Kisah Para Detektif Melacak Kasus Virus Corona di Singapura (Bagian 2)

Kisah Para Detektif Melacak Kasus Virus Corona di Singapura naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Para Detektif Melacak Kasus Virus Corona di Singapura - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Detektif memecahkan teka-teki

Conceicao Edwin Philip adalah satu dari tiga pelacak kontak di Singapore General Hospital, salah satu rumah sakit pemerintah yang bertanggung jawab untuk merawat pasien virus corona.

Timnya adalah orang pertama yang berbicara dengan pasien ketika mereka datang ke rumah sakit, untuk mencari tahu dengan siapa mereka telah berhubungan, dan di mana mereka berada.

"Setelah kami mendapatkan hasil dari laboratorium [dari kasus positif], kami harus meninggalkan semua pekerjaan, dan bekerja sepanjang malam sampai sekitar jam 3 pagi. Keesokan harinya, kami mulai bekerja lagi," katanya.

Mereka menyerahkan informasi penting itu kepada staf di Departemen Kesehatan, yang melanjutkan prosesnya.

"Tanpa potongan pertama informasi ini, tidak ada yang bisa dihubungkan. Ini seperti teka-teki, Anda harus menyatukan semuanya," katanya.

Sejak akhir Januari, Singapura bahkan mengerahkan pasukan bersenjata dalam pelacakan kontak.

Zubaidah Said memimpin salah satu tim Kementerian Kesehatan yang ditugaskan untuk pekerjaan berikutnya. Sering kali, timnya menghadapi tantangan untuk mengumpulkan informasi - beberapa pasien terlalu sakit untuk menjawab, misalnya, dan itu membuat pekerjaan mereka jauh lebih sulit.

"Sejauh mungkin untuk kasus-kasus seperti itu, kami akan mencoba untuk mendapatkan informasi kedua, tetapi sekali lagi itu sulit," katanya.

Di situlah tim selanjutnya bekerja, karena Singapura juga memiliki keuntungan dengan melibatkan unit investigasi kriminal polisi dalam kasus ini.

"Polisi dan kementerian mengadakan telekonferensi setiap hari untuk bertukar informasi," kata asisten komisaris senior (SAC) polisi Lian Ghim Hua, dari Departemen Investigasi Kriminal.

"Rata-rata 30 hingga 50 petugas bekerja untuk melacak kontak pada satu periode, dan jumlahnya pernah meningkat hingga lebih dari 100 petugas."

Pelacakan kontak menjadi prioritas kepolisian - sesuatu yang dimungkinkan, karena tingkat kejahatan di Singapura yang rendah. Kadang-kadang, petugas juga mendapat bantuan dari departemen investigasi kriminal, biro narkotika, dan dinas intelijen polisi.

Mereka menggunakan rekaman CCTV, visualisasi data dan investigasi untuk membantu mereka melacak kontak yang identitasnya tidak diketahui, misalnya penumpang taksi yang tidak melakukan pemesanan aplikasi, atau membayar dengan uang tunai.

Bukti efektivitas langkah ini terlihat dari kasus Julie. Ia pergi ke rumah sakit dengan keluhan pusing dan demam pada awal Februari. Kurang dari satu jam dari saat para dokter menyatakan dia terinfeksi virus, sistem itu langsung berjalan.

"Saya sedang terbaring di ranjang rumah sakit ketika saya ditelepon," kata Julie. Yang terjadi selanjutnya adalah sejumlah pertanyaan cermat tentang semua yang telah dilakukan Julie, dan semua orang yang dia temui selama tujuh hari terakhir.

"Mereka ingin tahu saya bertemu dengan siapa, apa yang saya lakukan, siapa nama mereka, dan nomor kontak mereka.”

Pihak berwenang mencari kontak dekat, biasanya seseorang yang menghabiskan lebih dari 30 menit dengan orang yang terinfeksi, dalam jarak 2 meter.

"Mereka tidak tertarik untuk mengetahui orang-orang yang berpapasan dengan saya, walaupun itu orang yang saya kenal. Mereka mencari orang-orang yang menghabiskan beberapa waktu dengan saya."

Julie berbicara dengan pelacak kontak selama hampir tiga jam. Di akhir panggilan telepon itu, dia telah mengidentifikasi 50 orang. Semua dihubungi oleh Kementerian Kesehatan, dan mereka pun menjalani karantina selama 14 hari. Tidak ada satu pun dari mereka yang menunjukkan gejala virus itu.

Standar emas

Pelacakan kontak bukan hal baru - sistem ini telah digunakan selama beberapa dekade untuk melacak pasien yang kemungkinan telah menularkan penyakitnya kepada orang lain.

Namun, sistem yang diterapkan Singapura saat masa krisis ini telah dipuji oleh para ahli epidemiologi dari Harvard. Mereka mengatakan, sistem itu sebagai "pendeteksian standar emas yang hampir sempurna".

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga memuji Singapura karena telah proaktif, bahkan sebelum kasus pertama terdeteksi. Tidak seperti Amerika Serikat dan sebagian besar Eropa, Singapura memulai pelacakan kontak sejak awal bahkan sebelum penyebaran komunitas.

"Jika terlambat, semuanya jadi lebih sulit untuk dilakukan, karena ada begitu banyak kasus," kata Dr Siousxie Wiles, seorang profesor di Universitas Auckland di New Zealand.

Tetapi tingkat presisi dan deteksi yang digunakan di Singapura tidak akan mungkin diterapkan di sebagian besar negara.

Tidak banyak negara yang memiliki tingkat pengawasan yang dimiliki Singapura. WHO mengatakan bahwa sistem itu, "telah memungkinkan untuk mendeteksi dan mengelola kasus secara cepat".

Hal itu juga didukung oleh perilaku patuh dari masyarakat umum - ketika pemerintah menelepon dan mengajukan pertanyaan kepada Anda, hampir pasti semua orang akan bekerja sama.

Baca lanjutannya: Kisah Para Detektif Melacak Kasus Virus Corona di Singapura (Bagian 3)

Related

News 4838941741625573316

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item