Mengapa Ada Banyak Orang yang Merasa Takut ‘Ketinggalan Zaman’?


Naviri Magazine - Selama kurang lebih delapan tahun terakhir—seiring makin populernya Instagram—kata FOMO (Fear of Missing Out) kerap digunakan untuk menunjuk orang yang tidak ingin ‘ketinggalan update’. 

Orang-orang yang didera FOMO cenderung ingin mencoba segala sesuatu yang tampak menyenangkan dan tengah populer di media sosial, seperti berkunjung ke destinasi wisata atau menikmati aktivitas tertentu. FOMO juga merujuk pada ketakutan bila tidak bisa ikut bersenang-senang bersama kawan.

Psikolog Neerja Birla menyatakan bahwa FOMO memiliki dampak buruk terhadap kesehatan mental. FOMO bisa menyebabkan perubahan suasana hati yang ekstrem, kesepian, rasa minder, gelisah, depresi, dan persepsi negatif. “Tidak mengejutkan bila penggunaan obat antidepresan meningkat di era FOMO,” tulisnya dalam India Times.

Perasaan FOMO dipantik oleh gawai yang memang sengaja diciptakan agar penggunanya terus menerus memanfaatkan setiap fitur dan aplikasi yang ada dalam ponsel, seperti fifur Stories.

Dalam tulisan di The Conversation, Emily Arden-Close, Raian Ali, dan John McAlaney, dari Bournemouth University, menyebut bahwa fitur Stories pada Instagram, Facebook, dan WhatsApp, sengaja dibuat agar pengguna teknologi terdorong untuk terus melihat unggahan terbaru.

Selain perangkat, hal lain yang bisa memicu seseorang merasa FOMO ialah keinginan untuk terkoneksi dengan orang lain. 

Dalam studi berjudul "Why Do People Experience the Fear of Missing Out (FoMO)? Exposing the Link Between the Self and the FoMO Through Self-Construal" (2019), yang terbit di Journal of Cross Cultural Psychology, Volkan Dogan mencatat bahwa ada orang-orang yang menilai keutuhan dirinya tersusun dari berbagai relasi interpersonal. Oleh karena itu, mereka akan terus mencari cara untuk selalu terhubung dengan orang lain—termasuk terus-terusan mengecek akun media sosial kawan-kawannya.

Dogan kemudian melakukan riset, guna membuktikan apakah jenis orang yang selalu ingin terhubung dengan orang lain memiliki tingkat FOMO yang tinggi. Ia mengumpulkan 566 responden yang berasal dari AS dan India, dengan rentang usia 19-68 tahun. Para responden diminta menentukan skala untuk kalimat-kalimat seperti:

“Aku takut orang lain punya pengalaman lebih menyenangkan ketimbang diriku”, “Aku takut kalau teman-temanku punya pengalaman yang lebih berharga dibanding aku", “Aku nyaman beraktivitas sendiri”, “Aku nyaman menjadi pribadi yang unik.” Hasilnya, orang yang cenderung berupaya membangun relasi interpersonal lebih rentan merasa FOMO.

FOMO juga rentan terjadi pada remaja di AS. Studi berjudul "Fear of Missing Out as a Predictor of Problematic Social Media Use and Phubbing Behavior among Flemish Adolescents" (2018) menyatakan, remaja 14 tahun di kawasan midwestern AS rentan mengalami FOMO. 

Para remaja usia tersebut takut dikucilkan dari kelompok, sehingga sangat gelisah. Mereka pun takut tidak bisa mengakses media sosial, karena hal itu bikin mereka merasa dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya.

Menurut makalah yang terbit pada International Journal of Environmental Research, sesungguhnya perasaan FOMO sudah muncul pada 1970-an. Bedanya, pada masa itu FOMO biasanya dirasakan oleh orang-orang yang mendambakan relasi romantis. Mereka merasa bahwa orang yang sudah punya pasangan memiliki hidup yang lebih baik.

Related

Internet 417487364910253313

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item