Kisah Perjalanan Para Leluhur Manusia Menguasai Dunia (Bagian 1)


Naviri Magazine - Alam raya hanya mengenal satu urusan: berubah. Ia bekerja tanpa mengikuti rancangan atau perintah apa pun. 

Dalam rentang 13,5 hingga 3,8 miliar tahun lalu, ia semau-maunya menciptakan waktu dan ruang, energi, serta materi dengan Ledakan Besar; menggabungkan materi dan energi jadi atom-atom, dan menggabungkan atom-atom jadi molekul; dan dari molekul-molekul tertentu, ia merakit entitas rumit bernama organisme alias makhluk hidup. 

“Dan baru-baru ini, hanya sekitar enam juta tahun lalu, seekor makhluk hidup berjenis kera besar melahirkan dua anak. Yang satu menjadi leluhur para simpanse dan yang lainnya adalah buyut kita sendiri,” tulis sejarawan Yuval Noah Harari dalam buku Sapiens: A Brief History of Humankind (2014). 

Bahwa Homo sapiens, spesies kita, kini menguasai planet Bumi tentu terang belaka. Bahwa kita berbeda dari hewan-hewan lain, jelas. Tetapi kita tak mencapai kedudukan itu secara tiba-tiba. Pelan, sedikit demi sedikit, kita berubah bersama alam raya dan seluruh isinya. 

Perubahan yang memerlukan waktu ratusan hingga ribuan kali lipat usia manusia itu membuat kita melupakan dua hal penting—dan baru dapat mengingatnya kembali dengan bantuan sains modern. Pertama, Homo sapiens adalah bagian dari trah kera besar: simpanse, bonobo, gorila, dan orangutan adalah kerabat jauh kita.

Kedua, dan yang lebih penting: Makna kata human alias manusia yang sebenarnya adalah “hewan anggota genus Homo” dan genus itu mencakup pula spesies-spesies selain Homo sapiens.

Manusia imigran

Manusia terlahir untuk pertama kali sekitar 2,5 juta tahun silam di Afrika Timur, dari genus Australopithecus (Kera Selatan). Setengah juta tahun kemudian, sebagian manusia antik itu meninggalkan tanah kelahiran mereka, mengembara dan menetap di kawasan Afrika Utara, Eropa, dan Asia. Merekalah rombongan imigran pertama di planet ini.

Tuntutan hidup di satu wilayah tentu berbeda dari wilayah-wilayah lain, maka manusia-manusia itu berubah ke arah yang berbeda, mengalami mutasi genetik yang berlain-lainan.

Manusia-manusia pertama yang mendiami Eropa dan Asia barat berevolusi menjadi Homo neanderthalensis (mudahnya, Neanderthal) alias “Manusia dari Lembah Neander.” Di Asia Timur, mereka menjadi Homo erectus atau “Manusia Tegak.” Di Pulau Jawa, Homo soloensis alias “Manusia dari Lembah Solo.” Di Pulau Flores, Homo floresiensis. Dan pada 2010, penggalian arkeologis di gua Denisova, Siberia, berbuah penemuan fosil tulang anggota spesies manusia yang belum dikenal—Homo Denisova.

“Ketika mereka berevolusi di tempat-tempat tinggal baru, evolusi di Afrika Timur tak berhenti. Spesies-spesies baru tetap bermunculan di sana,” tulis Harari. “Mulai dari Homo rudolfensis atau 'Manusia dari Danau Rudolf,' Homo ergaster atau 'Manusia Pekerja,' hingga spesies kita, yang secara congkak kita namai Homo sapiens alias 'Manusia Bijaksana.'”

“Yang ganjil bukanlah keberagaman spesies manusia pada masa itu, melainkan eksklusifitas Sapiens kini,” tulis Harari. Bagaimana Sapiens akhirnya menjadi satu-satunya kelompok manusia di Bumi?

Ada dua teori tentang hal tersebut. Yang pertama adalah teori kawin silang atau interbreeding theory. Menurut teori ini, sapiens kawin-mawin dengan manusia spesies lain seiring persebaran mereka ke seluruh dunia sejak sekitar 70 ribu tahun lalu—dengan manusia Neanderthal di Eurasia, dengan Erectus di Asia Timur, dan seterusnya—sampai populasi mereka menyatu. Itu berarti, hari ini tidak ada Sapiens murni.

Lainnya ialah teori penggusuran atau replacement theory. Kisah yang dianggit teori ini adalah kisah ketidakcocokan, perang, dan bahkan genosida. Para pendukung teori ini tidak menolak kemungkinan kawin silang antar spesies, namun menurut mereka, jurang genetik yang kelewat besar di antara spesies-spesies itu menjadikan keturunan mereka steril—sebagaimana hasil kawin silang kuda dan keledai, misalnya.

Menurut teori penggusuran, manusia-manusia selain Sapiens punah bersama gen masing-masing dan, dengan kata lain, manusia modern adalah keturunan murni Homo sapiens.

“Pertarungan dua teori ini menentukan banyak hal,” tulis Harari. “Dari perspektif evolusioner, 70 ribu tahun adalah waktu yang relatif singkat. Seandainya teori penggusuran benar, semua manusia yang hidup hari ini mengangkut gen-gen yang sama sehingga perbedaan rasial jadi tidak relevan. Namun, jika yang benar adalah teori kawin silang, boleh jadi ada perbedaan genetik antara orang-orang Afrika, Asia, dan Eropa.

“Dan itu adalah dinamit politis yang ampuh buat menciptakan bom teori-teori rasis,” tulis Harari.

Baca lanjutannya: Kisah Perjalanan Para Leluhur Manusia Menguasai Dunia (Bagian 2)

Related

Science 654807965628215904

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item