Polemik LGBT di Berbagai Negara Dunia, dari Masa ke Masa (Bagian 1)


Naviri Magazine - LGBT adalah singkatan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual. Saat ini, sebenarnya, ada satu huruf tambahan lagi, yaitu Q untuk Queer, sehingga menjadi LGBTQ. Sebagaimana di Indonesia, LGBT atau LGBTQ menjadi polemik di mana-mana, di berbagai negara, termasuk di Amerika Serikat yang selama ini terkenal sebagai negara sekuler sekaligus liberal.

Akar masalah yang menjadi polemik terkait hal ini bisa dibilang cukup sederhana, yaitu keyakinan bahwa pria mestinya berpasangan dengan wanita. Keyakinan itu diakui sebagai keyakinan universal di mana-mana, dan ada banyak orang yang sulit menerima jika ada pria berpasangan dengan sesama pria, atau wanita berpasangan dengan sesama wanita. Sama sulitnya orang-orang itu menerima pria yang berubah menjadi wanita, atau wanita yang berubah menjadi pria.

Seperti yang disebut di atas, LGBT menjadi polemik di berbagai negara, dan berikut ini mozaik-mozaik yang bisa kita pelajari.

Tahun 2001 silam menjadi tahun yang bersejarah bagi warga Rumania. Proses dekriminalisasi bagi kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Queer (LGBTQ) akhirnya dimulai. Namun, tak sampai dua dekade berselang, kelompok konservatif dengan latar belakang Kristen konservatif-sayap kanan mulai membendung usaha penyempurnaan hak-hak sipil yang setara bagi kaum homoseksual Rumania, termasuk upaya pelegalan pernikahan sesama jenis. 

Baru-baru ini, Sian Norris dari Open Democracy mengunjungi Bucharest dan bertemu dengan warga yang sudah mulai khawatir dengan kelompok konservatif seperti Coalition for Family. Dalam laman resminya, organisasi ini mendaku sebagai gerakan warga negara yang “terbuka untuk mereka yang menganut nilai-nilai keluarga”. Keluarga yang dimaksud adalah dalam kerangka tradisional, di mana yang terlibat harus pasangan laki dan perempuan, bukan sesama jenis. 
 
Koalisi yang “buruk”, kata seorang perempuan kepada Norris. “Mereka datang dengan pemakluman yang gila terhadap pernikahan sesama jenis. Katanya kalau kita menyetujuinya, maka orang-orang akan bisa menikah dengan anjingnya.” 

Ancamannya bukan lagi berbentuk gerakan propaganda akar rumput. Tahun depan, Coalition for Familu akan membawanya ke referendum agar konstitusi tentang pernikahan di Rumania bisa direvisi sesuai visi mereka. Sejak November 2015, mereka mempublikasikan “Inisiatif Warga” sebagai langkah pertama mencapai upaya tersebut. Pendukung gerakan menuju pelegalan pernikahan sesama jenis setempat pun pusing dibuatnya. 

Pernikahan sesama jenis memang belum diizinkan di Rumania, tapi konstitusi saat ini menyebutkan bahwa hal tersebut bisa dilegalkan di masa depan tanpa perlu mengubah konstitusi. Di sisi lain, lobi kelompok ultra-konservatif seperti Coalition for Family di tubuh pemerintahan kian kuat. Pada 2016 saja mereka sudah mengumpulkan 3 juta tanda tangan “Inisiatif Warga”. Cukup untuk memulai sebuah referendum di parlemen. 

Norris berusaha menghubungi Coalition for Family, tapi tak ada tanggapan. Pendapat justru datang dari salah satu organisasi pendukung LGBTQ Rumania, Accept, yang juga memonitor pergerakan kelompok konservatif di negara tersebut. Mereka mendapat banyak laporan bahwa penandatanganan “Inisiatif Warga” dilakukan secara sistematis hingga ke sekolah-sekolah menengah. Accept pun melaporkannya balik ke Kementerian Pendidikan. 

“Gereja mengumpulkan tanda tangan dengan menaruh berkasnya di pintu masuk, sementara ada aktivis yang bertugas meminta untuk turut berpartisipasi. [Berada] di dalam masyarakat homofobik, sulit bagi warga untuk menolak menandatanganinya secara terbuka. Mereka takut dianggap kaum homoseksual jika menyatakan penolakan,” kata perwakilan Accept. 

Menariknya, gelombang anti-LGBTQ di Rumania juga dikobarkan lewat pengaruh asing, tepatnya dari kelompok Kristen konservatif-sayap kanan dari Amerika Serikat. Sebuah badan amal bernama Liberty Counsel adalah contoh yang hari-hari ini kian mesra dengan kelompok konservatif-agamis Rumania. Padahal, di AS sendiri, menurut lembaga riset Southern Poverty Law Centre, Liberty Counsel digolongkan sebagai kelompok penebar kebencian. 
 
Tahun ini, Liberty Counsel mengirim tokoh berpengaruhnya, Kim Davis, untuk keliling Rumania. Davis bekerja sebagai petugas urusan pernikahan di Kentucky. Ia pernah jadi perhatian media massa karena dipenjara setelah tak mau mengeluarkan surat izin nikah untuk pasangan sesama jenis. 

Liberty Counsel pada waktu itu bergerak mendukungnya. Namun, untuk kepentingan laporan Norris, kelompok ini juga menolak untuk berkomentar atas kondisi terbaru di Rumania. 

Laporan media lokal menyebutkan Davis bertemu dengan Coalition for Family pada bulan Oktober kemarin. Ia juga bertemu dengan enam uskup agung di Gereja Orthodoks Rumania dan sejumlah perwakilan dari kelompok pegiat nilai-nilai keluarga tradisional. Tujuannya, kata Liberty Counsel melalui siaran radionya, membendung pelegalan pernikahan sesama jenis di seluruh provinsi. 

Davis berbicara di hadapan ribuan pengikut gereja, katedral, dan konferensi agama biasa di Rumania. Strategi yang menunjukkan betapa seriusnya Liberty Counsel. Accept mengkhawatirkannya karena penetrasi asing kian membuat kelompok LGBTQ di Rumania makin menderita. Tekanan publiknya besar. Mereka kerap dilampiasi kebencian, didiskriminasi di kehidupan sehari-hari, di tempat kerja hingga institusi pendidikan. 

Baca lanjutannya: Polemik LGBT di Berbagai Negara Dunia, dari Masa ke Masa (Bagian 2)

Related

International 4386827396260046196

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item