Penanganan Kasus Corona di Indonesia yang Membingungkan (Bagian 2)

Penanganan Kasus Corona di Indonesia yang Membingungkan, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Penanganan Kasus Corona di Indonesia yang Membingungkan - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Pada awal Maret, Kemenkes sudah melacak orang yang pernah kontak langsung dengan warga Jepang positif Corona. Ada 11 orang yang dicurigai dan dalam pemantauan. Ia berkata, Kemenkes sudah melakukan pengambilan spesimen terhadap 11 orang tersebut.

"Alhamdulillah, 11 negatif untuk klaster Bali," kata Yurianto pada 4 Maret.

Tak hanya itu. Di hari yang sama, Yurianto, yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi sebagai juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona, mengklaim klaster Batam sudah selesai karena orang yang "kami curigai tidak ada kontak langsung dengan warga Singapura positif Corona."

Berbeda dengan pernyataan Dinas Kesehatan Kepulauan Riau, ada 15 orang yang pernah berinteraksi dengan pasien 103 asal Singapura; 13 di antaranya sudah dinyatakan negatif. Sementara dua lainnya masih menunggu hasil laboratorium.

Penyebaran COVID-19 bisa saja bertambah bila pemerintah tak serius menanganinya. Misalnya, "kartu kuning" yang disiapkan pemerintah tidak efektif, sebab banyak di antaranya tidak diisi lengkap oleh penumpang, bahkan ada yang dibawa pulang.

Menurut Yurianto, "kartu kuning" memang dibawa pulang. Bila 14 hari pertama ada gejala sakit seperti influenza, ujarnya, langsung dibawa ke rumah sakit atau Puskesmas. Data kartu ini akan diinput ke komputer Kemenkes.

Sayangnya, beberapa penumpang justru membawa pulang semua lembaran kartu kuning. Lalu, bagaimana pemerintah mendeteksi kasus seperti ini?

“Kami punya paspor dan bandara terintegrasi dengan customs (bea cukai),” klaim Yuri.

Bea cukai merilis ada 261 warga negara Tiongkok masuk ke Indonesia pada 6 Februari dan 8 Februari 2020. Padahal, pemerintah Indonesia pada 5 Februari pukul 00.00 sudah melarang penerbangan langsung dari dan ke Cina, setelah mendapat rujukan Public Health Emergencies of International Concoer IPHEIC) WHO.

Fakta itu justru membuat Yuri bertanya: “Bea cukai mengurusi orang datang, gimana ceritanya?” Ia tidak tahu bagaimana caranya mendeteksi kesehatan WNA Tiongkok itu. “Di mana? Tanyakan Kemenkeu (bagian Bea Cukai) di mana? Saya harus mendeteksi di mana? Kalau kami tidak tahu di mana, gimana deteksinya, dong?”

Pasien COVID-19 bertambah 

Pasien 01, perempuan berusia 31 tahun, memiliki riwayat perjalanan ke beberapa lokasi. Pada 14 Februari, pasien 01 pergi ke Restoran Amigos; pada 15 Februari ke Restoran Paloma Bistro di Hotel Des Indes Menteng, untuk menjadi pembawa acara. Di dua lokasi itu, ada pasien positif Corona kasus ke-24 Malaysia.

Pada 16 Februari, pasien 01 batuk dan demam. Sejak itu, pasien tidak pernah keluar rumah.

Sementara pasien 02 berusia 64 tahun, masih terkait dengan pasien 01 karena satu rumah. Pada 21 Februari, pasien 02 mulai meriang, selanjutnya mulai mudah lelah dan puncaknya demam 38 derajat celsius pada 24 Februari.

Pasien 01 dan 02 memutuskan pergi ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Depok. Akhirnya, mereka dirawat oleh dokter. Hasil laboratorium medis menunjukkan pasien 01 terserang broncho pneumonia dan pasien 02 terkena tifus. Kedua pasien itu tidak ada pikiran apa pun meskipun dirawat.

Pada 28 Februari, pasien 01 mendapat kabar dari temannya bahwa kasus ke- 24 di Malaysia positif Corona. "Demi keamanan dan kesehatan nasional, saya info ke dokter agar saya diperiksa (virus Corona)," kata pasien 01.

Pada Senin, 2 Maret, Presiden Joko Widodo mengumumkan pasien 01 dan 02 positif Corona. Sementara pasien 01 dan 02 kaget karena informasi itu mereka dapatkan dari media massa, bukan dokter yang menanganinya.

Empat hari kemudian, 6 Maret, Achmad Yurianto mengumumkan dua pasien baru positif Corona. Dua pasien itu masih terkait dengan pasien 01 di Jakarta. "Kami dapatkan dua orang konfirmasi sebagai kasus 3 dan 4," kata Yurianto di Kantor Staf Kepresidenan.

Ia menambahkan, ada lima pasien suspect Corona yang menjalani perawatan di RSPI Sulianti Saroso, terkait dengan pasien 01. Kemenkes masih memantau kondisi fisik mereka. Yurianto enggan gegabah memulangkan pasien, sebab masih menderita batuk dan pilek. Bila tidak hati-hati, bisa menjadi subklaster baru seandainya positif, katanya.

Berdasarkan data Kemenkes per 7 Maret 2020, jumlah orang di Indonesia yang diperiksa terkait infeksi COVID-19 berjumlah 483 orang. Sementara yang positif COVID-19 ada 6 orang, negatif ada 445 orang, dan dalam proses pemeriksaan ada 32 orang.

Baca lanjutannya: Penanganan Kasus Corona di Indonesia yang Membingungkan (Bagian 3)

Related

News 1351813255296380798

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item