Sejarah Negara-Bangsa yang Kini Mempengaruhi Wajah Dunia (Bagian 1)


Naviri Magazine - Di zaman kuno, ketika manusia belum mengenal konsep negara-bangsa, mereka menjelajahi dunia dengan bebas. Di masa itu, tentu saja, wilayah dunia belum padat dan sesak seperti sekarang. Lalu zaman demi zaman terus berlalu, jumlah manusia semakin banyak, dan perlahan namun pasti mereka kemudian menempati satu wilayah hingga hidup di sana secara turun temurun.

Belakangan, komunitas atau berkumpulnya orang-orang di satu tempat itulah yang lalu membentuk sisem kerajaan, yang lalu berubah menjadi sistem negara-bangsa. Perubahan itu, hingga lahirnya konsep negara-bangsa, tentu membutuhkan waktu berabad-abad, dan begitulah wajah dunia terbentuk.

Negara didefinisikan sebagai alat untuk menguasai wilayah yang diklaim dengan konsep kedaulatan tertentu. Perangkat negara kemudian terdiri dari eksekutif, birokrasi, pengadilan dan institusi lainnya. Tidak lupa ada pajak negara yang dikenai kepada setiap warganya untuk mengoperasikan aparatur negara.

Selama ribuan tahun, kebangkitan dan kejatuhan sebuah negara-bangsa bukan sesuatu hal aneh, jika bukan suatu keniscayaan.

Robert I. Rotberg dalam bukunya berjudul Failed States, Collapsed States, Weak States: Causes and Indicators (2011) menyebutkan, kini berbagai negara muncul dengan ragam variasi yang lebih banyak dibandingkan setengah abad yang lalu.

Pada tahun 1914, setelah runtuhnya imperium Turki Usmani dan Austro-Hungaria, ada 50 pemerintahan nasional yang diakui. Pada 1919 terdapat 59 negara, dan pada tahun 1950 jumlahnya meningkat menjadi 69 negara. Ketika Uni Soviet pecah, jumlahnya naik jadi 191 negara-bangsa.

Jumlahnya akan terus bertambah mengingat pendirian suatu negara bukan sesuatu yang final. Setelah banyak lepas dari cengkeraman kolonialisme dan imperialisme, sebuah negara-bangsa bisa berkembang menjadi kekuatan kolonialis baru, sekaligus membawa risiko separatisme atau pemisahan diri. 

Amerika Serikat adalah salah satunya: menyatakan lepas dari Inggris pada 1776 kemudian mulai menapaki jalan menjadi kolonialis baru setelah melewati ancaman perpecahan pada Perang Sipil 1861-1865. 

Hal yang sama terjadi pada Indonesia. Menyatakan merdeka dari Belanda pada 1945, mencaplok Timor Leste pada 1975 dan akhirnya kehilangan koloni bekas Portugis tersebut pada referendum 1999.

Rotberg membuat analisis tentang bagaimana sebuah negara menemui kegagalan dan perpecahan. Sebuah negara bangsa yang gagal diliputi suasana ketegangan. Mereka berkonflik dan diperebutkan sengit oleh faksi-faksi yang berperang. Sebagian besar negara yang gagal diawali dengan pasukan pemerintah yang memerangi satu atau lebih pemberontak bersenjata.

Kerusuhan sipil, meluasnya ketidakpuasan publik dan pertentangan nilai yang hebat menjadi unsur-unsur pendorong sebuah konflik nasional. Meski ini bukan parameter yang selalu berujung pada bubarnya negara, tetapi bisa menjadi ciri khas dari sebuah negara yang kacau.

Perang sipil yang mewarnai kegagalan negara umumnya berakar dari permusuhan berbasis etnis, agama, bahasa, dan faktor-faktor komunal lainnya. Terlebih ketika diperkuat dengan penemuan sumber kekayaan alam baru yang kemudian diperebutkan seperti endapan minyak bumi, ladang berlian, dan mineral lainnya.

Kegagalan negara juga tidak hanya dibebankan kepada ketidakmampuan pemerintah untuk membangun kesatuan politik dari sekumpulan golongan dengan beragam latar belakang, tetapi juga pada penindasan kelompok mayoritas terhadap minoritas.

Pencaplokan dan Aspirasi Kemerdekaan

Analisis kegagalan dan perpecahan negara-bangsa yang telah disebutkan tersebut dapat dihubungkan kepada gerakan separatisme atau pemisahan diri.

Sementara bila merujuk pada jurnal David S. Siroky dan John Cuffe berjudul Lost Autonomy, Nationalism and Separatism, menunjukkan bahwa pemberian status otonomi kepada suatu daerah yang bergejolak bisa mendorong tuntutan pemisahan diri yang lebih besar atau sebaliknya, meredam separatisme.

Faktor lain seperti ekonomi turut menentukan arah gerak bandul. Catalunya, daerah otonomi di Spanyol, telah mendapat otonomi sejak 1970an setelah puluhan tahun berada di bawah rezim fasis Franco. Namun, kemandirian ekonomi yang beriringan dengan eksploitasi oleh pemerintah pusat menyebabkan tuntutan kemerdekaan Catalunya kembali mengeras.

Baca lanjutannya: Sejarah Negara-Bangsa yang Kini Mempengaruhi Wajah Dunia (Bagian 2)

Related

History 1989336309306641304

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item