Sejarah Serangan Umum 1 Maret dan Kontroversinya (Bagian 2)

Sejarah Serangan Umum 1 Maret dan Kontroversinya

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Sejarah Serangan Umum 1 Maret dan Kontroversinya - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Mereka sudah harus siap di dalam kota, dan pada waktu penyerangan telah dimulai, mereka harus masuk ke Hotel Merdeka guna menunjukkan diri kepada anggota-anggota UNCI serta wartawan-wartawan asing yang berada di hotel tersebut.

Kolonel Wiyono, Pejabat Kepala Bagian PEPOLIT Kementerian Pertahanan yang juga berada di Gunung Sumbing, akan ditugaskan mencari pemuda-pemuda yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, terutama yang fasih berbahasa Belanda dan Inggris.

Hal penting yang kedua, dunia internasional harus mengetahui adanya Serangan Tentara Nasional Indonesia terhadap tentara Belanda, terutama terhadap Yogyakarta, Ibukota Republik.

Dalam menyebarluaskan berita ini ke dunia internasional, dibantu oleh Kol. T.B. Simatupang yang bermarkas di Pedukuhan Banaran, desa Banjarsari, untuk menghubungi pemancar radio Angkatan Udara RI (AURI) di Playen, dekat Wonosari, agar setelah serangan dilancarkan, berita mengenai penyerangan besar-besaran oleh TNI atas Yogyakarta segera disiarkan.

Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Perang, TB Simatupang lebih kompeten menyampaikan hal ini kepada pihak AURI daripada perwira Angkatan Darat.

Diperkirakan, apabila Belanda melihat Yogyakarta diserang besar-besaran, dipastikan mereka akan mendatangkan bantuan dari kota-kota lain di Jawa Tengah, dimana terdapat pasukan Belanda yang kuat seperti Magelang, Semarang dan Solo.

Jarak tempuh (waktu itu) Magelang-Yogya hanya sekitar 3-4 jam saja; Solo-Yogya sekitar 4-5 jam, dan Semarang-Yogya sekitar 6-7 jam. Magelang dan Semarang (bagian Barat) berada di wilayah kewenangan Divisi III GM III, namun Solo di bawah wewenang Panglima Divisi II/GM II Kolonel Gatot Subroto.

Oleh karena itu, serangan di wilayah Divisi II dan III harus dikoordinasikan dengan baik, sehingga dapat dilakukan operasi militer bersama dalam kurun waktu yang ditentukan, sehingga bantuan Belanda dari Solo dapat dihambat, atau paling tidak dapat diperlambat.

Pimpinan pemerintahan sipil, Gubernur Wongsonegoro, Residen Budiono, Residen Salamun, Bupati Sangidi, dan Bupati Sumitro Kolopaking, ditugaskan untuk mengkoordinasi persiapan dan pasokan perbekalan di wilayah masing-masing.

Pada waktu bergerilya, para pejuang sering harus selalu pindah tempat, sehingga sangat tergantung dari bantuan rakyat dalam penyediaan perbekalan. Selama perang gerilya, bahkan Camat, Lurah serta Kepala Desa, sangat berperan dalam menyiapkan dan memasok perbekalan (makanan dan minuman) bagi para gerilyawan. Ini semua telah diatur dan ditetapkan oleh pemerintah militer setempat.

Untuk pertolongan dan perawatan medis, diserahkan kepada PMI. Peran PMI juga telah dipersiapkan sejak menyusun konsep Perintah Siasat Panglima Besar.

Dalam konsep Pertahanan Rakyat Total - sebagai pelengkap Perintah Siasat No. 1 - yang dikeluarkan oleh Staf Operatif (Stop) tanggal 3 Juni 1948, butir 8 menyebutkan: Kesehatan terutama tergantung kepada Kesehatan Rakyat dan P.M.I., karena itu evakuasi para dokter dan rumah obat mesti menjadi perhatian.

Walaupun dengan risiko besar, Sutarjo Kartohadikusumo, Ketua DPA yang juga Ketua PMI (Palang Merah Indonesia), mengatur pengiriman obat-obatan bagi gerilyawan di front. Beberapa dokter dan staf PMI kemudian banyak yang ditangkap oleh Belanda, dan ada juga yang mati tertembak sewaktu bertugas.

Setelah rapat selesai, Komandan Wehrkreise II dan para pejabat sipil pulang ke tempat masing-masing, guna mempersiapkan segala sesuatu, sesuai tugas masing-masing.

Kurir segera dikirim untuk menyampaikan keputusan rapat di Gunung Sumbing pada 18 Februari 1949, kepada Panglima Besar Sudirman dan Komandan Divisi II/Gubernur Militer II, Kolonel Gatot Subroto.

