Yordania, Negara Arab yang Didirikan dan Dikendalikan Barat (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Yordania, Negara Arab yang Didirikan dan Dikendalikan Barat - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Kedua, menyangkut kebijakan ekonomi

Karena sejak awal negeri ini ditopang dengan subsidi negara-negara imperialis, kebijakan ekonomi penguasa Yordan tidak lebih selain mengikuti arahan para donatur yang memberikan utang. Jerat utang ini juga telah menyebabkan ambruknya ekonomi Yordania. 

Atas nama reformasi ekonomi dan perbaikan kualitas hidup, Raja Abdullah II bekerjasama dengan IMF. Rezim Abdullah juga melakukan liberalisasi perdagangan dengan menjadi anggota WTO (2000) serta melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan AS (2000) dan dengan Eropa (2000). 

Akibatnya jelas, yang menderita adalah rakyat. Utang luar negeri sebagian besar bocor dan masuk ke kantong-kantong penguasa. 

Dengan demikian, ditinjau dari aspek ekonomi, baik investasi maupun cadangan (keuangan negara), berada dalam kontrol raja dan para kroninya, yang terdiri dari para tokoh maupun para pejabat. Mereka mengatur utang luar negeri sesuai dengan petunjuk IMF. 

Mereka melaksanakan apa saja yang dituntut, baik dalam masalah dana, kebudayaan, maupun sosial. Mereka mendanai program tersebut dengan menggunakan dana-dana publik yang diperoleh melalui suap, spekulasi, maupun komisi. 

Selanjutnya, untuk menyempurnakan dan memudahkan aktivitasnya, mereka menyusun undang-undang ekonomi seperti tentang investasi, privatisasi, otonomi wilayah Aqabah, pajak umum penjualan, dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukan di bawah jargon ‘perbaikan ekonomi’. 

Inilah yang mengakibatkan terjadinya penjualan tanah-tanah maupun perusahaan-perasahaan publik kepada orang luar maupun Yahudi. Selain itu, hal tersebut akan makin menambah kefakiran serta kelaparan, pemutusan hubungan kerja massal, serta merajalelanya kemiskinan. 

Tatkala utang tersebut telah jatuh tempo, untuk menutup utang atau untuk membayar bunganya, IMF dengan bantuan pemerintah segera menaikkan pajak maupun pungutan, meningkatkan harga atau dengan mengurangi dana-dana publik, dengan cara melakukan pensiun dini para pegawai negeri.

Ketiga, menyangkut kebijakan politik dalam negeri

Untuk mempertahankan kekuasan, keluarga Hasimiyah telah menerapkan kebijakan tangan besi (diktator). Hal itu tampak dari sistem politik yang diadopsi oleh penguasa Yordania. 

Menganut asas bikameral (dua kamar) dimana Majlis al-Umma terdiri dari Majlis al-Ayan (40 anggotanya ditunjuk oleh Raja) dan Majlis al-Nuwab (80 anggotanya dipilih lewat pemilu). sebagai kepala negara, Raja Yordania bertindak sekaligus sebagai pimpinan eksekutif tertinggi dalam menyetujui dan melaksanakan semua keputusan yang telah disahkan undang-undang. 

Raja juga yang mengangkat perdana menteri dan menghentikannya, sementara dewan menteri ditunjuk atas rekomendasi raja. Dalam kondisi sistem politik seperti ini, Raja pun sangat berkuasa.

Setelah terjadinya kerusuhan di beberapa kota akibat kenaikan harga pada tahun 1989, untuk pertama kalinya sejak pemilu terakhir 1967, Raja Hussein mengadakan pemilu pada November 1989. Namun kebebasan ini hanya semu, kekuasaan veto tetap di tangan Raja. 

Kebohongan ini tampak jelas dengan banyaknya aktivis Hizbut Tahrir yang ditahan penguasa Yordan, hanya karena bersikap kritis terhadap pemerintah Yordan.

Pada 23 Januari 2000, dalam pertemuan dengan delegasi dari Eropa Tengah untuk urusan HAM, Perdana Menteri Yordania, ‘Abd al-Rauf Rawabidah berkata, “Yordania tetap menjunjung tinggi sikap netral dan toleran, tidak akan memberi sanksi terhadap seseorang karena pendapat dan keyakinannya, berapa pun derajat perbedaannya.”

Dalam pemilu pertama di bawah pemerintahan raja Abdullah ke-2, pada Juni 2003, sebanyak  2/3 kursi dimenangkan oleh para loyalis Raja. Bagaimana mungkin mereka bisa bersikap kritis dan lebih mementingkan urusan rakyat?

Keempat, mendukung War on Terrorisme Amerika

Pengkhianatan lain penguasa Yordan adalah dukungannya dalam Perang Melawan Terorisme ala Amerika Serikat. 

Sebelum menyerang Irak, tentara AS melakukan latihan perang bersama dengan Yordania. Sebagaimna yang ditulis oleh Associated Press, latihan bersama di Yordania Selatan ini diikuti oleh AS, Inggris, dan beberapa negara Arab pada Oktober 2002. Jelas, istilah latih perang ini merupakan kebohongan, karena sesungguhnya AS sedang menyiapkan strategi matang untuk menyerang Irak. 

Penguasa Yordan memberikan fasilitas untuk itu (membunuh kaum Muslim di Irak). Kerjasama ini terungkap dalam sebuah harian di Amerika Serikat, yang menulis pujian pejabat AS kepada penguasa Yordania karena dukungannya terhadap AS dalam Perang Melawan Terorisme. 

Bahkan pejabat tersebut menyatakan bahwa kerjasama AS-Yordan merupakan yang terbaik dibandingkan dengan negara-negara Arab lain: “[US] Administration officials say there is no better ally among Arab countries than Jordan in fighting the war on terrorism.” (Washington Times, September 21, 2002).

Sebagai imbalannya, penguasa Yordan kembali mendapat hadiah utang. Seperti yang dilaporkan oleh Associated Press, pemerintah AS telah menyetujui menjadwalkan kembali utang untuk Yordania sebesar 177 juta dolar untuk membantu Yordan menghadapi konsekuensi perang Irak. 

Jumlah total utang Yordania sebesar 7 miliar dolar, 402 juta dolar di antaranya adalah utang kepada AS. Sebelumnya, AS telah mempersiapkan pemberian utang senilai 3,8 juta dolar untuk bantuan ekonomi, pertahanan, dan makanan. 

Related

International 62459528406950327

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item