Persoalan Film Hollywood yang Kian Membosankan


Naviri Magazine - Hollywood boleh berbangga menjadi kerajaan bisnis besar di industri film. Karena nyatanya mereka terus memproduksi film dalam jumlah luar biasa yang ditonton di seluruh dunia. Selama berpuluh-puluh tahun, industri film dunia bisa dibilang dipegang sepenuhnya oleh Hollywood.

Tetapi, seiring perkembangan zaman, Hollywood tampak makin kedodoran dalam menghadapi tantangan yang ada. Salah satunya adalah kesulitan menghadirkan film baru yang benar-benar memberi warna baru, khususnya bagi penonton film. Kenyataan itu bisa dilihat dari upaya Hollywood yang sengaja menghadirkan film-film sekuel dari film-film terdahulu yang telah terbukti sukses.

Kita tentu sudah hafal dengan sekuel film The Mummy yang terus diproduksi dari waktu ke waktu. Selain The Mummy, Pirates of the Caribbean juga terus dibuatkan sekuelnya, termasuk Transformer maupun Fast and Furioust. 

Contoh-contoh itu hanya segelintir dari banyak film lain yang dijual Hollywood demi menangguk keuntungan. Mereka tampak mulai miskin ide, dan sengaja memanfaatkan film-film terdahulu yang telah terbukti sukses, untuk terus mengeruk uang penonton. 

Beberapa film itu akhirnya melahirkan pertanyaan besar soal orisinalitas film-film Hollywood yang makin miskin. Lalu bagaimana dampaknya terhadap para penonton, khususnya di Amerika Serikat, yang tentu sudah kenyang disuguhi pertunjukkan yang itu-itu saja?

Derek Thompson, senior editor The Atlantic, mengulas dalam tulisannya, yang berjudul Hollywood Has a Huge Millennial Problem, menceritakan separuh pertama abad ke-20 masyarakat Amerika Serikat pergi ke bioskop seperti rajin pergi ke gereja, hampir setiap minggu. Namun hari ini, membeli tiket bioskop hanya seperti pergi ke dokter, sesuatu yang kebanyakan orang Amerika tak pernah lakukan atau hanya empat hingga lima kali setahun. 

Pasar film berdasarkan cerita yang belum ada sebelumnya itu sangat amat tipis. Cerita-cerita baru ada di dunia hiburan, tapi konsumen, terutama konsumen baru, mencarinya di luar gedung bioskop, salah satunya lewat Netflix. 

Netflix sukses menjaring banyak penonton setia lewat serial House of Cards sejak empat tahun lalu, dan diikuti dengan kesuksesan serial lain seperti Orange is The New Black, Daredevil, Narcos, hingga Stranger Things. Ada yang menilai kanal seperti Netflix itulah alternatif yang dicari generasi milenilal, dan lambat laun akan membuat bioskop makin sepi. Benarkah demikian? 

Ada kalangan yang tetap optimistis bahwa bioskop tetap menjadi pilihan generasi muda saat ini di AS. Berdasarkan riset Movio yang dipublikasikan Juni 2016, bahwa generasi milenial ternyata masih menyisihkan pengeluaran untuk menonton bioskop, yakni rata-rata 6,2 judul film per tahun. 

Studi Annalect dan CivicScience tentang perilaku milenial atas konsumsi film di bioskop juga mengungkap 50 persen milenial mengatakan menonton bioskop bagian dari kegemaran mereka. 

Para milenial dengan usia 20-35 tahun adalah kelompok umur terbesar yang berkunjung ke bioskop, atau 38 persen pada 2014. Dari jumlah itu, sebanyak 70 persen merupakan penikmat film trailer. Mengapa setia ke bioskop? 

Salah satu alasan terbesarnya yakni menunggu film disiarkan di televisi kabel atau bisa diunduh dalam format yang bagus itu terlalu lama. Lainnya berkaitan untuk soal kenyamanan nonton hingga alasan untuk berkencan.

Setahun sebelum studi itu terbit, pihak Motion Picture Association of America (MPAA) melaporkan datanya tentang penonton bioskop di wilayah Amerika Utara. Di bagian konsumen berdasarkan usia, penonton usia 18-24 dan 25-39 merupakan penonton terbanyak. Namun, dibanding kelompok usia lain, dua kelompok inilah yang jumlahnya mengalami penurunan tercepat.

Laporan ini menunjukkan loyalitas dan fanatisme penonton muda AS makin berkurang setiap tahunnya, dan yang dikhawatirkan oleh Hollywood adalah kecenderungan ini akan diteruskan hingga tahun-tahun ke depan. Penonton usia 18-24 tahun, misalnya, adalah kelompok yang kini meninggalkan bioskop dengan kecepatan tertinggi.

Apa yang anak-anak muda tonton bila tak ke bioskop? Menurut Derek Thompson, bukan televisi berbayar, bukan juga buku atau koran. Menurut Derek, mereka sibuk memberikan perhatiannya pada ponsel pintar dan berbagai aplikasi canggih. Konsumsi media sosial di kalangan anak muda AS saat waktu senggang semakin tinggi, cukup untuk mengalihkan perhatian mereka ke bioskop.

Hollywood sedang benar-benar menyerahkan harga dirinya untuk jatuh hingga ke level terbawah sekali pun demi tetap berdiri tegak sebagai industri hiburan. Narasi sekuel Transformer kian dipaksakan, atau meski penonton sudah sangat amat bosan dengan sekuel Fast and Furious. Hollywood tetap berusaha mencari celah agar industri film tetap jalan.

Namun, beberapa orang yang ingin mencari alternatif terbaiknya bisa mengalihkan fokus ke sejumlah studio film menengah hingga yang kecil. Meski independen, studio seperti A24 telah mendapat banyak apresiasi sebab mampu memproduksi film berbeda, dan tentu saja, bukan hasil sekuel berjilid-jilid yang dipaksakan. 

Related

Film 902240442080463476

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item