Lelaki Mulia adalah Lelaki yang Bersikap Baik Pada Ibu dan Istrinya


Naviri Magazine - Di dalam Al-Qur’an, surah Luqman, ayat 14, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik pada kedua orang tua (ibu-bapak); ibunya telah mengandungnya dalam keadaan susah dan lemah yang beratambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada bapak ibumu. Hanya kepada-Ku kembalimu.”

Ayat di atas terutama ditujukan kepada anak-anak, baik mereka masih anak-anak maupun telah dewasa, agar berbakti kepada kedua orang tuanya, khususnya ibu, sebab seorang ibu sedemikian berat tugasnya dalam hidup. 

Uraian tentang kandungan ayat di atas sudah banyak disampaikan oleh para kiai atau ustadz, baik dalam pengajian-pengajian maupun khutbah-khutbah Jum’ah. Tetapi uraian ini ingin mengajak kepada para suami atau bapak-bapak untuk memahami lebih dalam. 

Ayat di atas memang secara langsung ditujukan kepada anak, namun secara tidak langsung Allah SWT sebenarnya juga mengingatkan kepada para suami, bahwa tugas seorang istri dalam rumah tangga sangat berat. 

Ayat yang berbunyi, “ibunya telah mengandungnya dalam keadaan susah payah”, sebenarnya tidak hanya mengingatkan pada kita semua bahwa ibu-ibu dahulu sewaktu mengandung kita selama kira-kira 9 bulan memikul beban yang sangat berat, tetapi juga mengingatkan bahwa ketika istri kita mengandung anak-anak yang akan menjadi darah daging dan penerus kita, istri memikul beban yang sama beratnya dengan ibu-ibu kita.
 
Tentu masih kuat dalam ingatan kita betapa berat kondisi istri sewaktu ia mengandung anak kita. Berbagai risiko harus ditanggungnya, seperti keguguran, janin meninggal dalam kandungan, hamil di luar rahim, dan sebagainya. Semua risiko itu berdampak langsung terhadap keselamatan, baik fisik maupun jiwanya. 

Kita, sebagai laki-laki yang oleh Allah diberi kekuatan fisik yang lebih besar, tidak bisa berbuat banyak untuk meringankan beban istri yang sedang mengadung. Ini karena tugas mengandung memang sepenuhnya menjadi kodrat perempuan yang tak mungkin bisa digantikan laki-laki. 

Setelah kira-kira 9 bulan mengandung, tugas istri selanjutnya adalah melahirkan. Tugas ini berisiko tinggi, karena secara langsung berkaitan dengan keselamatan jiwa. Tentu telah sering kita dengar beberapa perempuan meninggal saat melahirkan. 

Dalam proses melahirkan, seorang suami juga tidak bisa berbuat banyak untuk meringankan beban istrinya. Beberapa suami yang lain tak sanggup dan tak tega menyaksikan istri berjuang melahirkan, karena penderitaan yang dialaminya sangat berat, dengan nyawa sebagai taruhannya. 

Setelah melahirkan, tugas istri berikutnya adalah menyusui. Al-Quran memberitakan, masa menyusui adalah dua tahun sebagaimana bunyi ayat “dan menyapihnya dalam dua tahun.” 

Dalam masa menyusui, seorang istri harus berhati-hati dan selalu menjaga dirinya sebaik mungkin, karena apa yang terjadi pada dirinya bisa berdampak langsung pada si bayi. 

Istri harus sanggup berjaga menahan kantuk, baik siang maupun malam. Ketika si bayi haus dan lapar dan membutuhkan ASI, seorang ibu harus selalu siap memberikannya. Dalam tugas ini, suami juga tidak bisa berbuat banyak untuk meringankan beban istri.

Mengingat beratnya tugas perempuan terkait mengandung, melahirkan, dan menyusui, maka Allah SWT memberikan keringanan kepada perempuan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan, dengan kompensasi tertentu sebagaimana diatur dalam fiqih. 

Keringanan ini merupakan bentuk pengakuan dan penghargaan Allah SWT kepada para perempuan atau ibu-ibu, bahwa tugas mereka memang sangat berat. Pengakuan dan penghargaan seperti ini tidak diberikan kepada laki-laki, karena faktanya tugas alamiah laki-laki tidak seberat perempuan.

Nabi Muhammad SAW juga memberikan penghargaan yang besar kepada perempuan. Lewat beberapa hadist, Rasulullah SAW menujukkan kedudukan perempuan yang tinggi di mata Islam. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Surga itu di bawah telapak kaki ibu.”

Kita semua tahu bahwa telapak kaki adalah bagian paling bawah atau rendah dari organ manusia. Sedangkan surga berada di bawah telapak kaki ibu. Namun, maksud hadits ini adalah tidak mungkin seorang anak bisa masuk surga, tanpa ketundukan kepada seorang ibu. 

Maka pertanyaannya adalah, bagaimana bisa seorang anak tunduk kepada ibunya jika ia tidak diajari, tidak dididik, dan tidak dilatih?

Untuk itu, seorang suami juga berkewajiban mendidik anak-anaknya agar mereka tunduk dan menghormati ibunya, tanpa harus merasa disaingi atau dikalahkan oleh mereka, sebab Nabi Muhammad SAW telah menegaskan bahwa seorang anak harus bersikap baik dan hormat kepada ibunya tiga kali lebih besar daripada kepada ayahnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah: 

“Suatu hari datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW. Orang itu bertanya kepada Rasulullah, siapakah di antara manusia yang paling berhak kami sikapi dengan baik. Nabi menjawab, ibumu. Orang itu bertanya lagi, siapa lagi setelah itu. Nabi menjawab, ibumu. Orang itu bertanya lagi, siapa lagi setelah itu. Nabi menjawab, ibumu. Orang itu bertanya lagi. Nabi kemudian menjawab, kemudian ayahmu.” 

Memperhatikan hadits di atas, maka menjadi penting bagi seorang suami untuk menciptakan suasana kondusif di dalam keluarga, agar seluruh anggota keluarga menaruh hormat kepada istrinya, atau ibu bagi anak-anaknya. Kondisi ini bisa mudah dicapai jika seorang suami senantiasa menujukkan sikap penghargaannya kepada istri, dalam rangka memberikan contoh bagi anak-anaknya. 

Rasulullah SAW bersabda: ”Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik sikapnya terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargku.” (HR. Tirmidzi). 

Berbicara tentang keluarga, dari sudut pandang suami, istri adalah orang pertama yang kemudian diikuti anak-anak, sehingga hadits tersebut juga bermakna sebaik-baik suami adalah yang terbaik sikapnya kepada istri. Dari situ pula anak-anak mengikuti sikap baik ayahnya, untuk bersikap baik kepada ibunya. 

Selian itu, di dalam Al Quran juga ditegaskan dalam Surah Annisa’, ayat 19: “Pergaulilah istrimu dengan baik.” 

Dengan adanya ketegasan Al-Qur'an dan hadits seperti itu, para suami atau bapak-bapak perlu senantiasa menghargai istri dengan bersikap baik kepadanya. 

Jangan sampai istri yang telah berjasa besar dan bersusah payah membantu kita menyelesaikan banyak pekerjaan, dari bangun tidur hingga bangun tidur lagi, justru menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga atau sering disingkat KDRT. Naúdzu billahi min dzalik.

Related

Moslem World 4877522908324773275

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item