Mengapa Ada Orang yang Mendengar Suara-suara di Kepalanya (Bagian 2)

Mengapa Ada Orang yang Mendengar Suara-suara di Kepalanya

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Mengapa Ada Orang yang Mendengar Suara-suara di Kepalanya - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Tentu saja, menelan mentah-mentah penjelasan macam ini bisa mengubah metode terapi untuk menangani kasus halusinasi yang banyak digunakan saat ini. Daripada berusaha menghapus keberadaan suara-suara ini, lebih berfaedah jika terapis bisa membantu pasien mengubah penilaian menjadi lebih positif—termasuk dengan menuruti klaim-klaim magis yang diajukan sang pasien.

“Terapi perilaku kognitif tradisional menekan pasien agar memiliki penilaian yang lebih dekat dengan kenyataan,” ujar Peters. “Yang kami temukan menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki masalah klinis atau mereka yang sehat tak selalu menilai suara-suara yang mereka dengar datang dari pikiran. Mereka sering percaya ini semacam wangsit. Suara-suara ini datang dari entitas lain di luar diri mereka.”

Peters menegaskan bahwa terapis tak harus mengarahkan pasien yang mereka tangani agar percaya bahwa suara-suara itu datang dari diri mereka sendiri, atau sebagai bentuk dari gangguan mental. Kalau mereka punya penilaian yang nyaman, maka terapis harusnya membiarkannya saja, selama itu tak menyebabkan masalah.

Tom Ward, seorang psikolog klinis, mengatakan bahwa ada banyak orang yang tak berdaya dan ketakuan akan halusinasi mereka. Akibatnya, orang-orang ini terus-terusan merasa terancan.

Ward adalah salah satu anggota kelompok peneliti di King’s College London yang memanfaatkan virtual reality untuk mengubah persepsi orang tentang suara-suara khayali yang mereka dengar.

Proyek yang dijalankan Ward dikenal dengan nama AVATAR project. Dalam proyek ini, mereka membuat badan-badan virtual bagi suara yang didengar para pasien.

Ward kemudian bicara—berperan sebagai suara yang didengar pasiennya—guna mencoba mengubah dinamika hubungan sang pasien dengan suara itu. Tujuan akhirnya adalah membuat pasien merasa berkuasa, dan memandu mereka untuk mengartikan serta menilai suara-suara imajiner ini dengan lebih positif.

Beberapa suara yang didengar pasien kadang memang kurang ajar, kata Ward, seperti suara-suara yang ngomong tentang kematian, kekerasan, atau kadang suara itu kedengaran galak. Namun, makin banyak pasien Ward yang mendengar suara-suara netral—entah tawa atau peringatan yang sumir—dan dalam hal ini, terbukti juga perubahan intepretasi pasien bisa menghasilkan perubahan berarti.

Ward biasa meminta pasiennya menceritakan dengan detil suara yang mereka dengar dan imajinasi mereka atas wajah pemilik suara itu (biasanya pasien sudah memiliki bayangan wajah tertentu). Dengan menggunakan komputer, Ward dan rekan-rekannya menghidupkan suara itu, mencocokkannya secara visual dan vokal dengan “nada, kesangaran, tarikan suara, gender dan kekasaran itu,” kata Ward.

Ward kemudian bicara dengan suara itu dalam obrolannya bersama sang pasien. Awalnya, Ward akan mengulangi hal-hal negatif yang dikatakan suara itu. Lalu perlahan, dirinya memberi kendali percakapan pada pasien.

Ward kemudian membuat suara itu lebih submisif. Dari sini, akan terlihat perubahan dinamika antara pasien dan suara yang dia dengarkan. Tentu sang pasien makin memiliki kekuatan dan kepercayaan diri selama dalam percakapan.

Dalam penelitian terbaru di The Lancet Psychiatry, Ward dan rekan-rekannya menemukan bahwa mereka yang menjalani terapi AVATAR mengaku bahwa gejala halusinasi mereka menurun dengan cepat di akhir terapi yang berjalan selama 12 minggu.

Lebih dari itu, kondisi pasien-pasien ini juga jauh lebih baik dari pasien yang hanya ditangani dengan terapi konseling. Ward menuturkan bahwa pada banyak pasien, suara-suara yang mereka dengar berubah menjadi tak terlalu mengancam dan kasar. Pada beberapa pasien lainnya, suara-suara yang mereka dengar tak berubah. Hanya, penilaian yang mereka berikan pada suara itu telah bergeser.

Ward berpikir bahwa untuk membantu pasiennya, dia menekankan bahwa tujuan akhirnya bukan untuk menghilangkan suara-suara dari kepala mereka, namun justru mengubah cara pandang mereka atas suara-suara itu.

“Selama ini orang menggunakan metode yang salah, bahwa suara-suara ini harus dihilangkan,” katanya. “Beberapa bagian dari penelitian Peters dan saya sendiri menyimpulkan bahwa suara-suara ini lazim didengar oleh manusia, karena merupakan bagian dari kesadaran mereka. Pertanyaan yang harus diajukan adalah bagaimana orang-orang tertentu mengalami fenomena ini, dan hidup mereka justru lebih berwarna.”

Related

Psychology 7719909266544583492

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item