Kisah Kim Dotcom, Orang yang Jadi Miliuner dari ‘Kegilaan’ Internet (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Kim Dotcom, Orang yang Jadi Miliuner dari ‘Kegilaan’ Internet - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Apa yang diungkap Dotcom soal 100 juta smartphone itu, mirip dengan cara kerja teknologi peer-to-peer, seperti yang digunakan oleh Torrent. Suatu teknologi yang erat kaitannya dengan aktivitas download film atau musik ilegal. 

MegaNet menyebar seluruh file layanan di semua smartphone yang memasang aplikasinya. Ia memanfaatkan kekuatan prosesor maupun memori smartphone. Namun, Dotcom menggarisbawahi, penggunaan kekuatan smartphone hanya dilakukan ketika dalam posisi idle, suatu posisi kala perangkat tak digunakan pemiliknya. Selain itu, smartphone yang digunakan ialah smartphone yang terhubung internet menggunakan WiFi, bukan paket data selular.

Melalui rancangan ini, layanan dalam MegaNet akan tetap hidup karena ia tak terpaku atas satu server pusat. File dan segala keperluan layanan, disebar merata. Saat satu smartphone tak bisa digunakan, masih banyak smartphone lain yang menjadi penopang.

Simson Garfinkel, dalam tulisannya di MIT Technology Review, menuturkan bahwa teknologi peer-to-peer sesungguhnya merupakan rancangan awal bagaimana internet bekerja. 

Alih-alih memusatkan seluruh kekuatan pada server, teknologi peer-to-peer mendesentralisasikan kekuatan pada seluruh komputer yang terhubung. Ia bekerja lebih baik dan lebih cepat manakala banyak komputer yang terhubung. MegaNet pun akan semakin kuat manakala lebih banyak smartphone yang terhubung.

Sayangnya, meskipun teknologi peer-to-peer telihat istimewa, merujuk penuturan Garfinkel, ia gagal menjadi penyokong utama internet. Kegagalan peer-to-peer menguasai dunia jaringan internet terkendala atas adanya perbedaan komputer yang dipakai masyarakat. 

Di tengah masyarakat, hanya termaktub dua jenis komputer, murah dan mahal. Murah merujuk pada komputer rumahan yang terbatas kekuatannya. Sedangkan komputer mahal merujuk pada server canggih dengan kekuatan besar.

Alih-alih menggabungkan kekuatan komputer-komputer murah menjadi satu, jauh lebih mudah bagi seseorang menempatkan file di komputer mahal, alias server, dan membuka pintu lebar-lebar bagi komputer murah mengunduh file tersebut. Fenomena ini dilakukan hampir seluruh layanan berbasis internet di seluruh dunia.

Selepas desentralisasi, aspek fundamental selanjutnya dari MegaNet ialah privasi. MegaNet, dirancang untuk bisa hidup tanpa alamat IP. Suatu nomor unik temporer yang digunakan untuk mengidentifikasi secara spesifik perangkat yang memanfaatkan protokol internet.

Secara sederhana, Google, Amazon, Facebook, ataupun situsweb lainnya, sesungguhnya tak benar-benar mengenal siapa kita sebagai pengguna layanan mereka. Mereka mengenal kita melalui alamat IP. 

Dalam definisi lain, alamat IP merupakan pijakan situsweb mengenal pengunjungnya. Dengan alamat IP itulah, mereka mengsinkronisasikan seluruh kegiatan, seperti klik, scroll, dan tingkah laku lainnya, untuk mengidentifikasi siapa pengunjungnya.

Bagi kepentingan personalisasi layanan, apa yang dilakukan Google dan kawan-kawannya memanfaatkan alamat IP terbilang baik. Sayangnya, personalisasi berlandaskan alamat IP mengandung lubang keamanan. Data pribadi seseorang, tanpa disadari, bisa berakhir di tangan siapa saja untuk tujuan apa saja. Ini jelas mengkhawatirkan, pengguna internet seakan-akan tak memiliki kemerdekaan privasi di dunia internet kini.

Sebagai sosok yang mengklaim “pejuang kebebasan internet,” Dotcom ingin mengubah aturan main. MegaNet dirancang untuk meniadakan alamat IP. Tanpa alamat IP, tak ada pijakan bagi suatu layanan internet mengidentifikasi penggunanya.

Jika menilik lebih luas, dua aspek fundamental MegaNet, desentralisasi dan privasi, telah termaktub dalam teknologi yang kini tengah naik daun bernama Blockchain. Blockchain, merujuk tulisan Marco Iansiti dari Harvard Business Review, merupakan teknologi “yang berpotensi menciptakan landasan baru bagi sistem sosial dan ekonomi.”

Blockchain adalah teknologi yang diperkenalkan pada Oktober 2008, saat yang sama dengan perkenalan Bitcoin. Blockchain mendesentralisasikan basis data ke seluruh jaringan yang tergabung dengannya. Data yang disebarkan, telah terlebih dahulu dienkripsi. 

Ketika data baru ditambahkan, seluruh komputer yang terlibat dalam jaringan berkewajiban memverifikasi data itu. Semakin besar pihak yang bergabung, semakin sulit Blockchain diretas. Ini terjadi karena faktor desentralisasi dan verikasi jumbo yang dimiliki Blockchain.

Namun, upaya Kim Dotcom menggusur WWW dengan MegaNet bukan perkara mudah. Ada layanan-layanan internet yang hobi mengumpulkan data pribadi penggunanya demi keuntungan finansial mereka. 

Related

Internet 1045103247040600145

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item