Sejarah Manusia: Di Antara Kesenjangan, Perang, dan Kematian Massal (Bagian 1)

Sejarah Manusia: Di Antara Kesenjangan, Perang, dan Kematian Massal naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Sepanjang sejarah umat manusia, kesenjangan selalu ada. Di zaman purba, nenek moyang manusia yang mempunyai fisik lebih kuat mampu menaklukkan lebih banyak buruan dibanding makhluk lainnya. Mereka yang tinggal dekat sungai atau laut juga otomatis mendapatkan kalori ekstra dari ikan-ikan yang mereka konsumsi.

Seiring peradaban manusia berkembang dan status dan kekuasaan bertambah rumit, sebuah kebenaran yang mendasar ternyata tidak berubah: beberapa orang lebih beruntung dibanding yang lainnya.

Dalam beberapa ratus tahun terakhir, para ahli dan banyak pihak kerap mendiskusikan kesenjangan ekonomi sebagai masalah yang bisa diselesaikan.

Tapi ahli sejarah dari Stanford, Walter Scheidel, yang merilis buku The Great Leveler: Violence and the History of Inequality from the Stone Age to the Twenty-First Century, membeberkan kabar buruk bagi kita semua yang ingin hidup di masyarakat yang lebih setara: untuk bisa mendekati kesetaraan, kita harus mengorbankan manusia lainnya.

Lewat bukunya, Scheidel membawa pembaca melewati sejarah kesenjangan yang pernah terjadi: mulai dari upah gandum di era Mesir kuno, hingga ukuran rumah di Abad Pertengahan, hingga sistem perpajakan modern.

Terinspirasi oleh ahli ekonomi Perancis ternama, Thomas Piketty, yang merilis buku bestseller Capital in the Twenty-First Century di 2014, Scheidel memprediksi bahwa kesenjangan ekonomi antar manusia akan bertambah lebar dalam beberapa dekade ke depan, dan berusaha mencari solusinya dengan menilik balik ke dalam sejarah.

Sayangnya, sejarah tidak memberikan jawaban yang menyenangkan. Kesenjangan ekonomi hanya berkurang ketika hal-hal semacam ini terjadi: wabah atau bencana kelaparan, perang dunia, kebangkrutan negara atau revolusi penuh kekerasan.

Empat peristiwa ini—disebut sebagai "Four Horsemen" oleh Sheidel—merupakan penyebab tertinggi berkurangnya kesenjangan ekonomi dalam sejarah umat manusia. Wabah yang melanda abad pertengahan Eropa, misalnya, meningkatkan nilai kaum buruh karena jumlah mereka yang terbatas. Dan tentu saja ketika sebuah negara bangkrut, dilanda perang atau mengalami revolusi, banyak harta kekayaan penduduknya hilang.

Ini menjadi cara yang ampuh untuk mengurangi jarak antara si kaya dan si miskin—biarpun menimbulkan banyak penderitaan.

Untuk mendapatkan perspektif tentang cara mengaplikasikan pelajaran yang kita tuai dari sejarah ke masalah kesenjangan ekonomi modern, berikut adalah wawancara dengan Profesor Scheidel.

Apakah kesenjangan itu sendiri hal yang buruk dan sesuatu yang harus kita basmi?

Menurut saya, kesenjangan bukan hal yang terburuk, biarpun jelas itu bukan hal yang baik. Bandingkan dengan isu kemiskinan misalnya yang jauh lebih mendesak, tidak hanya di Amerika Serikat tapi di mana pun di dunia.

Apabila kesenjangan dilihat dari isu bagaimana sumber daya didistribusikan tanpa pandang bulu, ada beberapa sudut pandang yang perlu diperhatikan: sudut pandang etis dan sudut pandang moral.

Apakah adil apabila pendapatan sebuah ekonomi didistribusikan dengan tidak imbang? Mungkin ini adil, tapi jelas perlu ada penjelasannya, paling tidak di negara bersistem demokrasi. 

Seorang ahli ekonomi mungkin akan mengatakan, itu akan berakibat negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Misalnya, dalam sebuah masyarakat yang tidak setara, sebagian besar populasinya akan kesulitan untuk mengonsumsi dan berinvestasi. Jadi kesenjangan justru bisa menghambat perkembangan ekonomi sebuah negara.

Dan kesenjangan ini cenderung berlangsung terus-menerus. Kalau tingkat kesenjangannya tinggi, maka kemungkinan besar orang tua yang beruntung akan menurunkan harta benda mereka ke anaknya. Dalam jangka panjang, ini akan dilihat sebagai ketidakadilan apabila Anda tinggal di dalam masyarakat demokrasi sosial—atau meritokrasi.

Di buku, Anda menyebutkan Four Horsemen—perang, revolusi penuh kekerasan, kebangkrutan negara dan wabah/penyakit—sukses menurunkan kesenjangan dalam sejarah. Bisakah Anda jelaskan sejarah intelektual konsep ini? Apakah ini teori ciptaan Anda sendiri?

Dalam penelitian saya, empat faktor inilah yang paling menonjol, makanya saya sebut sebagai Four Horsemen. Saya terinspirasi oleh artikel Piketty yang membahas Perang Dunia II dan seterusnya. Setelah membaca artikel tersebut, saya berpikir, bagaimana dengan sejarah lainnya?

Baca lanjutannya: Sejarah Manusia: Di Antara Kesenjangan, Perang, dan Kematian Massal (Bagian 2)

Related

Science 6728034486014835817

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item