Kronologi Sejarah Bangsa Palestina, dari Zaman Sebelum Masehi sampai Masa Kini (Bagian 4)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kronologi Sejarah Bangsa Palestina, dari Zaman Sebelum Masehi sampai Masa Kini - Bagian 3). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Ditipu sejak Camp David 

1977: Pertimbangan ekonomi (perang memboroskan kas negara) membuat Presiden Mesir, Anwar Sadat, pergi ke Israel tanpa berkonsultasi dengan Liga Arab. Ia menawarkan perdamaian, jika Israel mengembalikan seluruh Sinai. Negara-negara Arab merasa dikhianati. Karena politiknya ini, belakangan Sadat dibunuh (1982).

1978 September: Mesir dan Israel menandatangani perjanjian Camp David yang diprakarsai USA. Perjanjian itu menjanjikan otonomi terbatas kepada rakyat Palestina di wilayah-wilayah pendudukan. Sadat dan PM Israel Menachem Begin dianugerahi Nobel Perdamaian 1979. Namun Israel tetap menolak perundingan dengan PLO, dan PLO menolak otonomi. 

Belakangan, otonomi versi Camp David tidak pernah diwujudkan, demikian juga otonomi versi lainnya. Dan USA sebagai pemrakarsanya juga tidak merasa wajib memberi sanksi, bahkan selalu memveto resolusi PBB yang tak menguntungkan Israel.

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti keinginan mereka. Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. 2:120)

1979: Ayatullah Khumaini memaklumkan Revolusi Islam di Iran yang menumbangkan rezim korup pro Barat, Syah Reza Pahlevi. Referendum menghasilkan pembentukan Republik Islam, yang salah satu cita-citanya adalah mengembalikan bumi Palestina ke umat Islam, dengan menghancurkan Israel. Iran mensponsori gerakan anti Israel “Hizbullah” yang bermarkas di Libanon.

1980: Israel secara sepihak menyatakan bahwa mulai musim panas 1980 kota Yerusalem yang didudukinya resmi sebagai ibukota.

1980: Pecah perang Iraq-Iran selama 8 tahun. Perang ini direkayasa oleh Barat untuk melemahkan gelombang revolusi Islam dari Iran. Negara-negara Arab dipancing fanatisme sunni terhadap Iran yang syiah. Iraq mendapat bantuan senjata yang luar biasa dari Barat.

1982: Israel menyerang Libanon dan membantai ratusan pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila. Pelanggaran atas batas-batas internasional ini tidak berhasil dibawa ke forum PBB karena veto USA. Belakangan Israel juga melakukan serangkaian pemboman atas instalasi militer dan sipil di Iraq, Libya dan Tunis.

Intifadhah

1987: Intifadhah, perlawanan dengan batu oleh orang-orang Palestina yang tinggal di daerah pendudukan terhadap tentara Israel, mulai meledak. Intifadhah diprakarsai oleh HAMAS, suatu harakah Islam yang memulai aktivitasnya dengan pendidikan dan sosial. 

Desember 1988: USA membenarkan pembukaan dialog dengan PLO setelah Arafat secara tidak langsung mengakui eksistensi Israel dengan menuntut realisasi resolusi PBB no. 242 pada waktu memproklamirkan Republik Palestina di pengasingan di Tunis. 

Agustus 1990: Invasi Iraq ke Kuwait. Arafat menyatakan mendukung Iraq. Terjadi lagi perpecahan antar Arab. Perang ini juga direkayasa Barat untuk melemahkan Iraq, yang setelah perang dengan Iran arsenalnya dinilai terlalu besar dan bisa membahayakan Israel. Dan Barat sekaligus bisa lebih kuat menancapkan pengaruhnya di negera-negara Arab. Pemerintah diktator di negara-negara Arab ditakut-takuti dengan “Islam fundamentalis”.

Maret 1991: Presiden USA George Bush menyatakan berakhirnya perang teluk-II dan membuka kesempatan “tata dunia baru” bagi penyelesaian konflik Arab-Israel.Yasser Arafat menikahi Suha, seorang wanita Kristen. Sebelumnya, Arafat selalu mengatakan “menikah dengan revolusi Palestina”.

