Ongkos Kawin Kian Mahal, Jutaan Pria Terancam Tak Punya Istri (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Ongkos Kawin Kian Mahal, Jutaan Pria Terancam Tak Punya Istri - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Kembali menyitir laporan The Economist, gerombolan laki-laki yang membujang pun terkonsentrasi dobel: secara kelas ekonomis dan geografis. Para sosiolog khawatir, di masa depan fenomena ini akan berdampak pada lahirnya epidemik prostitusi, perdagangan manusia, penculikan, kerusuhan massal, kejahatan yang terorganisir, hingga penyebaran penyakit kelamin.

Dampaknya telah berkembang hingga ke negara tetangga. Di pedesaan Cina bagian selatan, laki-laki yang putus asa dikabarkan mencari perempuan untuk dikawini hingga ke Vietnam. Jika ngotot ingin menggaet perempuan lokal, maka orangtua yang paling direpotkan. Dalam beberapa kasus, orangtua bahkan bisa jadi “korban”.

Beberapa dari mereka ada yang meninggikan bangunan rumah, sekadar untuk menarik perhatian perempuan-perempuan tetangga. Tentu sembari menunjukkan bahwa mereka adalah keluarga yang mampu. Lainnya memberikan uang dalam jumlah besar ke anak laki-laki untuk membeli perhiasan emas atau biaya foto pra-nikah yang mahal. 

Mereka bekerja banting tulang agar bisa menabung banyak, mengingat usia pernikahan anak kesayangannya makin menjauhi angka ideal. Tak jarang harus menumpuk utang. Ini semua tak menjamin keberhasilan jika uang yang dikumpulkan tetap belum sesuai standar mahar yang terus melambung, atau saat populasi perempuan-usia-menikah-lokal habis duluan.

Konsekuensi Patriarki + Kebijakan Satu Anak

Jika ditarik mundur, generasi tua Cina juga korban dari kultur dan kebijakan negara. Menurut analisis Rachel Murphy dkk yang bertajuk Son Preference in Rural China: Patrilineal Families and Socioeconomic Change, masyarakat Cina menganut sistem patriarki. 

Preferensi tradisional sesuai ajaran Konfusianisme menetapkan anak laki-laki sebagai penerus garis keluarga. Anak laki-laki juga lebih disukai karena upah lebih tinggi. 

Anak laki-laki jadi penerima warisan, sementara anak perempuan lebih dipandang sebagai beban ekonomi. Anak perempuan juga biasanya akan melebur menjadi anggota keluarga suami, dan tidak memiliki tanggung jawab untuk merawat orangtua di usia senja atau ketika mulai sakit-sakitan. Anak laki-laki dapat keuntungan banyak, tapi juga diberi tanggung jawab yang cukup besar.

Kebijakan negara yang dimaksud adalah program satu anak yang mulai diterapkan sejak 1979. Pasangan yang kedapatan memiliki lebih dari satu anak akan dihukum. Tujuannya agar populasi anak di Cina lebih terkontrol, terutama di perkotaan. Di pedesaan, aturan ini kurang dijalankan dengan tegas untuk etnis minoritas, dan ada beberapa pengecualian untuk mayoritas penduduk Han.

Kombinasi patriarki yang mengakar kuat dan program satu anak yang dijalankan dengan ketat membuat orangtua cenderung tak menginginkan anak perempuan. Populasi kaum hawa pelan-pelan menipis, dan jaraknya kian menjauhi kaum adam.

Dudley L. Poston dan Karen S. Glover dalam artikel ilmiah berjudul Too Many Males: Marriage Market Implications of Gender Imbalances in China (2005), menjelaskan dampak pedih dari situasi itu: praktik aborsi anak perempuan meningkat. Aborsi di Cina legal, dan populer pada era 1980-an ketika teknologi pendeteksi janin mulai berkembang, juga teknologi yang merangsang potensi punya anak laki-laki lebih besar.

Selain gagal lahir ke dunia, tercatat juga bayi-bayi perempuan di Cina era 1980-an dan 1990-an jadi korban kematian dini. Penyebabnya macam-macam. Ada yang karena sengaja tak mengurus sehingga jabang bayi terkena masalah gizi akut lalu meninggal, bahkan ada pula yang melakukan praktik pembunuhan kepada bayinya sendiri. Angka kematian bayi perempuan kala itu jauh lebih tinggi ketimbang bayi laki-laki.

Kini, itu semua bermuara pada fenomena susah kawin bagi kaum adam. Jumlah pria yang melajang diprediksikan mencapai 24 juta pada akhir dekade ini. Perjuangan makin terjal. Sebab, pertama si laki-laki turut dituntut mengurus orangtua, kedua perempuan Cina modern yang punya karier bagus, mandiri, serta disibukkan oleh pekerjaan juga makin percaya diri untuk melajang.

Related

International 1196814009691136641

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item