Harga Rokok Dinilai Masih Murah, Pemerintah Diminta Naikkan Cukai Tembakau

Harga Rokok Dinilai Masih Murah, Pemerintah Diminta Naikkan Cukai Tembakau

Naviri Magazine - Pemerintah berencana untuk menaikkan cukai hasil tembakau atau rokok pada tahun depan. Pengumuman kenaikan tarif cukai tersebut rencananya akan diumumkan pada awal bulan depan. 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, pihaknya akan terus membuat harga rokok semakin mahal tiap tahunnya. Selain untuk mengurangi konsumsi, hal ini juga bertujuan untuk menurunkan prevalensi merokok pada anak. 

“Tiap tahun kita buat harga rokok mahal. Di satu sisi 2020 masa krisis, ini pertimbangan kita untuk 2021 ketika mau introduce cukai, berapa besar introduce-nya, seberapa jauh naikkan harga. Dalam konteks makin mahal dan makin sedikit anak-anak merokok,” ujar Febrio dalam webinar BKF Kemenkeu. 

Hal tersebut pun mendapat respons dari Yayasan Arek Lintang (ALIT) yang bergerak di bidang perlindungan anak. Pemerintah dinilai masih menerapkan kebijakan yang bersinggungan untuk menurunkan konsumsi rokok. 

Direktur Eksekutif Yayasan ALIT Indonesia, Yuliati Umrah, menyoroti aturan diskon rokok yang masih diterapkan hingga saat ini. Dia berharap agar pemerintah mencabut segala aturan yang masih memungkinkan rokok dijual lebih murah lagi.

Ketentuan diskon rokok terdapat dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau. 

Beleid itu sebagai aturan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Dalam aturan tersebut, harga transaksi pasar boleh dipatok 85 persen dari harga banderol. Bahkan, produsen dapat menjual di bawah 85 persen dari banderol, asalkan dilakukan tidak lebih dari 40 kota yang disurvei Kantor Bea Cukai. Dengan demikian, konsumen mendapatkan diskon sampai 15 persen dari harga yang dibanderol.

Yuliati pun mengusulkan kepada pemerintah untuk mencabut ketentuan tersebut demi melindungi anak-anak dari ancaman rokok. 

“Saya setuju kalau ketentuan tersebut dihapus saja. Harga rokok sudah terlalu murah kalau diperbolehkan dijual di bawah 85 persen. Anak pasti bisa beli dengan uang sakunya,” jelas Yuliati. 

Dia melanjutkan, aturan pemerintah mengenai diskon rokok itu berkaitan dengan jangkauan anak-anak. Sehingga menurutnya, harga rokok menjadi lebih murah dan bisa dijangkau anak-anak. 

“Masih akan mungkin ditemukan harga rokok di bawah 85 persen dari batasan yang seharusnya, sehingga harganya menjadi lebih murah dari yang tertera pada pita cukainya. Hal inilah yang membuat anak-anak makin mudah untuk menjangkau rokok,” katanya. 

Dalam survei yang dilakukan ALIT Indonesia tentang perokok anak pada 506 responden dari lima wilayah klaster yang disurvei di Jawa Timur, menunjukkan 87 persen dari anak mengaku sebagai perokok aktif. Sebagian besar dari mereka sudah mulai merokok di usia 13-14 tahun. 

“Sebanyak 79 persen perokok anak membeli sendiri rokoknya, dan ternyata sebanyak 72 persen penjual rokok membiarkan anak-anak membeli rokok,” kata Lisa Febriyanti, Tim Baseline Survei Yayasan ALIT Indonesia. 

Dalam survei juga ditemukan bahwa rata-rata perokok anak mengggunakan sebagian uang sakunya untuk membeli rokok. 

“Temuan kami, ada anak-anak yang mendapatkan rokok lebih murah dibandingkan harga yang dibanderol,” tambahnya. 

Sebelumnya, Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) BKF Kemenkeu, Oka Kusumawardani mengatakan bahwa tak ada aturan mengenai diskon rokok dalam peraturan pemerintah. Adapun Perdirjen 37/2017 itu tidak dimaksudkan agar rokok itu harganya jadi lebih murah. 

Menurut dia, otoritas fiskal memberikan aturan harga jual akhir rokok ke konsumen boleh 85 persen dari harga jual eceran (HJE) demi memberi ruang gerak pada produsen. 

“Jadi setelah produksi itu ada jalur distribusi, ke wholesaler-nya, ke ritel, sampai akhirnya baru ke konsumen akhir. Aktivitas mata rantai ini kan memerlukan biaya di masing-masing tahapannya, untuk melakukan distribusi dengan baik, perlu ada ruang gerak di dalamnya. Makanya pemerintah atur boleh 85 persen dari harga jual ecerannya,” kata Oka saat video conference.

Related

News 6225219643619187407

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item