Gejala COVID-19 Ternyata Juga Bisa Berawal di Mata, Ini Penjelasan Dokter


Naviri Magazine - Sebagai bagian dari masyarakat, kita harus ikut bertanggung jawab atas keselamatan diri dan orang lain di masa pandemi COVID-19. Terkait dengan gejala awal, ada sejumlah keluhan yang memang identik dengan COVID-19, seperti demam, batuk, radang tenggorokan, mual, hingga sesak napas.

Namun, keluhan pada mata diremehkan dan tidak dianggap sebagai gejala COVID-19. Keluhan seperti apa yang harus diwaspadai sebagai gejala awal COVID-19 dan apakah gejala pada mata terkait COVID-19 berbeda pada kelompok usia anak-anak, dewasa, maupun lansia?

Spesialis mata dari Universitas Airlangga, dr. Sekar Ayu Sitoresmi SpM, memaparkan sejumlah kondisi terkait keluhan pada mata yang rupanya menjadi salah satu gejala awal kasus COVID-19. 

Para ahli sudah sejak lama memaparkan gejala COVID-19 sangat bervariasi, namun yang tersering adalah gangguan saluran pernapasan, sehingga sebagian besar pasien dengan gejala berat mengalami sesak napas dan meninggal karena gagal napas.

Meskipun transmisi virus corona melalui mata sangat rendah, penelitian yang dilakukan Muyldermans, et al. menyebutkan pada 26,9 persen sampel air mata pasien COVID-19 tanpa manifestasi pada mata ditemukan RNA virus corona. Sementara pada penelitian lain yang dilakukan oleh Wong, et al., ditemukan virus SARS-CoV-2 pada sepertiga swab konjungtiva pasien COVID-19 dengan manifestasi mata.

"Kesimpulannya, meskipun tidak didapatkan gejala pada mata terkait COVID-19, mata tetap berpotensi menjadi pintu masuk penularan virus SARS-CoV-2," ujar Sekar Ayu.

Hal ini disebabkan kornea dan konjungtiva pada mata memiliki reseptor Angiotensin Converting Enzyme-2 (ACE-2) yang merupakan target dari virus SARS-CoV-2. Ayu mengungkapkan sejumlah penyakit mata yang dapat dijumpai pada penderita COVID-19, dari yang paling sering sampai paling jarang dijumpai, antara lain konjungtivitis, keratitis, Bull’s eye maculopathy, dan drug induced uveitis.

"Manifestasi COVID-19 pada mata yang tersering adalah konjungtivitis atau radang selaput lendir mata, yang tidak jarang disertai pula dengan radang selaput bening mata (keratitis). Seperti yang telah disebutkan, hal ini disebabkan kornea dan konjungtiva memiliki reseptor ACE-2 yang merupakan target dari virus SARS-CoV-2," jelas Ayu.

Adapun, gejala yang harus diwaspadai terkait konjungtivitis, keratitis, maupun keratokonjungtivitis adalah mata merah, bengkak pada selaput lendir maupun kelopak mata, silau dan sulit membuka kelopak mata, mata terus mengeluarkan air atau kotoran. Gejala ini dapat muncul mendahului atau beberapa hari setelah mengalami gejala-gejala COVID-19 lain, seperti hilangnya penciuman, batuk, pilek, sesak, diare, dan lain sebagainya.

Gejala pada mata dapat timbul pada seluruh kelompok usia, mulai anak-anak sampai lansia, pada penderita baru maupun yang telah beberapa hari mengalami gejala COVID-19 lain, juga pada penderita long COVID-19 yang masih dapat mengalami gejala-gejala tersebut sampai lebih dari dua minggu. Jadi, apa yang bisa kita lakukan bila mengalami keluhan pada mata saat isolasi mandiri?

"Pada gejala yang ringan, kita dapat memberikan tetes air mata buatan yang bisa didapatkan di toko obat terdekat karena pada dasarnya radang selaput lendir yang disebabkan virus dapat sembuh sendiri," jelas Ayu.

Namun, Ayu menambahkan apabila gejala yang dialami pasien termasuk berat dan sangat mengganggu aktivitas karena nyeri maupun gangguan penglihatan, manfaatkan fasilitas konsultasi online (telemedisin) dengan dokter spesialis mata (dalam hal ini adalah teleoftalmologi) dari klinik mata maupun rumah sakit yang menyediakan fasilitas tersebut.

Selain kaitan dengan penyakit COVID-19, banyak sekali aspek kesehatan mata yang terdampak oleh pandemi COVID-19 yang bahkan telah dinyatakan sebagai ancaman untuk kesehatan masyarakat akibat penggunaan perangkat digital atau gawai di era pandemi, baik untuk sekolah, bekerja, membaca berita di internet, dan menonton film, yaitu mata lelah dan sindrom mata kering.

Mata kering sering juga disebut dengan sindrom visi komputer, yang disebabkan kelelahan otot-otot akomodasi mata akibat bekerja dalam jarak dekat dalam waktu yang lama. Gejala yang timbul pada orang dewasa antara lain penglihatan kabur, mata terasa lelah, hingga pusing atau nyeri kepala. Sementara anak-anak biasanya memicingkan mata, mengucek-ucek mata, dan mendekatkan atau menjauhkan mata dari layar.

Mata lelah dapat dicegah dengan membatasi waktu yang dihabiskan di depan layar per hari selama 2-4 jam sehari dan pada anak-anak batasi sesuai rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 

Pencegahan juga dapat dilakukan dengan melakukan sistem 20-20-20 saat bekerja menggunakan perangkat digital. Sistem ini dilakukan dengan cara istirahat 20 detik, setiap 20 menit, dengan melihat sejauh 6 meter.

"Latihan ini penting dibiasakan untuk mencegah mata lelah, karena pada jangka panjang hal ini dapat menyebabkan peningkatan jumlah penderita rabun jauh dan ukuran kacamata minus," papar Ayu.

Pada sindroma mata kering, gejala yang lazim dialami antara lain rasa kering, pedih, panas, gatal, maupun mata berair. Hal ini disebabkan karena berkurangnya frekuensi berkedip seseorang saat menggunakan perangkat digital dan diperberat dengan berada di ruangan ber-AC.

Bila mengalami gejala sindroma mata kering yang ringan, kita dapat meneteskan tetes air mata buatan secara rutin untuk memperbaiki fungsi lapisan air mata kita. Namun, bila keluhan sangat mengganggu, berkonsultasilah kepada dokter spesialis mata untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik.

Related

Health 7602743655459158782

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item