Kisah Fujifilm Bertahan dari Ujian Zaman: Dari Era Fotografi Kuno sampai Kamera Digital (Bagian 1)


Naviri Magazine - Bagi yang telah tumbuh besar atau dewasa pada era 1990-an, pasti mengenal Fujifilm sebagai merek yang lekat dengan dunia fotografi. Di masa lalu, proses pembuatan foto tidak semudah atau sepraktis sekarang. 

Di masa lalu, dengan kamera analog, kita harus menggunakan negatif film (klise) untuk bisa membuat foto. Negatif film itu dimasukkan ke dalam kamera analog, lalu digunakan untuk memotret. Setelah itu, negatif film dibawa ke tempat percetakan foto untuk di-afdruk, ditunggu beberapa hari, baru kemudian kita bisa melihat hasil foto yang kita buat.

Dalam proses yang mungkin terdengar rumit itu, orang akan mengingat Fujifilm, karena biasanya menggunakan negatif film yang diproduksi Fujifilm. Ketika foto sudah jadi, kadang di halaman belakang foto juga terdapat tulisan “Fujifilm”, yang menunjukkan bahwa kertas foto itu dibuat oleh perusahaan Fujifilm. Selain kertas foto dan negatif film, Fujifilm juga memproduksi kamera analog yang banyak beredar di masa itu.

Lalu, memasuki era 2000an, kamea digital lahir dan populer di tengah masyarakat. Munculnya kamera digital, langsung maupun tak langsung, jelas menjadi pukulan bagi perusahaan yang semula berkutat dengan kamera analog, termasuk Fujifilm. Sejak lahirnya kamera digital, kamera analog mulai ditinggalkan, begitu pula negatif film dan urusan cetak foto.

Saat didirikan puluhan tahun lalu sebagai perusahaan pembuat film fotografi, Fujifilm bisa jadi tak pernah berpikir akan menghadapi perubahan fundamental bisnis fotografi yang berlari cepat. Semenjak era digital, bisnis film fotografi jatuh ke titik paling bawah hingga akhirnya mati di 2006.

Puncak keterpurukan mereka terjadi pada tahun 2000. Ketika itu, bisnis inti Fujifilm sebagian besar masih mengandalkan dari divisi image yang semakin pudar. Upaya diversifikasi produk dan pasar lebih agresif jadi pilihan mereka. Diversifikasi memang bukan barang baru bagi perusahaan yang didirikan pada 1934 di Jepang itu. 

Selama periode 1934-1950 mereka tak hanya membuat film fotografi tapi juga masuk ke bisnis lensa dan optik, hingga alat medik dan sistem grafik. Sepuluh tahun setelahnya, mereka masuk ke bisnis mesin foto copy dengan mendirikan Fuji Xerox, dan dekade berikutnya ekspansi ke penjuru dunia dengan pengembangan produk x-ray hingga kamera digital.

Meski melakukan beragam diversifikasi, Fujifilm masih tetap mengandalkan bisnis film fotografi dari devisi image, setidaknya hingga 2001. Lini bisnis ini menyumbang 54 persen pendapatan. Sedangkan sisanya, 46 persen, disumbang bisnis information solution seperti alat medis, recording media, dan lainnya. Setelah itu, Fujifilm masuk era “Second Foundation” yang akhirnya melahirkan diversifikasi bisnis yang lebih beragam. 

Setelah 15 tahun berjalan, bisnis image mereka telah menyusut kontribusinya jadi hanya 14 persen, kini 86 persen bisnis Fujifilm justru bersandar pada bisnis non image, seperti document solution, antara lain peralatan kantor seperti printer, foto copy, yang menyumbang 47 persen. Lalu ada bisnis information solution, berkontribusi 39 persen.

The Economist menulis artikel berjudul “How Fujifilm Survived”. Artikel itu memuat langkah cepat Fujifilm yaitu memperkuat bisnis FujiXerox dengan menggelontorkan 1,6 miliar dolar AS untuk makin mencengkeram bisnis non image mereka jadi penentu. Hasilnya dirasakan 16 tahun berikutnya, bisnis document solution mereka hampir menyumbang 50 persen, atau nyaris menyamai bisnis kamera dan alat cetak sebelum era 2000.

Porsi bisnis image, Fujifilm memang sudah tak sebesar dibandingkan 16 tahun lalu, tapi sebagai brand yang sudah kuat dengan image produk fotografi, Fujifilm masih menunjukkan tajinya sebagai produsen kamera digital, yang terus berkembang. 

Bisnis Kamera di Persimpangan

Porsi bisnis image Fujifilm yang hanya tersisa sekitar 14 persen disumbang dari photo imaging, seperti alat cetak foto, yang menyumbang 10 persen dan 4 persen dari peralatan optik dan elektronik gambar seperti kamera digital. 

Yang terbaru adalah mirrorless interchangeable lens camera, atau kamera mirrorless, sebuah inovasi kamera terbaru yang lebih ringkas dan ringan dari digital single-lens reflex (SLR), yang sebelumnya “membunuh” kamera SLR analog.

Baca lanjutannya: Kisah Fujifilm Bertahan dari Ujian Zaman: Dari Era Fotografi Kuno sampai Kamera Digital (Bagian 2)

Related

Technology 6008892155626756187

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item