Simpang-Siur Informasi Virus Corona Gara-gara Omongan Selebriti (Bagian 2)

Simpang-Siur Informasi Virus Corona Gara-gara Omongan Selebriti naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Simpang-Siur Informasi Virus Corona Gara-gara Omongan Selebriti - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Pemerintah bukannya membantah isu-isu miring yang muncul, tapi justru ikut memperuncing narasi tersebut. Ada dua menteri yang setidaknya muncul di kanal Youtube Deddy, yakni Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, dan Menteri Sosial Juliari Batubara. Mahfud mengaku belum sampai pada kesimpulan bahwa virus Corona buatan manusia atau tidak.

Mahfud hanya menegaskan bahwa yang lebih penting sekarang adalah virus Corona benar ada, dan bagaimana manusia harus mengatasinya. Mahfud justru terbawa pada narasi Deddy yang menyepelekan virus Corona.

“Misalnya saya ngomong. Ini virus enggak mematikan, kok. Karena yang mati di Indonesia itu orang-orang begini dengan komorbid. Sama dengan influenza biasa, flu, TBC, malaria, jumlahnya lebih banyak, kenapa kita jadi ketakutan? Kenapa kita enggak bisa balik kerja? Kita harus kerja, dong. Ditangkap nggak saya?" tanya Deddy dalam tayangan itu.

Mahfud lantas menjawab: “Nggak ada yang ditangkap karena ngomong begitu. Enggak ada. Yang mengatakan itu pertama itu Menteri Kesehatan malah, bukan mas Deddy.”

Padahal, Mahfud memiliki otoritas sebagai bagian dari pengambil kebijakan untuk meluruskan pertanyaan Deddy. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini semestinya bisa menjawab bagaimana Corona berbeda dengan influenza, TBC, atau bahkan malaria. Ketimbang melakukan itu, Mahfud memilih tidak melakukan konfrontasi.

Bukan hanya Indonesia

Influencer yang tidak kredibel alias tidak punya dasar analisa atau bukti yang kuat terkait virus Corona tidak hanya ada di Indonesia. Amerika Serikat, misalnya, negara dengan jumlah penderita virus Corona terbanyak dunia, tak kekurangan selebritas yang mengeluarkan klaim tanpa bukti nyata.

Tidak tanggung-tanggung, salah satunya adalah Elon Musk, pendiri SpaceX dan Tesla. Pertama, dia tidak mempercayai klaim sains dan penelitian bahwa virus Corona memang sangat berbahaya. Menurutnya, kepanikan akibat virus Corona lebih berbahaya dari virus itu sendiri.

Dia juga menuding karantina seperti lockdown yang dilakukan beberapa kepala daerah di Amerika melanggar demokrasi dan kebebasan masyarakat, mendeskripsikan lockdown sebagai tindakan fasis. Dia juga mempromosikan penggunaan klorokuin untuk penanganan virus Corona, kendati belum ada penelitian yang matang soal pengaruh obat tersebut.

Yang teranyar, Musk menantang akan membuka kembali pabriknya pada bulan Mei lalu di California. Kendati banyak yang mempertanyakan keputusan Musk, tetapi Presiden Amerika Donald Trump justru setuju. Satu lagi persamaan keduanya, mereka mempersulit pencegahan virus Corona.

Tidak hanya Musk yang menyebarkan pernyataan kontroversial. The Guardian mencatat beberapa influencer selama pandemi memang menjadi penyebar berita palsu. Influencer yang tercatat oleh The Guardian antara lain Woodrow Harrelson dan penyanyi rap M.I.A.

Harrelson yang terkenal karena film Now You See Me (2013) berkali-kali mengunggah gambar disertai keterangan yang menuding ada kaitan teknologi menara sinyal 5G dengan virus Corona.

Demikian juga M.I.A. Ketika ada pembakaran menara sinyal 5G di Inggris, M.I.A tidak mengkritik bahwa tindakan itu konyol, tapi dia hanya menyebut masyarakat seharusnya cukup mematikan sinyal 5G sampai pandemi selesai.

Jika ditelusuri lebih jauh, informasi keliru yang disebarkan influencer terkait klaim 5G dan Corona ini pula yang memicu pembakaran tersebut.

Inilah masalahnya jika selebritas diandalkan sebagai corong informasi. Penelitian dari Oxford’s Reuters Institute bidang jurnalisme menemukan bahwa politisi, selebritas, dan tokoh publik lainnya bertanggung jawab setidaknya atas 20 persen klaim keliru terkait virus Corona. Unggahan mereka melibatkan 69 persen interaksi di media sosial.

Media Australia, ABC, mewawancarai salah satu influencer, Amanda Micallef, yang selama pandemi mempromosikan protes anti-lockdown. Berdasar pengakuannya, influencer melakukan tindakan semacam itu karena alasan ekonomi.

“Lockdown membuat bisnis dan pemasukan saya benar-benar terpengaruh,” kata Micallef.

Kendati alasan seperti itu mengabaikan faktor kesehatan, tidak semua orang benar-benar mereken omongan influencer. Antropolog dari Universitas Melbourne memandang bahwa bagaimana pun “mereka mempunyai pengikut yang banyak", sehingga "ketika mereka terpengaruh pemikiran konspirasional, pengikut mereka juga akan terpengaruh.”

Berbeda dengan media, selebritas ataupun politisi tidak terikat dengan kode etik jurnalistik yang bertanggung jawab atas fakta. Tidak semua politisi dan selebritas pula menyaring informasi yang belum jelas kebenarannya.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 6128911411170586427

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item