Sejarah Manusia: Di Antara Kesenjangan, Perang, dan Kematian Massal (Bagian 2)

Sejarah Manusia: Di Antara Kesenjangan, Perang, dan Kematian Massal, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Sejarah Manusia: Di Antara Kesenjangan, Perang, dan Kematian Massal - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Saya sendiri sudah pernah meneliti wabah, merilis penelitian tentang perkembangan upah dan kesenjangan, dan bagaimana ini terpengaruh ketika wabah menyerang. Jadi ketika Anda bandingkan hasil penelitian saya dan artikel Piketty, ada semacam konsistensi di situ.

Revolusi sosial jelas akan mengurangi kesenjangan, karena mereka meratakan sebuah negara. Tapi kemudian saya berpikir, adakah kekuatan-kekuatan lainnya seperti ini? Dan dalam riset saya, akhirnya empat peristiwa itulah yang menonjol dibandingkan yang lain.

Di lingkaran kelompok radikal di AS, sering muncul ide menghabisi kaum kaya. Namun kalau membicarakan teori Four Horsemen milik Anda, rasanya menangkapi beberapa pengusaha dari Wall Street tidak cukup. Anda sempat menggunakan Pemerintahan Teror Perancis sebagai contoh usaha penghapusan kesenjangan yang gagal. Bisa Anda jelaskan?

Masalahnya, di era itu tak ada yang mengukur tingkat kesuksesan misi tersebut. Kita tidak punya data yang lengkap ketika Teror tersebut sedang memuncak, awal kemunculan Napoleon. Agak sulit menelaah seberapa besar Teror tersebut mempengaruhi Restorasi Kerajaan Perancis. Mungkin agak tidak adil untuk mengatakan, "yah, Teror itu gagal," karena efeknya mungkin baru terasa beberapa waktu kemudian.

Tapi revolusi mereka waktu itu lumayan dangkal. Mereka memang membunuh beberapa ribu orang kaya, tapi jadinya hanya sekadar revolusi borjuis. Revolusi semacam ini tidak akan redistributif apabila Anda tidak menarik perhatian populasi berpenghasilan rendah dan mengatakan, "Kamu yang akan paling diuntungkan dari revolusi ini."

Mirip dengan pandangan sayap kiri. Masalahnya, Revolusi Perancis terobsesi dengan hak milik properti—tidak ada gerakan kolektif, semuanya hanyalah fenomena kelas menengah.

Jadi ada perbedaan antara revolusi politik level permukaan dengan pergolakan besar-besaran yang melibatkan kekerasan?

Anda bisa gunakan contoh Revolusi Amerika—perang melawan tenaga asing. Perang Saudara Amerika Serikat atau lainnya, sebagai contoh. Memang dalam contoh-contoh tersebut ada kekerasan yang dilakukan terhadap kaum kaya yang diancam akan direbut asetnya, tapi tetap saja mereka bukan revolusi besar-besaran yang menyeluruh.

Revolusi Perancis memang lebih tinggi levelnya, tapi dibandingkan revolusi Komunis, semua terasa cemen karena sebelum revolusi Komunis belum ada yang berani mencoba menstruktur ulang seluruh lapisan masyarakat.

Bagaimana dengan konsep kekerasan vs ancaman kekerasan? Bukankah ancaman saja cukup untuk mengurangi kesenjangan? Di 1930-an misalnya, berbagai program kesejahteraan muncul di AS menjelang Perang Dunia II, disebabkan karena dinamika politik dunia saat itu dan kekhawatiran akan munculnya kaum sosialis di AS.

Agak sulit memang, karena di AS tidak pernah ada gerakan sayap kiri yang benar-benar kuat. Tapi di Eropa misalnya, setelah 1917 orang-orang di negara Eropa barat sangat takut akan ancaman Komunisme. Wah, semua orang miskin akan bangkit, membunuh kita dan menjarah harta benda kita.

Dan ini bukan sekadar fantasi, karena ini benar-benar terjadi di negara-negara tetangga. Insiden ini mendorong munculnya program-program kesejahteraan yang bermaksud meredam kemunculan Komunisme.

Populisme di Amerika agak berbeda karena tidak seekstrem itu, tapi biasanya mulai muncul di waktu yang serupa. Dan kekhawatiran akan Komunisme juga selalu ada di AS. Dan tentunya ancaman-ancaman ini mempengaruhi kebijakan-kebijakan di negara demokrasi Barat. Anda bahkan tidak perlu membunuh orang-orang kaya—apabila ada semacam sistem alternatif yang lebih menarik, ini pasti mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Dan ada perdebatan soal ini. Ketika Uni Soviet mulai kehilangan tajinya, gerakan-gerakan ini mulai tidak menjadi ancaman lagi. Apakah kebetulan saja bahwa kesenjangan mulai kembali timbul ketika Perang Dingin berakhir? Ini disebabkan karena kaum elit mulai tidak lagi khawatir soal ancaman-ancaman seperti ini.

Bukankah program-program kesejahteraan itu agak membantah teori Anda—bahwa ancaman kekerasan sudah cukup tanpa harus adanya kekerasan itu sendiri?

Itu benar, tapi saya bisa beragumen bahwa kekerasan harus terjadi di suatu tempat terlebih dahulu. Jadi apabila warga Rusia mulai membunuh orang-orang kaya mereka, ini bukan berarti kekerasan terjadi di negara lain. Tapi kini semua orang tahu bahwa kekerasan bisa terjadi dan telah terjadi.

Baca lanjutannya: Sejarah Manusia: Di Antara Kesenjangan, Perang, dan Kematian Massal (Bagian 3)

Related

Science 6097891408288570139

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item