Fakta di Balik Fenomena Klitih yang Meresahkan Warga Yogyakarta (Bagian 2)

 Klitih, Yogyakarta, naviri.org Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Fakta di Balik Fenomena Klitih yang Meresahkan Warga Yogyakarta - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Suprapto mengatakan, remaja adalah kelompok yang dimanfaatkan oleh pihak lain. Mereka dimanfaatkan dengan harapan para remaja akan mendapatkan hukuman yang jauh lebih ringan.

"Kedua, mereka menggunakan pelajar, karena remaja secara psikologis kondisi emosional atau IQ masih labil sehingga itu dimanfaatkan oleh mereka," kata dia.

Apa yang dikatakan Suprapto itu berdasarkan data penelitian yang ia peroleh dari observasi lapangan. Suprapto menyambangi warung-warung yang biasanya digunakan untuk berkumpul kelompok remaja yang disebutnya "calon pelaku klitih". "Saya mendengar apa yang mereka bicarakan, biasanya mereka bilang 'kita ketemu dimana, pakai kaos apa dan bawa senjata apa'," ujarnya.

Sementara terkait adanya indikasi pihak lain yang memanfaatkan para remaja ini, kata Suprapto, misalnya banyak terjadi saat kegiatan sekolah yang berada di luar, semisal kemah atau outbond. "Ketika berada di lokasi, sering ditemui pihak-pihak tertentu saat istirahat lalu di situ ada indoktrinasi," ujarnya.

Peran sekolah dan keluarga 

Menurut Suprapto, mengatasi masalah klitih harus ada partisipasi dari berbagai pihak, salah satunya selain lembaga keluarga adalah lembaga pendidikan.

"Kurikulum yang ada itu mestinya benar-benar kembali untuk memberikan muatan-muatan yang bersifat soft skill atau aspek-aspek afektif, yaitu memberikan bekal kepada para siswa, para pelajar, anak-anak, untuk kembali bermartabat, mempunyai moralitas," katanya.

Sejatinya, visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, dengan menciptakan insan Indonesia cerdas, kompetitif dan bermartabat, yang telah dirumuskan dalam 18 karakter itu, menurutnya, sudah baik dan harusnya diimplementasikan dalam kurikulum.

"Jadi mestinya dari Dinas Pendidikan, terutama itu, bisa melakukan kontrol yang lebih intensif. Apakah tadi kurikulum yang sudah disarankan bermuatan pendidikan karakter itu hendaknya betul-betul diterapkan," katanya.

Pakar pendidikan, Darmaningtyas, mengatakan bahwa sebetulnya pendidikan formal itu sifatnya sangat normatif, sehingga ia tak yakin lembaga pendidikan dapat memberantas klitih. "Pendidikan itu kan normatif ya, sedangkan masalahnya itu ada di dalam keluarga. Kalau kita lihat pelakunya, itu pasti dari keluarga sosial menengah ke bawah," kata dia.

Masalah pola asuh anak, menurutnya, menjadi masalah utama dalam kasus kejahatan yang dilakukan anak-anak. Hal ini, kata dia, selain karena ketidakmampuan orang tua dalam mengatur waktu, juga salah satunya disebabkan rendahnya pendidikan dan pengetahuan orang tua dalam mengasuh anak.

Untuk itu, pemerintah, kata dia, dapat melakukan intervensi dalam hal ini dengan membuat program pendidikan masyarakat. "Mestinya pendidikan komunitas atau orang dewasa yang diikuti oleh para orang tua," kata dia.

Pergub soal pencegahan klitih 

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menyatakan kini sedang dalam proses penyusunan Peraturan Gubernur tentang Pencegahan Klitih. Dalam peraturan tersebut nantinya akan lebih diatur mengenai ketahanan keluarga.

"[Pergub] kita hanya bagaimana membangun keluarga tangguh. Keluarga tangguh itu bagaimana kalau keluarga itu punya persoalan, ya kita harus bisa membangun dialog dengan [anggota] keluarga itu. Apa yang mungkin bisa kita bantu," kata Sultan.

Pergub saat ini, kata Sultan, sedang dalam proses penyusunan oleh tim. Penyusunan Pergub ini akan rampung pada Februari 2020. "Janjinya dari tim [penyusun] itu satu bulan. Jadi kira-kira pertengahan bulan ini presentasinya," katanya.

Pergub itu nantinya juga akan mengatur pembentukan kelompok kerja yang salah satunya juga akan melibatkan para psikolog. Sultan mengatakan, persoalan klitih belum tentu karena masalah pendidikan. Namun, masalah yang utama ada pada keluarga.

"Kita bukan intervensi pada aspek keluarganya, tapi mungkin dia punya problem. Ya mungkin problemnya bapak ibunya sehingga dia tidak nyaman tinggal di rumah," ujarnya.

Selain itu, kata Sultan, para pelaku klitih hanya sekadar ikut-ikutan temannya, sehingga hal itu dapat dicegah melalui pendekatan dan dialog. "Kalau itu tidak kita lakukan dialog hanya tindakan hukum, juga tidak akan menyelesaikan," kata Sultan.

Related

News 4592422392313770159

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item