakhir di film yang diperankan oleh Joaquin Phoenix ini.

'Joker' adalah film drama thriller yang bercerita tentang seorang pria paruh baya bernama Arthur Fleck, yang berupaya menjadi seorang stand up comedian sukses. Namun, kondisi politik, sosial, dan ekonomi kota Gotham yang berantakan terus menjegal langkahnya.

Semua kesulitan dan rintangan inilah yang membuat pandangan hidup Arthur berubah hingga menjadi seorang kriminal.

Semua kata-kata yang dilontarkan sosok Joker dalam film ini juga tidak bisa dianggap menghibur. Lelucon-lelucon yang ia tampilkan bahkan jadi satu tragedi ironis. Tidak ada yang lucu sama sekali!

Tidak ada pesan positif

Joker jelas bukan sosok yang kita harapkan bisa jadi panutan untuk anak. Dia digambarkan memiliki penyakit mental, kerap bergelut dengan pikiran dan perasaannya sendiri, yang lantas mendorongnya melakukan kekerasan dan pembunuhan. Tokoh-tokoh lainnya pun tidak ada yang bisa jadi contoh baik untuk si kecil.

Sepanjang durasi 122 menit, Anda justru dapat menemukan semua hal yang tidak pantas disaksikan anak.

Adegan pengeroyokan, penggunaan senjata, baku hantam, mayat korban,  gambar porno, orang mabuk, merokok, telanjang, masturbasi, kerusuhan, penusukan, perusakan, penembakan, hingga pembunuhan yang sangat gamblang, cipratan dan semburan darah, semua ada!

Berdampak untuk anak

"Anak di bawah 13 tahun masih berpikir konkret, dan cara belajar paling baik bagi mereka adalah modelling, meniru. Jadi jelas besar dampaknya kalau diajak nonton," kata psikolog Alzena Masykouri MPsi, Psi, dari Sentra Tumbuh Kembang Anak, Kancil, Jakarta Selatan, terkait film ini.

Sementara anak di atas 13 tahun mulai bisa berpikir abstrak, memahami alasan orang lain dan mulai membuat prinsip sendiri. "Baru mulai lho, ya! Artinya masih sangat perlu pendampingan dan diskusi, supaya konsep yang terbentuk sesuai dengan value yang dianut keluarga dan norma manusiawi secara umum," tegasnya.

Masalahnya, menurut Alzena, apakah orang tua siap untuk melakukan pendampingan dan diskusi seberat ini?

Misalnya berdiskusi tentang bagaimana kekerasan 'dirayakan' dan disajikan sebagai sesuatu yang pantas terjadi di film ini. Lalu tentang patutkah kita bersimpati pada 'orang jahat'?

"Apa kita juga siap mengajak anak diskusi soal gimana perasaannya setelah melihat Joker yang biasanya jadi penjahat malah jadi karakter utama? Apa anak tetap menganggapnya jahat? Atau berubah jadi pahlawan di mata anak?" Alzena mencontohkan apa yang perlu orang tua tanyakan pada diri sendiri.

Bukan cuma itu, Alzena menekankan orang tua pun perlu berdiskusi dengan anak tentang bagaimana penyakit mental atau gangguan kejiwaan dihubungkan dengan perilaku kriminal Joker. Atau tentang bagaimana seharusnya kita menanggapi penindasan. "Kalau ada orang yang mengintimidasi, mem-bully, berbuat jahat pada kita, apakah jadi pantas kita sakiti?"

Mungkin, ada juga anak yang tidak bertanya apa-apa dan tampak 'baik-baik' saja setelah menonton film yang suram seperti Joker ini. Namun kata Alzena, orang tua tidak boleh mengabaikannya.

"Kalau habis nonton film seperti ini anak diam saja, kemungkinan besar anak tengah atau sudah sibuk mengolah dari sudut pandangnya sendiri yang belum tentu benar!" tukas Alzena.

Hal ini karena otak anak telah terpapar sesuatu yang tidak semestinya ia saksikan dan dengar. Dampaknya, anak bisa menjadi stres, tertekan, lantas menjadi sinis, hingga berpikir dan berperilaku negatif.

"Jadi kejam atau jahat pun bisa. Karena dia merasa hidup kok sulit amat. Kok, keras sekali? Padahal itu karena dia pakai kacamata gelap. Coba kita sebagai orang tua, beri anak kacamata lensa terang. Begitu perumpamaannya," Alzena menambahkan.

Satu lagi yang perlu Anda tahu, tidak ada sosok Batman di film Joker! Jadi lebih baik, patuhi saja batasan usia yang sudah ditetapkan LSF. Kecuali bila Anda siap mendampingi dan berdiskusi dengan anak selesai menonton, seperti yang telah dijelaskan oleh psikolog anak di atas tadi.

Related

Parenting 4749679207739298236

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item