Kengerian Wabah Corona di Italia: Dokter Kebingungan, Seluruh Rumah Sakit Tak Mampu Lagi Tampung Pasien

Kengerian Wabah Corona di Italia: Dokter Kebingungan, Seluruh Rumah Sakit Tak Mampu Lagi Tampung Pasien, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Kawasan Italia utara adalah daerah yang paling parah terpapar virus corona. Para dokter di garis depan pertempuran memerangi virus corona di Italia, mengaku harus memilih pasien mana yang mendapat penanganan dan pasien mana yang tidak memperoleh perawatan.

Di tengah peningkatan jumlah pasien virus corona yang mencapai ratusan orang setiap hari, Italia kewalahan menyediakan ranjang rumah sakit bagi pengidap Covid-19—hal yang belum pernah terjadi pada masa damai.

"Jika seseorang berusia 80 dan 95 tahun mengalami kesulitan pernapasan yang parah, kami kemungkinan tidak melanjutkan [penanganan]," kata Dr Christian Salaroli, kepala unit perawatan intensif di sebuah rumah sakit di Bergamo, kepada surat kabar Corriere della Sera.

"Ini adalah kata-kata yang buruk, namun sayangnya benar. Kami tidak berada dalam posisi untuk melakukan apa yang Anda sebut sebagai mukjizat," tambahnya.

Namun apa yang membuat keputusan ini diperlukan?

Keputusan-keputusan sulit

Virus corona terbukti mematikan, khususnya di Italia. Sebanyak 1.441 orang dari 21.157 kasus infeksi telah meninggal dunia per 16 Maret 2020—sekitar sepertiga dari jumlah kematian yang tercatat di China.

Populasi di Italia adalah yang tertua kedua di dunia setelah Jepang, menurut data PBB. Itu artinya, sebagian besar penduduk Italia amat berisiko jatuh sakit jika mereka terpapar virus corona.

Awal bulan ini, Italian Society of Anaesthesia, Analgesia, Resuscitation and Intensive Therapy (SIAARTI), merilis rekomendasi etik sebagai arahan bagi para dokter mengenai siapa yang seharusnya ditempatkan pada ranjang perawatan intensif "dalam kondisi-kondisi pengecualian"—artinya siapa yang diprioritaskan ketika tidak ada ranjang untuk menampung semua pasien.

Alih-alih menempatkan pasien berdasarkan siapa yang datang paling awal, lembaga itu memberi anjuran agar para dokter dan perawat berfokus pada pasien-pasien yang punya peluang pulih lebih tinggi setelah perawatan intensif.

"Bukannya SIAARTI mengusulkan agar beberapa pasien dirawat dan lainnya mendapat perawatan terbatas. Sebaliknya, adalah peristiwa darurat yang membatasi para dokter memfokuskan perhatian mereka mengenai kepatutan perawatan pada mereka yang paling mendapat manfaat," sebutnya.

Tsunami

Italia memiliki sekitar 5.200 ranjang perawatan intensif. Namun, pada musim dingin, sebagian besar ranjang tersebut telah ditempati pasien-pasien dengan masalah pernapasan.

Wilayah Lombardy dan Veneto di utara hanya punya sekitar 1.800 ranjang di institusi pemerintah dan swasta. Semua rumah sakit di Italia bagian utara telah mendirikan bagian tambahan untuk menampung ranjang lebih banyak.

Dr Stefano Magnone, yang bekerja di sebuah rumah sakit di Lombardy, mengatakan bahwa daya tampung mereka telah mencapai batas.

"Situasinya semakin buruk hari demi hari, karena kami telah mencapai batas tampung ranjang ICU serta bangsal biasa untuk merawat pasien-pasien positif virus corona," katanya. "Di provinsi kami, kami telah kehabisan sumber daya, baik manusia maupun teknologi. Jadi kami menunggu ventilator baru, perangkat ventilasi non-invasif baru."

Awal pekan ini, kesaksian dari Dr Daniele Macchini, seorang dokter unit perawatan intensif di Bergamo, menjadi viral di Twitter.

Pada kesaksian tersebut, dia menjelaskan bagaimana timnya "kewalahan oleh tsunami" dan peralatan medis untuk masalah pernapasan, seperti ventilator, menjadi luar biasa berharga "layaknya emas".

"Kasus-kasus berlipat ganda, [kami menerima] 15-20 pasien per hari, semua karena alasan yang sama. Hasil uji swab kini muncul satu demi satu: positif, positif, positif. Tiba-tiba [ruang gawat darurat] ER kolaps," katanya.

"Beberapa kolega kami yang terinfeksi juga punya kerabat yang terinfeksi, dan beberapa kerabat mereka sudah berjuang antara hidup dan mati."

Dr Salaroli mengatakan kepada surat kabar Corriere bahwa beban emosi staf medis "menghancurkan" dan beberapa dokter di dalam timnya "remuk" oleh pilihan-pilihan yang terpaksa dibuat.

"Bisa terjadi pada dokter kepala, begitu pula dengan dokter muda yang baru tiba dan harus memutuskan nasib seorang manusia. Saya ulangi, dalam skala besar," ujarnya. "Saya melihat sejumlah perawat dengan 30 tahun pengalaman, menangis, orang dengan krisis mental, tiba-tiba gemetar."

Permohonan Italia ke Eropa

Menteri Luar Negeri Italia, Luigi Di Maio, meminta sebuah unit Eropa untuk mengkoordinasi suplai untuk semua rumah sakit dan klinik di seluruh Eropa.

Dia juga menyuarakan optimisme, dengan mengatakan tidak ada kasus infeksi di 10 kota di kawasan zona merah di Italia utara. "Italia adalah negara pertama di Eropa yang begitu parah terpapar. Namun, saya harap itu juga berarti Italia adalah yang pertama keluar dari kondisi darurat."

Related

News 4453432290643622845

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item