Kisah Wanita yang Hidupnya Berantakan Gara-gara Dituduh Donald Trump

Kisah Wanita yang Hidupnya Berantakan Gara-gara Dituduh Donald Trump, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Lauren berusia 18 tahun ketika pergi ke sebuah acara kampanye di negara bagiannya di New Hampshire. Saat itu Oktober 2015, setahun menjelang pemilihan presiden, dan dia terpesona oleh politik.

Dia memiliki kesempatan bertemu banyak orang yang menjadi kandidat, mulai dari kandidat Partai Demokrat seperti Hillary Clinton dan Bernie Sanders juga dari Partai Republik, Marco Rubio.

Dia bahkan menjadi sukarelawan sementara di tim kampanye Jeb Bush - salah satu saingan politik Donald Trump dari Partai Republik - dengan tujuan belajar proses politik.

Di acara itu, Lauren - yang sekarang menganggap dirinya cenderung berpandangan kiri - menantikan kesempatan untuk bertanya kepada Trump terkait pendapatnya tentang perempuan.

"Mungkin saya salah, tapi saya pikir Anda bukan sahabat para perempuan," katanya pada Trump di depan peserta kampanye yang riuh.

"Saya sangat menghormati perempuan," jawab Trump, kandidat saat itu. "Beberapa perempuan bekerja untuk saya ... di begitu banyak pekerjaan yang berbeda.

"Saya memiliki seorang putri bernama Ivanka dan seorang istri bernama Melania, yang terus-menerus meminta saya berbicara tentang masalah kesehatan perempuan, karena mereka tahu bagaimana perasaan saya tentang hal itu. Dan mereka tahu bagaimana perasaan saya tentang perempuan.

"Saya menghormati perempuan. Saya mencintai perempuan. Saya menghargai perempuan."

Lauren mengambil mokrofon lagi dan menambahkan, "Saya ingin bayaran saya sama dengan bayaran pria, dan saya pikir Anda mengerti itu. Jadi, jika Anda menjadi presiden, apakah seorang perempuan akan memiliki penghasilan yang sama dengan laki-laki, dan apa saya bisa memilih apa yang akan saya lakukan dengan tubuh saya?"

Trump menjawab, "Anda akan memperoleh penghasilan yang sama jika Anda melakukan pekerjaan dengan sama baiknya," kata Trump. "Dan saya kebetulan pro-kehidupan."

Setelah menanyakan itu, Lauren merasa telah mencapai tujuannya - dan dia tidak memikirkannya lagi.

"Saya telah mengajukan pertanyaan kepada para kandidat lain di masa lalu dan saya tidak berpikir ini adalah sesuatu yang tidak normal," katanya.

Namun, kejadian tanya jawab itu mendapatkan banyak perhatian di media massa.

Hari berikutnya, Trump menulis tweet tentangnya.

Dalam akun Twitter-nya, Trump menuduh Lauren sebagai bagian dari tim rivalnya yang sengaja menyusup ke kampanyenya.

Lauren - yang muncul dalam dokumenter BBC Three baru, Trump in Tweets, tentang bagaimana presiden AS menggunakan Twitter - mengatakan saat melihat tweet tentang dirinya yang ditulis Trump, ia merasa seperti "rohnya keluar dari tubuh".

"Saya tidak pernah menyangka bahwa itu akan menjadi masalah," katanya. "Saya datang ke sana untuk mengajukan pertanyaan dan, dengan naifnya, saya tidak pernah menyangka akan berujung seperti itu. Saat tweet itu ada, semuanya seakan-akan 'menumpuk'."

Ketakutan yang tak pernah berakhir

Baik Lauren dan tim kampanye Bush membantah bahwa Lauren hadir di kampanye itu sebagai penyusup. Tetapi dengan sangat cepat dia dibombardir dengan ratusan pesan yang mengancam, juga kekerasan dan pelecehan seksual di media sosial. Beberapa mengancam akan memperkosa atau membunuhnya.

"Saya ingat seorang perempuan mengirim pesan pada saya di Facebook dan mengatakan, 'Saya tahu di mana kamu tinggal. Saya akan menghancurkan kepalamu dan saya akan buang air kecil di sekujur tubuhmu yang sudah mati.'"

Orang lain meninggalkan pesan suara yang agresif secara seksual pada nomor telepon rumahnya, yang telah menyebar di internet, dan seseorang bahkan mengirim kotak berisi kotoran ke rumahnya.

Lauren, yang juga korban pelecehan seksual, mengatakan itu semua berdampak besar pada kesehatan mentalnya.

"Saya benar-benar selalu takut, 'apa ada seseorang di belakang saya?' Rasanya tidak ada akhir. [Ketakutan itu] tidak ada tanggal kedaluwarsa. Ketika saya pikir ini sudah berakhir, saya akan membuka pesan saya, dan akan ada 100 pesan baru lagi. Mengerikan."

Lauren hampir putus kuliah karena stres yang dialaminya. Keadaan menjadi sangat buruk sehingga Lauren mempertimbangkan untuk keluar dari universitas.

"Tiba-tiba beralih dari warga negara biasa menjadi tokoh publik rasanya benar-benar menakutkan," katanya dalam film dokumenter itu.

Bertahun-tahun kemudian, Lauren masih mendapati dirinya was-was. "Trauma tidak bisa diukur dengan stopwatch," katanya.

Tapi dia bersemangat saat berbicara tentang intimidasi daring, dan dampaknya pada kesehatan mental seseorang. Lauren mengatakan bahwa membaca tentang kisah Monica Lewinsky, khususnya, dan kampanye anti-perundungan daring adalah sumber kekuatannya.

"Dia menjadi hampir seperti sistem pendukung saya. Karena saya pikir, ketika Anda melewati masa-masa gelap, satu-satunya cara untuk melewatinya adalah mendengar seseorang mengatakan, 'Oh, saya juga.'"

Monica Lewinsky, mantan pekerja magang Gedung Putih yang memiliki hubungan dengan Presiden Bill Clinton, secara teratur berbicara tentang perundungan daring.

"Saya pikir perusahaan media sosial tidak cukup bertindak," kata Lauren. "Saya pikir orang yang berkuasa tidak cukup bertindak."

Lauren mengatakan, dia tidak merasakan amarah berkepanjangan terhadap Presiden Trump atau orang-orang yang melecehkannya - tetapi dia berharap mereka dapat berubah menjadi lebih baik.

"Kamu tidak bisa sembuh ketika kamu marah. Saya pikir untuk benar-benar maju, saya harus memaafkan semua orang ini. Saya pikir Donald Trump dapat berubah dan itu benar-benar harapan saya."

Related

News 842935223320713237

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item