September 1993: PLO-Israel saling mengakui eksistensi masing-masing, dan Israel berjanji memberi hak otonomi kepada PLO di daerah pendudukan. Motto Israel adalah “land for peace” (tanah untuk perdamaian). Pengakuan itu dikecam keras dari pihak ultra-kanan Israel maupun kelompok di Palestina yang tidak setuju. Namun negara-negara Arab (Saudi Arabia, Mesir, Emirat dan Yordania) menyambut baik perjanjian itu.

Mufti Mesir dan Saudi mengeluarkan “fatwa” untuk mendukung perdamaian. Setelah kekuasaan di daerah pendudukan dialihkan ke PLO, maka, sesuai perjanjian dengan Israel, PLO harus mengatasi segala aksi-aksi anti Israel. Dengan ini maka sebenarnya PLO dijadikan perpanjangan tangan Yahudi.

Yasser Arafat, Yitzak Rabin, dan Shimon Peres, mendapat Nobel Perdamaian atas usahanya tersebut.

1995: Rabin dibunuh oleh Yigal Amir, seorang Yahudi fanatik. Sebelumnya, di Hebron, seorang Yahudi fanatik membantai puluhan muslim yang sedang sholat shubuh. Hampir tiap orang dewasa di Israel, laki-laki maupun wanita, pernah mendapat latihan dan melakukan wajib militer. 

Gerakan Palestina yang menuntut kemerdekaan total meneror ke tengah masyarakat Israel dengan bom “bunuh diri”. Dengan ini diharapkan usaha perdamaian yang tidak adil itu gagal. Sebenarnya “land for peace” diartikan Israel sebagai “Israel dapat tanah, dan Arab Palestina tidak diganggu (bisa hidup damai)”.

1996: Pemilu di Israel dimenangkan secara tipis oleh Netanyahu dari partai kanan, yang berarti kemenangan Yahudi yang anti perdamaian. Netanyahu mengulur-ulur pelaksanaan perjanjian perdamaian. Ia menolak adanya negara Palestina. Palestina agar tetap sekadar daerah otonom di dalam Israel. Ia bahkan ingin menunggu/menciptakan konstelasi baru (pemukiman di daerah pendudukan, bila perlu perluasan ke Syria dan Yordania) untuk sama sekali membuat perjanjian baru. 

USA tidak senang Israel jalan sendiri di luar garis yang ditetapkannya. Namun karena lobi Yahudi di USA terlalu kuat, maka Bill Clinton harus memakai agen-agennya di negara-negara Arab untuk “mengingatkan” si “anak emas” ini. Maka sikap negara-negara Arab tiba-tiba kembali memusuhi Israel. Mufti Mesir malah kini memfatwakan jihad terhadap Israel. 

Sementara itu, Uni Eropa (terutama Inggris dan Perancis) juga mencoba “aktif” jadi penengah, yang sebenarnya juga hanya untuk kepentingan masing-masing dalam rangka menanamkan pengaruhnya di wilayah itu. Mereka juga tidak rela USA “jalan sendiri” tanpa “bicara dengan Eropa”.

Kesimpulan

Negara Israel adalah kombinasi dari sedang lemahnya umat Islam, oportunisme Zionis Yahudi, serta rencana Barat untuk mengontrol bumi dan umat Islam.

Di Palestina berhasil didirikan negara Yahudi setelah sebelumnya umat Islam diinflitrasi dengan pikiran-pikiran yang tidak islami, sehingga dapat dipecah belah bahkan sampai dilenyapkan khilafahnya.

Nabi berkata: “Kunci Timur dan Barat telah ditunjukkan Allah untukku dan kekuasaan ummatku akan mencapai kedua ujungnya. Telah kumohon kepada Rabbku agar umatku tidak dihancurkan oleh kelaparan maupun oleh musuh-musuhnya. 

“Rabbku berkata: Apa yang telah Ku-putuskan tak ada yang bisa mengubahnya. Aku menjamin bahwa umatmu tak akan hancur oleh kelaparan atau oleh musuh-musuhnya, bahkan jika seluruh manusia dari segala penjuru dunia bekerja bersama untuk itu. Namun di antara umatmu akan ada yang saling membunuh atau memenjarakan.” (HR Muslim no. 6904)

Karena itu, strategi Zionis maupun Barat adalah menimbulkan permusuhan di kalangan umat Islam sendiri. Namun sementara itu, sesungguhnya Zionis atau Barat juga saling bersaing demi kepentingannya. Permusuhan antara sesama mereka sangat hebat.

“Kamu kira mereka bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti.” (QS. 59:14)

Related

History 4577578933940570496

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item