Polemik LGBT di Berbagai Negara Dunia, dari Masa ke Masa (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Polemik LGBT di Berbagai Negara Dunia, dari Masa ke Masa - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

ADF International adalah sayap kelompok konservatif AS Alliance Defending Freedom. Dasar dan visinya serupa dengan Liberty Counsel. Mereka bekerja untuk menyebarkan ide anti-LGBTQ level global, salah satu targetnya Rumania. April lalu mereka ikut terlibat di acara pendukung referendum yang membawa suara “Inisiatif Warga”, di mana Coalition for Family turut hadir. 

“Organisasi-organisasi seperti ini (Liberty Counsel) melihat Eropa Timur sebagai lahan subur untuk menyebarkan gagasan anti-LGBTQ mereka,” kata Vlad Viski, pendiri organisasi pendukung LGBTQ di akar rumput Rumania, MozaiQ. Ia percaya bahwa referendum adalah salah satu alat bagi Liberty Counsel dan organisasi konservatif asal AS lain untuk menanamkan kepentingannya. 

“Mereka telah terlibat dalam pekerjaan anti-LGBTQ di Afrika. Mereka mereproduksi apa yang mereka lakukan di sini (Rumania) ke sana, dan menggunakan jasa konsultan populer kami sebagai alatnya.” 

Sejumlah media internasional sudah menuliskan laporan terkait kekhawatiran Vlad Visk. Kenyataannya memang demikian: ada keterlibatan kelompok Kristen konservatif-sayap kanan AS dalam kampanye anti-LGBTQ di seantero Afrika sejak bertahun-tahun lamanya. 

Merujuk New York Times, misalnya, pada Maret 2009 silam ada tiga orang evangelis Kristen AS yang mengajari metode “penyembuhan” bagi kaum homoseksual di Uganda. Landasan mereka tetap Alkitab plus keyakinan bahwa nilai-nilai keluarga tradisional ala Afrika perlu dilestarikan. Pandangan homofobia yang sebelumnya sudah ada akhirnya kian mengakar.

Beberapa bulan setelahnya, politisi Uganda meloloskan UU Anti-Homoseksualitas. Di dalamnya mengandung hukuman yang ekstrem bagi pelaku homoseksual, termasuk pemenjaraan seumur hidup untuk seks gay, seks oral, dan tinggal dalam naungan pernikahan sesama jenis. 

Pada Februari 2014, Presiden Yoweri Museveni kembali meloloskan peraturan yang makin mengkriminalisasi homoseksualitas. Proses pengesahannya sebenarnya panjang. Bertahun-tahun lamanya masyarakat Uganda turut gerah. Namun, pejuang kemanusiaan yang duduk di pemerintahan Uganda akhirnya kalah menghadapi aturan yang disebut “membunuh gay” itu. 

Tak hanya di Uganda, evangelis AS telah lama memasuki masyarakat dan politik Afrika, mengkampanyekan ide-ide anti-LGBTQ hingga bersorak kegirangan jika undang-undang anti-homoseksualitas benar-benar diloloskan. Di Uganda, salah satu tokoh penggeraknya adalah Scott Lively. Lively tergolong militan dalam berpropaganda, hingga akhirnya ia dituntut oleh organisasi kemanusiaan Afrika karena berkat dialah homofobia di Uganda dipersekusi fisik. 

Dalam catatan The Nation, misionaris konservatif AS turut aktif meloloskan undang-undang anti-homoseksual di Kenya, Nigeria, Zimbabwe, dan negara-negara Afrika lain. Aktivismenya merentang mulai dari menjajaki kanal-kanal suara populer hingga intervensi langsung. 
 
Pada 2010, Zimbabwe memulai proses penyusunan undang-undang dasar baru. Pusat Hukum dan Keadilan Amerika (ACLJ), sebuah firma hukum Kristen yang didirikan oleh penginjil Pat Robertson, meluncurkan sebuah lembaga mitra Zimbabwe yang dinamakan Pusat Hukum dan Keadilan Afrika. Lembaga ini menjadi pos terdepan bagi pelatihan pengacara yang akan turut mendorong hadirnya nilai-nilai Kristen konservatif di dalam rancangan undang-undang dasar yang baru, termasuk menyangkut soal homoseksualitas. 

ACJL di Kenya bernama Pusat Hukum dan Keadilan Afrika Timur (EACJL). Mereka melobi untuk menentang konstitusi baru Kenya yang lebih moderat. April 2010 mereka menyebut homoseksualitas sebagai sesuatu yang “tak bisa diterima” dan “asing”. Mereka lalu mendorong agar konstitusi Kenya diberi keterangan penjelas tentang pernikahan, yakni hanya bisa dilangsungkan antara laki-laki dan perempuan. Upaya pelegalan pernikahan sesama jenis otomatis terhadang. 

Pada 1960, Robertson menciptakan Christian Broadcasting Network (CBN) yang disiarkan melalui kabel dan satelit ke lebih dari 200 negara. Robertson adalah co-host di acara CBN paling terkenal, 700 Club. Melaluinya, Robertson telah membuat berbagai macam ucapan yang berujung pada serangan untuk orang-orang LGBTQ. 

Di AS, program Robertson tenggelam oleh program-program televisi dengan modal yang lebih besar dan bersifat lebih sekuler. Namun, di Afrika, CBN laris manis. Menurut statistik CBN yang dikutip Political Research, pada 2010 ada 74 juta orang di Nigeria menjadi penonton minimal satu acara CBN. Pencapaian ini tergolong luar biasa karena dua hal. Pertama, Nigeria adalah negara dengan penduduk terpadat di Afrika. Kedua, saat itu ada total 80 juta penganut Kristen di Nigeria. 
 
Januari 2014, Presiden Nigeria, Goodluck Jonathan, menandatangani UU Larangan Pernikahan Sesama Jenis yang memberikan hukuman penjara hingga 14 tahun untuk pelaku, dan 10 tahun untuk anggota organisasi gay. Pengesahan undang-undang tersebut diikuti oleh gelombang penangkapan laki-laki gay, yang segera mendapat kecaman dari masyarakat internasional. 

Selama ini, orang-orang Kristen konservatif-sayap kanan asal negeri Paman Sam memang tidak menang di rumah mereka sendiri. Namun, bukan berarti misi itu tak bisa digolkan di luar negeri.  

Related

International 4166182085388107235

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item