Seperti Inilah Keadaan Ekonomi Indonesia Saat Baru Merdeka (Bagian 1)


Naviri Magazine - Pada akhir pendudukan Jepang dan pada awal berdirinya Republik Indonesia, keadaan ekonomi Indonesia sangat kacau. Hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Inflasi yang sangat tinggi (hiper-inflasi). Penyebab terjadinya inflasi adalah beredarnya mata uang pendudukan Jepang secara tak terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 milyar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja diperkirakan sebesar 1,6 milyar. 

Jumlah itu kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki beberapa kota besar di Indonesia dan meguasai bank-bank. Dari bank-bank itu, Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 milyar untuk keperluan operasi mereka. 

Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat inflasi ini adalah petani. Hal itu disebabkan karena, pada zaman pendudukan Jepang, petani yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang.

Pemerintah Republik Indonesia, yang baru berdiri, tidak dapat menghentikan peredaran mata uang Jepang tersebut, sebab negara RI belum memiliki mata uang baru sebagai penggantinya. 

Maka dari itu, untuk sementara waktu, pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI adalah mata-uang De Javasche Bank; mata-uang pemerintah Hindia Belanda; dan mata-uang pendudukan Jepang.

Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret 1946 Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford, mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang diduduki Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. 

Pemerintah, melalui Perdana Menteri Syahrir, memproses tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru.

Oleh karena itulah, pada Oktober 1946, pemerintah RI juga melakukan hal yang sama, yaitu mengeluarkan uang kertas baru yang disebut Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang. 

Untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia pada 1 November 1946. Bank Negara ini semula Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada Juli 1946, dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank negara ini bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.

2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda (NICA). Blokade laut ini dimulai pada November 1945, menutup pintu keluar-masuk perdagangan RI. Adapun alasan pemerintah Belanda melakukan blokade adalah untuk mencegah masuknya senjata dan peralatan militer ke Indonesia; mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya; dan melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.

Akibat blokade ini, barang-barang dagangan milik pemerintah RI tidak dapat diekspor, sehingga banyak barang ekspor yang dibumihanguskan. Selain itu, Indonesia jadi kekurangan barang-barang impor yang sangat dibutuhkan.

3. Kas negara kosong, pajak dan bea masuk sangat kurang, sehingga pendapatan pemeritah semakin tidak sebanding dengan pengeluarannya. Penghasilan pemerintah hanya bergantung pada produksi pertanian. Karena dukungan petani inilah, pemerintah RI masih bertahan, sekali pun keadaan ekonomi sangat buruk.

Usaha-usaha menembus blokade ekonomi

Usaha-usaha untuk menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh pihak Belanda dilaksanakan oleh pemerintah dengan berbagai cara, diantaranya sebagai berikut:

Diplomasi beras ke India

Usaha ini lebih bersifat politis daripada ekonomis. Ketika terdengar berita bahwa rakyat India sedang ditimpa bahaya kelaparan, pemerintah RI segera menyatakan kesediaannya untuk membantu pemerintah India, dengan mengirimkan 500.000 ton beras, dengan harga sangat rendah. 

Pemerintah bersedia melakukan hal ini, karena diperkirakan pada musim panen tahun 1946 akan diperoleh surplus sebesar 200.000 sampai 400.000 ton.

Sebagai imbalannya, pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Keuntungan politik yang diperoleh pemerintah RI ada dalam forum internasional. India adalah negara Asia yang paling aktif membantu perjuangan kemerdekaan RI.

Mengadakan hubungan dagang langsung ke luar negeri

Usaha untuk membuka hubungan langsung ke luar negeri dilakukan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta. Di antara usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut :

a. Mengadakan kontak/hubungan dengan perusahaan swasta Amerika (Isbrantsen Inc.). Usaha ini dirintis oleh BTC (Banking and Trading Corporation), suatu badan perdagangan semi-pemerintah yang dipimpin oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Dr. Ong Eng Die. 

Dalam transaksi pertama, pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor dari Indonesia, seperti gula, karet, teh, dan sebagainya. 

Kapal Isbrantsen Inc. yang masuk ke pelabuhan Cirebon adalah kapal Martin Behrmann yang mengangkut barang-barang pesanan RI, dan akan memuat barang-barang ekspor dari RI. Akan tetapi, kapal itu dicegat oleh kapal Angkatan Laut Belanda, dan diseret ke pelabuhan Tanjung Priuk, dan seluruh muatannya disita.

b. Menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera, dengan tujuan Singapura dan Malaysia. Karena jarak perairan yang relatif dekat, usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat. 

Usaha ini secara sistimatis dilakukan sejak tahun 1946 sampai akhir masa Perang Kemerdekaan. Pelaksanaan penembusan blokade ini dilakukan oleh Angkatan Laut RI, dengan dibantu oleh pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor.

Sejak awal tahun 1947, pemerintah RI membentuk perwakilan resmi di Singapura, yang diberi nama Indonesia Office (Indoff). Secara resmi, Indoff merupakan badan yang memperjuangkan kepentingan politik di luar negeri, namun secara rahasia juga berusaha menembus blokade dan usaha perdagangan barter.

Kementerian Pertahanan juga membentuk perwakilannya di luar negeri, yang disebut Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPLULN), yang dipimpin oleh Ali Jayengprawiro. Tugas pokok badan ini adalah membeli senjata dan perlengkapan Angkatan Perang. Sebagai pelaksana upaya menembus blokade ini, yang terkenal adalah John Lie, O.P. Koesno, Ibrahim Saleh, dan Chris Tampenawas. 

Selama tahun 1946, pelabuhan di Sumatera hanya Belawan yang bisa diduduki Belanda. Karena perairan di Sumatera sangat luas, pihak Belanda tidak mampu melakukan pengawasan secara ketat. Hasil-hasil dari Sumatera, terutama karet yang diselundupkan ke luar negeri, utamanya ke Singapura, mencapai puluhan ribu ton. 

Baca lanjutannya: Seperti Inilah Keadaan Ekonomi Indonesia Saat Baru Merdeka (Bagian 2)

Related

Indonesia 2245188980419734736

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item