Pandemi Corona Belum Reda, di China Muncul Virus Baru Bernama SFTS
https://www.naviri.org/2020/07/pandemi-corona-belum-reda-di-china.html
Naviri Magazine - Di tengah pandemi virus corona, otoritas kesehatan di China mengumumkan kemunculan penyakit baru yang menyebabkan demam parah bernama Severe Fever with Thrombocytopenia Syndrome (SFTS).
Sejauh ini, penyakit SFTS yang menular lewat gigitan kutu sudah menyebabkan lima orang meninggal dunia dan 23 orang lainnya di rawat di rumah sakit sejak April 2020 lalu. Menurut pejabat kesehatan China, pasien meninggal dan yang dirawat di rumah sakit wilayah Jinzhai, semuanya berasal dari Provinsi Anhui.
Juru bicara pemerintah China, komisi kesehatan kota Lu'an, Provinsi Anhui, membenarkan laporan penyakit SFTS ini.
Laporan dari otoritas kesehatan tersebut menepis desas-desus bahwa kematian itu disebabkan oleh demam berdarah. Sebelumnya, rumor yang beredar di internet mengatakan kasus kematian di Jinzhai diakibatkan oleh demam berdarah yang juga disebarkan oleh serangga.
"SFTS yang disebabkan oleh gigitan kutu adalah penyakit epidemi baru yang berasal dari alam yang telah muncul di beberapa wilayah China dalam beberapa tahun terakhir. Penyakit ini menginduksi gejala seperti demam berat, trombositopenia, mual, dan muntah, mirip dengan gejala demam berdarah," kata laporan itu dikutip India Today.
Seorang staf pengontrol penyakit dari komisi kesehatan Lu'an mengatakan, Lu'an adalah daerah pegunungan dengan para penduduk desa yang bekerja di ladang sering digigit oleh kutu dan lintah. Orang yang rentan terhadap gigitan serangga lebih mungkin terserang penyakit yang ditularkan serangga.
Penyakit ini disebabkan oleh novel bunyavirus yang baru, yang disebarkan oleh kutu. Pasien yang terinfeksi novel bunyavirus dapat menyebarkan virus ke orang lain. Selain itu, darah mayat pasien dan lendir darahnya juga dapat menular penyakit.
Pihak berwenang mengingatkan masyarakat setempat bahwa gigitan kutu juga menyebarkan penyakit radang otak dan demam berdarah. Penyakit SFTS bukan pertama kalinya muncul di China.
Laporan Global Times mengatakan, ada makalah penelitian yang menunjukkan bahwa China telah melihat kasus serupa pada 2011 lalu. Sebuah studi yang diterbitkan di Nature edisi 2019 lalu mengatakan, antara 2011 dan 2016, ada total 5.360 kasus SFTS yang dikonfirmasi laboratorium di China.
"Sebagian besar kasus SFTS terjadi pada individu yang berusia antara 40 tahun dan 80 tahun (91,57 persen). Jumlah negara yang terkena dampak dari 2011 hingga 2016 meningkat tajam dari 98 menjadi 167," kata penelitian tersebut.
Sementara Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) Amerika Serikat dalam laporannya menjelaskan, SFTS telah diidentifikasi di China, Korea Selatan, dan Jepang sejak 2009. CDC menemukan bukti retrospektif infeksi virus SFTS (SFTSV) di Vietnam.