Tips Mengatasi Tagihan Pinjol, Menurut Mantan Korban dan Konsultan Keamanan (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Tips Mengatasi Tagihan Pinjol, Menurut Mantan Korban dan Konsultan Keamanan - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Apa yang harus dilakukan ketika diteror pinjol

Deliana dan Lulu menceritakan kisahnya pada diskusi virtual “Perempuan, Pinjol, dan Keamanan Data Pribadi” yang dihelat Combine Resource Institution. Beruntung, keduanya masuk kategori korban yang berhasil mengatasi teror pinjol. Dalam berbagai kisah kasus lain yang bertebaran di internet, sampai ada korban teror penagih pinjol bunuh diri karena tak kuat menanggung tekanan.

Diskusi itu bermaksud memberi edukasi agar orang paham langkah yang bisa dilakukan untuk menghadapi teror pinjol. Dari pengalaman Lulu, pertama-tama dengan tidak menggubris teror sama sekali. Bisa dengan didiamkan atau mengganti nomor. Apabila teror datang, kita juga mesti memberi tahu kerabat yang ikut diteror agar pesan para penagih utang tak perlu direspons. 

“Ketika ada yang meneror, sebaiknya jangan ditanggapi. Kalau ditanggapi, mereka [penagih utang] senang. Kalau membalas WhatsApp dan telepon, mereka menganggap itu peluang untuk terus meneror. Nah, orang-orang yang [menanggapi] ini yang akan terus-terusan diteror karena dianggap peluang,” kata Lulu.

OJK pernah merilis 116 aplikasi pinjol yang memiliki izin. Namun, tetek bengek administratif ini tidak menghalangi pinjol tak berizin untuk tetap gerilya. Pengacara publik dari LBH Jakarta, Citra Referandum, mengatakan dari begitu banyak aplikasi pinjol, 72 persen di antaranya tak terdaftar OJK. 

Tanpa izin resmi, cara pinjol menagih utang tentu tidak ada yang mengatur, seperti kasus ancaman pelecehan yang menimpa Lulu dan Deliana. 

Citra mengatakan, LBH Jakarta telah menerima ribuan pengaduan terkait pinjol. Alasan pengaduan bermacam-macam: mulai dari bunga tinggi tanpa batasan, teror kepada seluruh kontak terutang, penyebaran foto dan informasi, pengancaman, fitnah, pelecehan seksual, dan penyebaran data pribadi.

Hal ini semakin runyam karena perusahaan pinjol kerap menolak bertanggung jawab atas cara represif para penagih utang. “Perusahaan pinjol harus bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan penagihnya yang tak pantas. Tapi, karena [penagih utang adalah] pihak ketiga, jadi sulit [meminta pertanggungjawaban perusahaan].” kata Citra.

Citra menyebut teror penagih utang pinjol bisa dijerat UU 39/1999 tentang HAM, UU ITE, KUHP Pasal 378 tentang penipuan, dan UU 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan. Tapi, apalah arti pasal-pasal ini ketika polisi menolak memproses kasusnya?

Kalau ditolak atau dipaksa cari bukti sendiri, Citra menyarankan korban melapor ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) dan Kompolnas. “Tipsnya, ketika menghadapi pelanggaran disiplin [aparat] di level Polres, laporkan ke Propam level atasnya,” saran Citra. 

Kedua, korban mesti rajin-rajin follow-up kasusnya menggunakan surat resmi. Citra tidak menyarankan menanyakan perkembangan kasus secara verbal maupun jalur informal. Dengan surat yang ditujukan ke pimpinan atau lembaga eksternal, tekanan kepada penyidik akan lebih besar.

Konsultan keamanan siber, Teguh Aprianto, yang hadir di diskusi ini, menilai kasus teror pinjol adalah dampak kebocoran data. Menanggapi alasan polisi bahwa mereka kesulitan melacak server perusahaan pinjol ilegal, Teguh tak serta-merta percaya.

“Setiap hal yang di internet itu bisa dilacak. Selama ini, cara negara menangani masalah ini emang enggak serius. Saya udah berulang kali bilang bahwa pemblokiran enggak akan pernah efektif. Sekarang blokir besok [muncul] nama baru, orang-orang jahat ini enggak pernah ditindak,” kata Teguh.

Teguh mengatakan, penanganan kasus teror penagih utang pinjol semakin genting. Semakin banyak peminjaman, semakin banyak pula potensi teror-teror para penagih utang yang sudah sampai taraf membahayakan nyawa.

Salah satu solusi dari Teguh: dalam setiap permintaan unggah foto identitas pada aplikasi mana pun, calon peminjam perlu biasakan untuk membubuhi watermark. “Kalau foto, kasih aja watermark, jadi kita tahu sumber [kebocoran] dari mana,” kata Teguh.

Kabar buruknya, Teguh memvonis bahwa sedetail apa pun warga menjaga data pribadi, apabila pengelola data (negara) tetap sembarangan memperlakukan data tersebut, semua bentuk kehati-hatian tetap percuma.

“Enggak pernah upload [data] yang sensitif tapi [ada] kebocoran BPJS dan eHAC. Upaya kita sekian tahun ini [untuk jaga keamanan data pribadi] percuma,” tutup Teguh.

Related

Tips 2392141232198642195

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item