Kisah Meghan Markle dan Sejarah Gelap Inggris yang Disembunyikan (Bagian 2)

Kisah Meghan Markle dan Sejarah Gelap Inggris yang Disembunyikan

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Meghan Markle dan Sejarah Gelap Inggris yang Disembunyikan - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Pada 1890-an, terbit aturan yang melarang para pelaut non-Inggris untuk tinggal di negara tersebut. Pemerintah membuat aturan yang memaksa para pelaut untuk pulang ke negaranya, dan memberi kuasa kepada aparat negara untuk memulangkan siapa pun yang bersikukuh untuk menetap.

Perekrutan pelaut asing terus terjadi sampai 1910-an. Beberapa pelaut memutuskan untuk tinggal di kota-kota Inggris seperti Cardiff, Liverpool, dan Glasgow. Tapi kehidupan mereka tidak selalu nyaman karena polisi Inggris kerap berupaya memulangkan pelaut asing.

Tindakan itu akhirnya dicegah oleh pemerintah, dengan alasan bahwa para pelaut bekerja untuk negara. Di sisi lain, aturan itu pun tak lantas membebaskan mereka dari perlakuan rasis aparat.

Solomos menulis bahwa tiga kota pelabuhan tersebut lekat dengan stereotip sebagai daerah miskin yang 'menghasilkan' orang-orang jahat yang tidak bisa menyatu dengan masyarakat Inggris.

“Sesungguhnya rasisme yang terjadi di Inggris saat ini bisa lebih dimengerti bila kita melihat latar belakang sejarah selama lima dekade ke belakang,” tulis Solomos.

Sampai hari ini, cerita-cerita soal rasisme masih muncul di Britania Raya. Salah satunya bisa dilihat dari laporan dari pemerintah Inggris tentang kejahatan berdasarkan kebencian (hate crime).

Setiap tahun, pemerintah Inggris melansir laporan resmi soal kejahatan berdasar kebencian, dan menemukan bahwa dalam periode 2018-2019, tingkat kejahatan berdasarkan kebencian meningkat dari tahun sebelumnya. Peningkatannya pun bahkan berkali-kali lipat lebih besar dibanding sewindu sebelumnya.

Sebanyak 76% (atau 78.991 orang korban rasisme) dari kejahatan berdasarkan kebencian itu termasuk dalam kategori kasus rasisme. Perlu diingat bahwa jumlah tersebut berangkat dari kasus-kasus yang dilaporkan ke polisi. Ada kemungkinan lebih banyak lagi kasus yang tidak dilaporkan.

Rasisme hari ini sering menimpa turis asing, pencari suaka, dan pengungsi. Di samping itu, tindakan seperti pembuatan grafiti yang menyinggung ras tertentu juga dikategorikan sebagai kejahatan rasisme.

Rasisme juga terjadi terhadap orang-orang non Inggris yang sudah tinggal di Inggris, dan kasus ini kerap terjadi di institusi pendidikan tinggi (universitas) dan lingkungan kerja.

Pada 15 April 2019, University of Manchester mempublikasikan hasil penelitian mahasiswa pasca-doktoral di Centre of Dynamics of Ethnicity, yang menyebut bahwa 70% dari pekerja non-inggris mengalami rasisme.

Sebanyak 60% di antaranya menyatakan tidak mendapat perlakuan adil karena ras mereka. Setengah dari jumlah total responden (5.000 orang) menyatakan bahwa rasisme mengganggu kinerja mereka. Salah tindak rasisme yang mereka alami adalah kekerasan verbal, misalnya dalam bentuk lelucon rasis.

Rasisme juga membuat seseorang memutuskan keluar dari tempat kerja atau mengambil cuti sakit. Rasisme ini tak hanya terjadi pada para karyawan tetap, tetapi juga pada karyawan lepas.

Sebagian besar dari responden memilih untuk mengabaikan tindakan rasis, karena takut dicap sebagai “pembuat onar”.

Pengajar Sosiologi di University of York, Katy Sian, melakukan penelitian terhadap kasus rasime di kampus.

Dalam hasil penelitian yang dipublikasikan di The Conversation dengan judul "Extent of institutional racism in British universities revealed through hidden stories", Sian mengutip data Higher Education Statistics Agency, yang menyebut dari 17.880 profesor yang bekerja di Inggris hanya 85 yang berkulit hitam, 950 Asia, dan 365 berasal dari non-Inggris lain. Data berasal dari tahun 2012-2013.

Sian melakukan wawancara mendalam terhadap 20 akademisi junior dan senior yang berprofesi sebagai dosen dan peneliti berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yang lulus dari universitas di Inggris setelah 1992. Dari sana, ia menemukan bahwa rasisme di universitas di Inggris bersifat subtil sehingga sering tidak disadari.

“Aku tidak pernah diikutsertakan dalam diskusi dan selalu jadi orang terakhir yang diajak bicara bila ada masalah tertentu yang perlu dikonsultasikan. Rasisme ini terletak pada gestur. Pada apa yang tidak dibicarakan,” tulis Sian dalam The Conversation.

“Respondenku cerita soal kesulitan mendapat promosi jabatan, kurang mendapat mentoring, merasa tidak nyaman bekerja, dan tidak dihargai di lingkungan kerja.”

Keluarga kerajaan Inggris pun tak jarang disorot terkait isu rasisme. Pada 2017 lalu, Putri Michael pernah dianggap rasis kala menggunakan bros blackamoor kala menghadiri jamuan makan untuk merayakan hari pertunangan Meghan dan Harry.

Blackamoor adalah seni dekoratif yang umumnya berbentuk patung sesosok laki-laki kulit hitam. Blackamoor populer sejak abad ke 18 di Eropa. Seiring waktu, karya seni ini dianggap sebagai simbol kolonialisme Eropa terhadap masyarakat Afrika.

CNN mengutip pendapat penulis seni, Anneke Rautenbach, yang menyebut blackamoor sebagai wujud perjumpaan orang Eropa dan orang-orang Moor. Moor adalah sebutan generik untuk orang-orang Afrika Utara yang mayoritas beragama Islam.

Pada abad-abad lampau, mereka dibawa ke Eropa untuk diperbudak. Sejarawan seni Adrienne L. Childs juga menyebut blackamoor sebagai simbol objektifikasi tubuh pria kulit hitam.

Pada 2004, koresponden Guardian, Gary Younge, melaporkan bahwa Putri Michael pernah melontarkan pernyataan rasis kepada orang-orang kulit hitam dalam sebuah jamuan makan malam di New York. Ia menyatakan mereka harus kembali ke tanah jajahan.

Putri Michael jelas melupakan fakta bahwa banyak leluhur orang-orang kulit hitam di New York dikapalkan oleh Inggris untuk diperbudak.

Related

News 8265010446201400510

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item