Fakta-fakta di Balik Kasus Pelecehan Seksual 12 Siswi SD oleh Guru PNS
https://www.naviri.org/2020/01/fakta-fakta-di-balik-kasus-pelecehan.html
Naviri Magazine - Sedikitnya terdapat 12 siswi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Seyegan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), diduga menjadi korban pelecehan seksual. Pelakunya adalah SPT (48 tahun), seorang guru sekaligus wali kelas para siswi tersebut.
Kasus kekerasan seksual yang ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Sleman ini terungkap, saat terdapat empat siswi kelas enam yang melapor ke guru lain dan orang tua, soal kekerasan seksual yang mereka alami.
Pada 13 Agustus 2019, para murid SDN mengikuti kegiatan kemah di kawasan Kecamatan Tempel, Sleman. Para siswi ditempatkan di satu tenda tersendiri, khusus untuk perempuan. Saat malam hari, SPT tiba-tiba datang ke tenda, dan ikut tidur di tenda yang ditempati para siswi tersebut. Saat itulah ia melakukan pelecehan seksual terhadap empat siswi yang ada di dalam tenda.
“Guru ini masuk ke tenda perempuan, kemudian melakukan perbuatan cabul dengan meraba payudara dan alat kelamin terhadap empat siswa perempuan yang sedang tidur di tenda perempuan," kata Kanit PPA Satreskrim Polres Sleman, Iptu Bowo Susilo, saat menggelar jumpa pers, Selasa (7/1/2020).
Keesokan harinya, kata Bowo, para korban yang ketakutan ini melaporkan peristiwa yang mereka alami kepada guru lain. Mereka, sambil menangis, menceritakan peristiwa itu. Cerita para korban kemudian sampai kepada orang tua mereka.
Sepekan setelah kejadian, empat orang tua korban lantas membuat laporan resmi ke Polres Sleman.
Berdasarkan penyelidikan polisi, kata Bowo, aksi SPT mencabuli para siswinya bukan kejadian pertama. Dari keterangan korban, ada kejadian lain sebelum peristiwa di area perkemahan itu. Peristiwa lain yang kemudian terungkap dari pengakuan korban terjadi pada Juli 2019. Korban mengaku mendapatkan tindakan kekerasan seksual di ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Mulanya, kata Bowo, korban diajak tersangka ke ruang UKS dengan dalih hendak mengajarkan mata pelajaran IPA. Di UKS, guru wali kelas enam itu kemudian mengajarkan soal reproduksi. Sesampainya di ruang UKS, korban diraba-raba pada bagian payudara dan alat kelaminnya.
Selain itu, korban juga ditanya-tanya mengenai bulu kelamin dan apakah korban memakai BH atau tidak. "Kemudian [tersangka] juga memberikan ancaman agar perbuatan yang dilakukan oleh tersangka tidak diceritakan kepada siapa pun," ujar Bowo.
Tersangka, kata Bowo, memberikan ancaman kepada para siswinya, jika menceritakan perbuatan itu ke orang lain maka mereka tak akan lulus dan akan mendapatkan nilai C.
Atas peristiwa di dua lokasi berbeda itu, kata Bowo, terdapat enam korban yang telah dimintai keterangan. Sebagian korban di dua lokasi tersebut adalah anak yang sama. "Jadi perbuatan ini sudah ada enam korban yang sudah kami mintai keterangan sebagai korban [...] Siswi yang lain sebetulnya ada [berdasarkan] penyelidikan, yang awal itu dugaannya sampai 12 siswi yang menjadi korban," kata dia.
Pelaku ditetapkan sebagai tersangka
Hingga saat ini, polisi hanya melakukan pemeriksaan terhadap enam siswi yang menjadi korban. Sedangkan enam siswi lain, atas pertimbangan psikologis, orang tua korban tidak mengizinkan untuk dilakukan pemeriksaan. Akan tetapi, kata Bowo, dari pemeriksaan enam siswi sebagai saksi korban tersebut sudah cukup digunakan dasar penetapan tersangka kepada SPT.
Sebab, didapatkan bukti dari hasil pemeriksaan visum psikiatrikum para korban mengalami permasalahan psikologis akibat peristiwa itu.
“Hasil pemeriksaan dari psikiater, anak mengalami cemas, sedih dan ada perasaan ketakutan yang berlebihan, sehingga dengan alat bukti tersebut kita menetapkan oknum guru sebagai tersangka,” kata Bowo.
Pada 8 Desember 2019, SPT kemudian resmi ditetapkan sebagai tersangka, dan ditahan di Polres Sleman. Pelaku sebelum ditahan masih sempat mengajar di SDN tersebut sekitar satu bulan. Namun, karena para korban merasa ketakutan, tersangka kemudian dipindah dari sekolah itu.
Akibat perbuatan itu, pria yang telah memiliki istri dan anak ini terancam Pasal 82 ayat 1 dan 2 junto Pasal 76 e UU no 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua UU no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan paling singkat 5 tahun penjara.
"Karena tersangka ini adalah tenaga pendidik, sehingga ancaman hukumannya diperberat di Pasal 82 ayat 2 itu, apabila sebagai tendik atau orang tua wali itu ancamannya diperberat sepertiga," ujar dia.
Diberhentikan sementara dari PNS
Kepala Bidang Pembinaan dan Kesejahteraan Pegawai Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Sleman, Sri Wahyuni, mengatakan SPT diberhentikan sementara sebagai PNS, usai ia resmi ditetapkan sebagai tersangka.
“Sesuai dengan ketentuan, ketika PNS ditetapkan sebagai tersangka itu, nanti sesuai PP [Peraturan Pemerintah Nomor] 11 tahun 2017, itu dilakukan pemberhentian sementara,” kata Sri kepada wartawan, Selasa (7/1/2020).
Sementara pemberhentian tetap, kata Sri Wahyuni, bergantung pada keputusan pengadilan. Jika memang terbukti bersalah dan dinilai sebagai pelanggaran berat, maka yang bersangkutan akan diberhentikan secara tetap.
Hal ini juga ditegaskan Bupati Sleman, Sri Purnomo, saat ditemui wartawan di kantor bupati. Untuk pemberhentian PNS yang tersangkut kasus hukum, kata dia, harus menunggu hasil putusan pengadilan.
"Kami akan menunggu dari aparat hukum. Kami serahkan kepada kepolisian. Kami menganut praduga tak bersalah," kata Sri Purnomo.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Halim Sutono, mengatakan pihaknya telah menindaklanjuti kasus hukum yang membelit PNS di lingkungan Disdik tersebut. Sejak kasus dugaan pelecehan seksual itu mencuat, kata dia, pihaknya telah memindahtugaskan SPT ke Unit Pelayanan Pendidikan (UPT) di Kecamatan.
SPT tak diberikan lagi tugas mengajar di sekolah. "[SPT] tidak mengajar, dia ditempatkan di UPT. Ada nota tugas ke UPT sementara," kata Halim.