Kronologi Pertempuran Palembang dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia
https://www.naviri.org/2021/02/kronologi-pertempuran-palembang-dalam.html
Naviri Magazine - Penjajahan Belanda di Indonesia memicu berbagai perlawanan, pertempuran, dan berbagai peperangan yang pecah di banyak daerah. Ada perang di Batavia (sekarang Jakarta), yang terkenal dengan sebutan Perang Betawi, ada pertempuran di Surabaya, ada pula pertempuran yang terjadi di luar Jawa, di antaranya Palembang.
Pertempuran Palembang adalah salah satu perang antara pasukan Indonesia dan pasukan Belanda, dan berikut ini kronologinya.
1 Januari 1947
Dari RS. Charitas terjadi rentetan tembakan, disusul oleh ledakan-ledakan dahsyat ke arah kedudukan pasukan Indonesia, yang bahu membahu dengan tokoh masyarakat. Mereka bergerak dari pos di Kebon Duku (sekarang 24 Ilir), mulai dari Jalan Jenderal Sudirman terus melaju ke arah Borsumij, Bomyetty Sekanak, BPM, Talang Semut.
2 Januari 1947
Diperkuat dengan panser dan tank, Belanda bermaksud menyerbu dan menduduki markas tentara Indonesia di Masjid Agung Palembang.
Pasukan batalyon Geni dibantu oleh tokoh masyarakat bahu membahu memperkuat barisan, mengobarkan semangat yang akhirnya berhasil mempertahankan Masjid Agung dari serangan sporadis Belanda.
Pasukan bantuan Belanda dari Talang Betutu gagal menuju Masjid Agung, karena disergap oleh pasukan Lettu Wahid Luddien, sedangkan pada hari kedua Lettu Soerodjo tewas ketika menyerbu Javache Bank.
Di seberang Ulu, Lettu Raden M menyerbu kedudukan strategis Belanda di Bagus Kuning, dan berhasil mendudukinya untuk sementara. Bertepatan dengan masuknya pasukan bantuan Indonesia dari Resimen XVII Prabumulih.
3 Januari 1947
Pertempuran yang semakin sengit kembali memakan korban perwira penting, Lettu Akhmad Rivai, yang tewas terkena meriam kapal perang Belanda di sungai Seruju.
Keberhasilan gemilang diraih oleh Batalyon Geni pimpinan Letda Ali Usman, yang sukses menhancurkan tiga regu kaveleri Gajah Merah Belanda. Meskipun Letda Ali Usman terluka parah pada lengan.
Pasukan lini dua Indonesia yang bergerak di lokasi keramat Candi Walang (24 Ilir) menjaga posisi untuk menghindari Belanda memborbardir posisi mereka. Sedangkan pasukan Ki.III/34 di 4 Ulu berhasil menenggelamkan satu kapal Belanda yang sarat mesiu. Akibatnya, pesawat-pesawat mustang Belanda mengamuk dan menghantam posisi pasukan ini selama 2 jam tanpa henti.
Pada saat itu, pasukan bantuan Indonesia dari Lampung, Lahat, dan Baturaja, tiba di Kertapati, namun kesulitan memasuki zona sentral pertempuran di areal Masjid Agung dan sekitar, akibat dikuasainya Sungai Musi oleh pasukan Angkatan Laut Belanda.
4 Januari 1947
Belanda mengalami masalah amunisi dan logistik akibat pengepungan hebat dari segala penjuru oleh tentara dan rakyat, sedangkan tentara Indonesia mendapat bantuan dari tokoh masyarakat dan pemuka adat, yang mengerahkan pengikutnya untuk membuka dapur umum dan lokasi persembunyian serta perawatan umum.
Pasukan Mayor Nawawi yang mendarat di Keramasan terus melaju ke pusat kota melalui jalan Demang Lebar Daun. Bantuan dari pasukan ke Masjid Agung terhadang di Simpang Empat BPM, Sekanak, dan Kantor Keresidenan oleh pasukan Belanda, sehingga bantuan belum bisa langsung menuju ke wilayah Charitas dan sekitar.
5 Januari 1947
Pada hari kelima, panser Belanda serentak bergerak maju ke arah Pasar Cinde, namun belum berani maju karena perlawanan sengit dari pasukan Mobrig Indonesia, pimpinan Inspektur Wagiman dibantu oleh Batalyon Geni.
Sedangkan pasukan Belanda di jalan Merdeka mulai Sekanak tetap tertahan, tidak mampu mendekati Masjid Agung. Akibat kesulitan tentara Belanda di bidang logistik dan kesulitan yang lebih besar pada pihak Indonesia pada bidang amunisi, akhirnya dibuat kesepakatan untuk mengadakan Cease Fire.
Pasukan dari Kebun Duku diperintahkan untuk menyerang Jalan Jawa lama, dan telah menyusun barisan, berangkat ke kenten. Tiba-tiba, dalam perjalanan, kapal Belanda menembaki rumah dan sekolah yang dihuni oleh Batalyon Geni dan Laskar Nepindo, sehingga pihak Indonesia mengalami banyak kerugian dan korban jiwa.
Dalam Cease Fire, TKR dan laskar serta badan-badan perlawanan rakyat diperintahkan mundur sejauh 20 KM dari kota Palembang, atas perintah Komandan Divisi II, Kolonel Bambang Utoyo. Sedangkan di kota Palembang hanya diperbolehkan pasukan ALRI dan unsur sipil dari RI yang tinggal.