Kisah Pandemi Flu Spanyol: Wabah Gelombang Dua Lebih Mematikan (Bagian 1)

Kisah Pandemi Flu Spanyol: Wabah Gelombang Dua Lebih Mematikan, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Pandemi-pandemi besar di masa lalu tak pernah datang hanya dalam satu gelombang. Dalam soal ini, kita bisa bercermin pada sejarah pandemi flu Spanyol 1918.

Pada 4 Maret 1918, seorang prajurit di Camp Funston, Kansas, Amerika Serikat dilaporkan menderita influenza. Tak ada yang khawatir saat itu. Influenza adalah penyakit musiman yang sering menyerang. Namun, tak sebagaimana lazimnya, influenza kali ini lebih cepat menular dan tampak lebih ganas.

Pada akhir bulan itu, otoritas Camp Funston melaporkan 1.100 tentara yang tinggal di sana menderita influenza dan 38 di antaranya tewas. Masih belum ada yang menaruh perhatian atas kasus ini. Padahal virus sudah mulai menyebar ke kamp militer lain, dan bahkan ke kota-kota di sekitarnya.

Para tentara yang terinfeksi pun membawa virus itu menyeberang ke medan Perang Dunia I ketika mereka dikerahkan ke Eropa. Seperti jerami terbakar di musim kemarau, wabah influenza lalu berjangkit di Inggris, Perancis, Spanyol, dan Italia. Para sejarawan meyakini itulah gelombang pertama dari pagebluk yang kini dikenal sebagai pandemi flu Spanyol.

“Setidaknya tiga perempat personel militer Perancis terinfeksi dan setengah pasukan Inggris terinfeksi pada musim semi 1918. Namun, gelombang pertama wabah ini tampaknya tidak terlalu mematikan—dengan gejala mirip demam tinggi dan malaise yang biasanya hanya berlangsung tiga hari. Berdasarkan data kesehatan masyarakat yang terbatas saat itu, tingkat kematiannya mirip flu musiman,” tulis Dave Roos di portal History.

Para tentara menyebutnya penyakit “demam tiga hari”. Meski derajat virulensinya tinggi, virus ini dianggap tak seberapa mematikan.

Seorang dokter militer Inggris melaporkan bahwa 10.313 personel Angkatan Laut Inggris terjangkit influenza selama Mei dan Juni, tapi hanya 4 yang meninggal. Laporan dari Angkatan Darat Perancis juga menunjukkan fenomena yang sama. Di salah satu pos yang dihuni 1.018 tentara, tercatat 688 di antaranya sempat dirawat karena influenza. Dari jumlah yang sakit, 49 orang dilaporkan meninggal.

Memasuki musim panas di bulan Juli, baik di AS maupun di Eropa wabah itu mereda. Sebuah buletin terbitan Angkatan Darat AS di front Perancis pun mengklaim bahwa “epidemi hampir berakhir”. Inggris mengabarkan hal serupa. Namun tidak semua orang optimis wabah telah berlalu.

“Para dokter Amerika yang peduli pada upaya eradikasi wabah paham bahwa Amerika belum lepas dari ancaman selama varian influenza ganas ini tetap aktif di antara tentara mereka,” tulis Paul Kupperberg dalam The Influenza Pandemic of 1918-1919 (2008: 27).

Kecurigaan itu terbukti benar sebulan kemudian. Epidemi influenza dengan gejala yang lebih parah mulai merebak lagi pada Agustus.

Gelombang kedua mengganas

Pada pertengahan Agustus, beberapa pelabuhan di pantai timur AS mulai kedatangan tentara yang ditarik mundur dari Eropa. Seturut catatan Kupperberg, ada sebagian kecil tentara yang kembali dalam keadaan terjangkit influenza. Apa yang terjadi selanjutnya mudah diduga: flu Spanyol mulai berjangkit lagi.

Pada 20 Agustus, otoritas kesehatan masyarakat New York kembali melaporkan munculnya kasus infeksi influenza baru. Peningkatan kasus juga terjadi di Boston, lokasi pangkalan Angkatan Laut yang menjadi transit tentara dari Eropa, sejak 27 Agustus. Dari kota itulah gelombang kedua pandemi flu Spanyol yang lebih mematikan meledak di AS.

"Pada satu hari saja, 1.543 tentara di kamp dilaporkan sakit. Pada 22 September, hampir 20 persen kamp menderita influenza [...] Dalam beberapa hari sebagian dokter dan perawat ikut jadi korban gara-gara bekerja sepanjang waktu untuk merawat pasien. Mereka kewalahan, dan rumah sakit terpaksa menolak pasien baru," tulis Kupperberg (hlm. 32).

Angka kematian akibat wabah flu Spanyol di seluruh dunia meroket dari September hingga November 1918. Di AS, catat Roos, 195.000 orang tewas gara-gara influenza. Lain itu, statistik juga menunjukkan fenomena aneh yang membedakan flu Spanyol dengan flu musiman.

Pada umumnya, influenza menyerang orang-orang dengan kondisi imunitas rendah, bisa usia anak-anak atau orang sepuh. Berkebalikan dengan ini, flu Spanyol justru berakibat fatal pada mereka di rentang usia prima, antara 25 hingga 35 tahun.

Baca lanjutannya: Kisah Pandemi Flu Spanyol: Wabah Gelombang Dua Lebih Mematikan (Bagian 2)

Related

Science 257951330048442334

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item