Sebagaimana telah digariskan dalam pedoman pengiriman berita dan pemberian perintah, perintah yang sangat penting dan rahasia harus disampaikan langsung oleh atasan kepada komandan pasukan yang bersangkutan. Maka, rencana penyerangan atas Yogyakarta yang ada di wilayah Wehrkreise I di bawah pimpinan Letkol. Suharto akan disampaikan langsung oleh Panglima Divisi III, Kolonel Bambang Sugeng.

Kurir segera dikirim kepada Komandan Wehrkreise III/Brigade 10, Letkol. Suharto, untuk memberitahu kedatangan Panglima Divisi III serta mempersiapkan pertemuan. Diputuskan untuk segera berangkat sore itu juga, guna menyampaikan grand design kepada pihak-pihak yang terkait.

Ikut dalam rombongan Panglima Divisi, selain Letkol. dr. Hutagalung, antara lain juga dr. Kusen (dokter pribadi Bambang Sugeng), Bambang Surono (adik Bambang Sugeng), seorang mantri kesehatan, sopir dr. Kusen, Letnan Amron Tanjung (ajudan Letkol Hutagalung), dan beberapa anggota staf Gubernur Militer (GM) serta pengawal.

Pertama-tama, rombongan singgah di tempat Kol. Wiyono dari PEPOLIT, yang bermarkas tidak jauh dari markas Panglima Divisi, dan memberikan tugas untuk mencari pemuda berbadan tinggi dan tegap, serta fasih berbahasa Belanda, Inggris atau Prancis, yang akan diberi pakaian perwira TNI.

Menjelang sore hari, Panglima Divisi beserta rombongan tiba di Pedukuhan Banaran, mengunjungi Wakil Kepala Staf Angkatan Perang, Kol. Simatupang. Selain anggota rombongan Bambang Sugeng, dalam pertemuan tersebut hadir juga Mr. M. Ali Budiarjo, yang kemudian menjadi ipar Simatupang.

Simatupang pada saat itu diminta mengkoordinasi pemberitaan ke luar negeri melaui pemancar radio AURI di Playen dan di Wiladek, yang ditangani oleh Koordinator Pemerintah Pusat.

Setelah Simatupang menyetujui rencana grand design tersebut, Panglima Divisi segera mengeluarkan instruksi rahasia yang ditujukan kepada Komandan Wehrkreise I, Kolonel Bachrun, yang akan disampaikan sendiri oleh Kol. Sarbini.

Brigade IX, di bawah komando Letkol Achmad Yani, diperintahkan melakukan penghadangan terhadap bantuan Belanda dari Magelang ke Yogyakarta. Tanggal 19 Februari 1949, Panglima Divisi dan rombongan meneruskan perjalanan, yang selalu dilakukan pada malam hari dan beristirahat pada siang hari, untuk menghindari patroli Belanda. Penunjuk jalan juga selalu berganti di setiap desa.

Dari Banaran, rombongan menuju wilayah Wehrkreise III melalui pegunungan Menoreh, untuk menyampaikan perintah kepada Komandan Wehrkreis III, Letkol. Suharto.

Bambang Sugeng beserta rombongan mampir di Pengasih, tempat kediaman mertua Bambang Sugeng, dan masih sempat berenang di telaga yang ada di dekat Pengasih (Keterangan dari Bambang Purnomo, adik kandung alm. Bambang Sugeng, yang kini tinggal di Temanggung).

Pertemuan dengan Letkol. Suharto berlangsung di Brosot, dekat Wates. Semula, pertemuan akan dilakukan di dalam satu gedung sekolah, namun karena khawatir telah dibocorkan, maka pertemuan dilakukan di dalam sebuah gubug di tengah sawah.

Hadir dalam pertemuan tersebut lima orang, yaitu Panglima Divisi III/Gubernur Militer III Kol. Bambang Sugeng, Perwira Teritorial, Letkol. dr. Wiliater Hutagalung, beserta ajudan Letnan Amron Tanjung, Komandan Wehrkreise III/Brigade X, Letkol. Suharto beserta ajudan.

Kepada Suharto, diberikan perintah untuk mengadakan penyerangan antara tanggal 25 Februari dan 1 Maret 1949. Kepastian tanggal baru dapat ditentukan kemudian, setelah koordinasi serta kesiapan semua pihak terkait, antara lain dengan Kol. Wiyono dari Pepolit Kementerian Pertahanan.

Setelah semua persiapan matang, baru kemudian diputuskan (keputusan diambil tanggal 24 atau 25 Februari), bahwa serangan tersebut akan dilancarkan tanggal 1 Maret 1949, pukul 06.00 pagi. Instruksi segera diteruskan ke semua pihak yang terkait.

Puncak serangan dilakukan dengan serangan umum terhadap kota Yogyakarta (ibu kota negara) pada 1 Maret 1949, di bawah pimpinan Letnan Kolonel Suharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III, setelah terlebih dulu mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.

Baca lanjutannya: Sejarah Serangan Umum 1 Maret dan Kontroversinya (Bagian 3)

Related

History 7976233526055201392

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item