Riset Baru: Virus Corona Bisa Bertahan Hidup Meski di Suhu Sangat Panas

Riset Baru: Virus Corona Bisa Bertahan Hidup Meski di Suhu Sangat Panas, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Kaitan antara daya tahan virus corona SARS-CoV-2 dengan suhu panas masih terus digali oleh para ilmuwan. Sejumlah studi ilmiah mengungkap hasil yang beragam. Peneliti di Harvard Medical School, misalnya, menemukan bahwa suhu dan kelembapan tinggi tidak mempengaruhi tingkat penurunan kasus SARS-CoV-2 di wilayah-wilayah tropis.

Temuan itu mendukung fakta masih banyak kasus virus corona di negara beriklim tropis seperti Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Alih-alih cuaca, virus penyebab penyakit COVID-19 ini utamanya menular karena faktor kontak dekat antarmanusia lewat cairan pernapasan atau droplet yang keluar saat bicara, batuk, ataupun bersin.

Studi terbaru dari Aix-Marseille University, Prancis, mengungkap hal serupa. Spesimen virus corona yang diteliti ternyata dapat bertahan lama meski terpapar suhu panas. Profesor Remi Charrel dan rekan-rekannya memanaskan sampel virus hingga 60 derajat Celcius selama satu jam, dan menemukan bahwa beberapa strain masih dapat bereplikasi.

Sebagaimana diwartakan South China Morning Post, para ilmuwan harus menaikkan suhu hingga mendekati titik didih sampai virus benar-benar mati, sebagaimana ditulis dalam jurnal yang terbit di bioRxiv.org, dan belum melewati proses peer review.

Temuan ini sekaligus menjadi alarm peringatan bagi teknisi laboratorium yang bersentuhan dekat secara langsung dengan spesimen virus.

Untuk mencapai kesimpulan tersebut, peneliti menyuntikkan strain virus corona kepada sel ginjal monyet hijau Afrika, inang standar untuk tes aktivitas virus. Strain diambil dari seorang pasien di Berlin, Jerman. 

Sel-sel strain tersebut dimasukkan ke dalam tabung yang mewakili dua jenis lingkungan yang berbeda, satu "bersih" dan yang lainnya "kotor", dengan protein hewani untuk mensimulasikan kontaminasi biologis dalam sampel kehidupan nyata, seperti swab tenggorokan.

Setelah pemanasan, strain virus di lingkungan yang bersih dinonaktifkan sepenuhnya. Namun, beberapa strain dalam sampel kotor bertahan hidup.

Proses pemanasan memang berhasil menurunkan kemampuan virus untuk menginfeksi. Tetapi strain yang mampu bertahan hidup, meski daya infeksi berkurang, ternyata masih mampu memulai putaran infeksi selanjutnya dengan bereplikasi.

Demi keselamatan teknisi laboratorium, protokol pemanasan dengan suhu 60 derajat Celcius selama satu jam telah diadaptasi di banyak laboratorium pengujian untuk menekan berbagai virus mematikan, termasuk Ebola.

Untuk virus corona baru, suhu ini mungkin cukup untuk sampel dengan viral load rendah, karena dapat membunuh sebagian besar strain. Tetapi mungkin berbahaya untuk sampel dengan jumlah virus yang sangat tinggi, menurut para peneliti.

Tim Prancis menemukan suhu yang lebih tinggi dapat membantu memecahkan masalah ini. Misalnya, memanaskan sampel hingga 92 derajat Celcius selama 15 menit dapat membuat virus benar-benar tidak aktif.

Namun, suhu tinggi seperti itu juga rawan memecah RNA virus dan mengurangi sensitivitas tes. Oleh karena itu, para peneliti menyarankan menggunakan bahan kimia alih-alih temperatur panas untuk membunuh virus, dan mencapai keseimbangan antara keselamatan pekerja laboratorium dan efisiensi deteksi.

"Hasil yang disajikan dalam penelitian ini harus membantu untuk memilih protokol yang paling cocok untuk inaktivasi, untuk mencegah paparan personel laboratorium yang bertanggung jawab atas deteksi langsung dan tidak langsung SARS-CoV-2 untuk tujuan diagnostik," tulis para penulis.

Seorang ahli mikrobiologi yang mempelajari virus corona di Akademi Ilmu Pengetahuan China di Beijing mengatakan, fasilitas uji China menyadari risiko terhadap pekerja laboratorium dan mengambil tindakan pencegahan ekstra.

Semua staf harus mengenakan setelan hazmat lengkap saat menangani sampel virus, bahkan setelah dinonaktifkan, di antara langkah-langkah lainnya. Eksperimen di Prancis memberikan informasi berharga tetapi situasi dalam kehidupan nyata bisa jauh lebih kompleks daripada simulasi laboratorium, menurut ilmuwan.

“Virus berperilaku sangat berbeda dengan perubahan lingkungan. Banyak proyek penelitian masih berlangsung untuk menyelesaikan teka-teki ini,” katanya.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

Science 306874173856860016

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item