Bersama Huawei, LG Mungkin Akan Mundur dari Bisnis Ponsel


Naviri Magazine - “LG Electronics mungkin akan pergi meninggalkan bisnis ponsel,” tulis Song Su-hyun dalam laporannya untuk The Korea Herald. Kemungkinan LG keluar dari bisnis ponsel ada karena perusahaan yang terus menjadi bayang-bayang Samsung di Korea Selatan itu terus-terusan merugi di bisnis ponsel. 

Dalam lima tahun terakhir, LG kehilangan uang senilai 5 triliun won dalam usahanya mengalahkan Samsung, Apple, dan berbagai perusahaan asal Cina, di bidang ponsel.

LG, masih belum mengambil keputusan pasti, apakah benar-benar mundur dari dunia ponsel, mengecilkan lini bisnis ponsel, atau hanya sebatas melisensikan “LG” ke perusahaan lain. 

Kwon Bong-seok, Chief Executive Officer LG, menyebut bahwa “kompetisi pasar global untuk ponsel kian meruncing, dan kini sudah saatnya bagi LG untuk membuat keputusan dingin, keputusan terbaik. Segala kemungkinan sangat mungkin terjadi.”

Munculnya kabar bahwa LG berpikir untuk hengkang, berbanding terbalik dengan pernyataan Kwon pada Desember silam. Kala itu, ia menyakinkan bahwa “profitabilitas lini bisnis ponsel mengalami perbaikan, yang terjadi karena kami (berhasil) memangkas biaya produksi, dan karenanya kami berniat meluncurkan ponsel premium tahun depan”. 

Bahkan, dalam gelaran Consumer Electronic Show (CES) 2021, LG sempat memamerkan ponsel layar gulung. Mundur sedikit ke belakang, mereka bahkan sempat memamerkan ponsel LG Wing, ponsel dua layar yang salah satu layarnya dapat diputar secara horizontal (dan satunya tetap vertikal).

Belum reda kabar soal LG, dalam laporan Julie Zhu untuk Reuters, Huawei dikabarkan tengah berada di tahap akhir penjualan lini bisnis ponsel premium, yakni merek P dan Mate, kepada konsorsium investasi Shanghai yang disokong pemerintah. 

Pembicaraan penjualan lini bisnis ponsel premium Huawei, yang bernilai sekitar USD 39,7 miliar (merujuk Laporan Keuangan Huawei pada kuartal 3-2020) telah dimulai sejak september lalu, dan akan berakhir tak begitu lama lagi.

Tindakan penjualan lini bisnis ponsel premium tersebut diduga terkait kemungkinan tidak adanya angin segar pergantian kekuasaan dari Presiden Donald Trump ke Presiden Joe Biden. Di tangan Biden, Huawei kemungkinan akan tetap digembosi, dan karena Amerika Serikat menjadi pasar utama untuk ponsel premium, Huawei tidak memiliki banyak pilihan.

Tentu, keluarnya sebuah perusahaan dari suatu bisnis bukan hal aneh. Kecuali untuk kasus Huawei, berbagai perusahaan yang memilih hengkang dari dunia ponsel terkait erat dengan buruknya angka penjualan. Namun, keluar dari bisnis ponsel tidak dapat diartikan secara mutlak sebagai “tidak lagi berbisnis terkait ponsel”. 

Ericsson, misalnya, masih memiliki bisnis terkait ponsel. Tepatnya, Ericsson berbisnis infrastuktur telekomunikasi, menciptakan jaringan untuk 2G/3G/LTE bahkan 5G. Dalam laporan Statista, Ericsson memiliki 27 persen pangsa pasar di ranah infrastruktur telekomunikasi pada 2018 silam, hanya kalah dari Huawei sebagai pemilik 31 pangsa pasar yang menautkannya sebagai penguasa. 

Dengan dicekiknya Huawei oleh AS, bukan mustahil Ericsson menjadi nomor satu untuk lini bisnis infrastruktur. Meski tak sebesar Ericsson, Nokia pun ikutan di bisnis infrastruktur telekomunikasi.

Siemens pun demikian. Meskipun sudah tidak memproduksi ponsel, Siemens menjadi penguasai ranah telekomunikasi lain. Melansir Statista, per 2017 silam, Siemens menguasai pasar sistem telekomunikasi bagi persinyalan kereta api, mengalahkan perusahaan apapun di bidang yang sama. Di bidang tersebut, mereka sukses menggondol untung senilai 1,2 miliar euro. 

Lalu, meskipun ponsel-ponsel BlackBerry kini lebih tepat disimpan di museum, pendapatan dari dunia telekomunikasi tak pernah surut masuk ke rekening BlackBerry. Usai melisensikan merek BlackBerry ke TCL, mereka memilih fokus ke bisnis software telekomunikasi, tepatnya menghadirkan sistem telekomunikasi yang super aman bagi kalangan bisnis alias Enterprise Software.

Dalam Laporan Keuangan Tahunan BlackBerry, lini Enterprise Software menyumbang sekitar 44 persen dari USD 916 juta total pendapatan pada 2020. Tak ketinggalan, sebagai salah satu pelopor pencipta smartphone, BlackBerry juga berbisnis lisensi ponsel yang berbuah sekitar 32 persen total pendapatan.

Jika LG benar-benar memutuskan keluar dari bisnis ponsel, kisahnya pun serupa. Meskipun kalah oleh Samsung, Oppo, Vivo, Xiaomi, dan Huawei di ranah ponsel, LG merupakan salah satu perusahaan raksasa di bidang panel LCD dan OLED. 

LG bahkan merupakan salah satu pemasok utama panel OLED bagi iPhone. Ketika Apple meluncurkan iPhone 12 akhir tahun lalu, LG memasok 20 persen kebutuhan panel OLED ponsel tersebut. Total, bisnis jualan panel mendulang pendapatan hingga USD 2,46 miliar bagi LG di tahun 2020, meningkat dari USD 975 juta setahun sebelumnya

Mungkin LG tidak memproduksi ponselnya sendiri. Namun, modul-modul ciptaannya hidup dalam tubuh ponsel-ponsel lain.

Related

Smartphone 4198876719956354792

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item